• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anda Tidak Hanya Membeli Sebuah Tas Tangan. Anda

Dalam dokumen 50 Great Business Ideas From Indonesia (Halaman 123-127)

110

N

ancy Go tidak pernah mengira Paris Hilton akan meluangkan waktu beberapa menit di stan kecilnya pada sebuah perhelatan Fashion Week di New York, Amerika Serikat. Apa yang membuat ratu pesta itu tertarik adalah tas­tas display Bagteria yang desainnya unik, beda dari yang lain. Sang selebritas menatap cukup lama untuk sebuah tas, menimbang­nimbang dan mengatakan ingin memilikinya. “Padahal, kami belum ada cadangan produksi lainnya, ya kami beri saja,” kata Bert, suami Nancy mengenang. Kisah manis itu tidak pernah terlupakan oleh suami istri Nancy Go dan Bert Ng sebab dari situ selebritis Hollywood lain mulai menunggu koleksi­koleksi terbatas Bagteria. Sekarang, Emma Thompson, Princess Zara Phillips, Martine McCutcheon, Audrey Tautou, dan Anggun C. Sasmi kerap kali dipergoki paparazzi menenteng tas

Bagteria. Paris misalnya langsung mengenakan tas itu

begitu dibeli, sementara Anggun menentengnya saat menghadiri Festival Film Cannes di Prancis.

Para pesohor dunia itu barangkali tidak tahu, se­ bagaimana banyak orang Indonesia tidak mengenal

Bagteria

Anda Tidak Hanya Membeli

Sebuah Tas Tangan. Anda

Membeli Sebuah Karya Seni

Ba gian 4 – Ga gasan-Ga gasan Cer das 111

bahwa tas­tas itu dibuat di sebuah rumah di Jakarta Barat. Pun, Bagteria sebetulnya sudah dijual di dua gerai; Plaza Indonesia dan SEIBU Departement Store. Mungkin karena harga tas itu cukup mahal, dijual paling murah Rp 2,5 juta dan bisa sampai Rp 10 juta. Nancy mengisahkan bagaimana seorang pemilik butik asal Korea Selatan terkejut mengetahui Bagteria adalah tas buatan Indonesia, bukan dari negeri pizza sebagaimana awalnya dia kira. Tetapi gara­gara ini, pemilik butik itu menawar harga tas Bagteria separuh dari harga yang dibandrol di luar negeri—tetapi Nancy menolak penawaran itu. Bagi Nancy ini wajar karena Bagteria memang lebih banyak dijual di luar negeri, melalui 30 butik yang tersebar di Amerika, Prancis, Jerman, Swiss, Kuwait, Inggris, Spanyol, Jepang, dan negara­negara maju lainnya, di mana harga Bagteria bisa lebih mahal tiga kali dari harga di Indonesia.

Ada banyak alasan yang menurut Nancy membuat Bagteria begitu disukai oleh para penggila mode. Ciri tas­tas itu tampak berkesan vintage sehingga tidak akan pernah lekang di makan waktu. “Anda tidak hanya membeli sebuah tas tangan. Anda membeli sebuah karya seni,” kata dia. Sebuah tas bagi seorang perempuan bukan hanya sebagai wadah untuk meletakkan berbagai barang, tapi lebih bersifat personal, begitu prinsip Nancy dalam membuat setiap rancangan. Bagi kaum hawa, tepatnya, adalah gengsi untuk menyatakan jika tas yang ada di genggamannya hanyalah tas biasa dan kemungkinan besar mirip dengan tas yang berada di genggaman perempuan lainnya. Selain itu, sebuah tas juga bisa mengekspresikan karakter pribadi pemiliknya. Di sinilah arti sentuhan pribadi itu menjadi sangat berarti karena setiap orang memiliki kepribadian berbeda. Termasuk tingkat eleganitas dan eksklusivitas. Setidaknya hal ini pula yang mengilhami sebuah tas bermerek Bagteria— nama ini mulanya dipilih untuk menampakkan kesan

M . M A ’R U F 112

humor, tetapi mengandung harapan mewabah seperti kata asli sebelum dipelesetkan, bakteri.

Semuanya berawal ketika Nancy memperhatikan betapa bagus dan indahnya tas buatan tangan ibu dan tantenya meskipun sudah dipakai sejak keduanya berumur remaja. Desain tas itu tetap unik dan kekuatan jahitannya tidak kendor meski telah dimakan usia. Ketika dia mencoba membuat, banyak yang terkagum­ kagum. Keahlian membuat tas diperoleh sejak ia menyukai merajut kain pada usia 10 tahun. Ketika di sekolah, Nancy sudah dekat dengan guru pelajaran PKK (Pendidikan Keterampilan Keluarga) dan karena keterampilannya, sering ditunjuk sebagai asisten. Pada mulanya anak kelima dari tujuh bersaudara ini lebih tertarik kepada desain baju. Dia pernah belajar di sekolah mode Bunka School of Fashion di Jakarta, dan melanjutkan ke sekolah mode Susan Budihardjo setelah lulus SMA dan tercatat sebagai mahasiwa Akademi Kesenian Jakarta. Di situ dia berkenalan dengan si pe­ ran cang mode perfeksionis Adrian Gan, dan sekarang melakukan fashion show bersama.

Pada 2000, Nancy dan suaminya menyewa sebuah rumah di seberang tempat tinggalnya di Jakarta Barat untuk mengerjakan tas dengan lebih serius. Dia mem­ pekerjakan lima pekerja untuk merajut material­material mahal, seperti gading mammoth atau gajah purba dari Siberia dan kulit ikan impor asal Islandia. Ada pula kulit burung unta yang didatangkan dari Afrika, dan kristal Swarovski. Termasuk pernak pernik lain macam mother

of pearls, tanduk rusa, dan perhiasan mahal lainnya. Dia

mencari barang­barang tersebut langsung ke daerahnya, dan memanfaatkan momen refreshing ke Venezia atau Lake Como saat mampir ke Eropa untuk mencari bahan asli tasnya. Kini, Nancy memiliki 3 rumah produksi dengan 250 karyawan dan mampu memproduksi hingga 1.000 tas per bulan bulan. Dari jumlah itu, hanya 100

Ba gian 4 – Ga gasan-Ga gasan Cer das 113

tas yang dijual di Indonesia, selebihnya diekspor ke butik­butik mancanegara. Dia menjaga kualitas dan nama besar Bagteria dengan pembuatan yang detail dan jumlah yang terbatas. Setiap jenis tas hanya dipro duksi 299 buah dengan warna yang terbatas. Untuk produk tertentu, kadang hanya tiga buah untuk seluruh dunia. []

114

J

.Co hadir di Indonesia dengan membawa revolusi

yang membuat bisnis donat menjadi fenomenal. Donat­donat dengan nama eksentrik seperti Da Vin Cheez, MONA PIZA, Alcapone, dan Why nut. Interior cantik semisal menggunakan cangkir yang disusun secara asimetris seperti kancing. Tak ketinggalan, ben­ tuk promosi yang unik (setiap gerai J.Co di Jakarta pernah memasang replika penjara Al Capone untuk mempromosikan donat Alcapone).

Di setiap gerai, pembeli juga bisa melihat langsung proses pembuatan donat, mulai dari pengadonan sam­ pai siap disajikan. Konsep toko donat yang open

kitchen ini belum pernah ada di Indonesia sebelum J.Co

memperkenalkannya—Krispy Kreme dikenal sebagai restoran donat yang gerainya open kitchen, tetapi itu di Amerika dan Kanada. Wajar banyak orang yang kecele saat Johnny Andrean membuka gerai donat dan kopinya yang pertama di Supermal Karawaci Tangerang. Banyak orang yang berpikir J.Co adalah waralaba dari luar negeri. “Lihat saja konter minumannya. Mirip Starbucks

Coffee kan?” kata seorang pelanggan setia setahun lebih

setelah gerai pertama J.Co dibuka.

J.CO

Dalam dokumen 50 Great Business Ideas From Indonesia (Halaman 123-127)