• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jadilah yang Pertama

Dalam dokumen 50 Great Business Ideas From Indonesia (Halaman 75-79)

62

S

angat sulit membayangkan untuk bisa memiliki usaha taksi antarkota atau travel yang trayeknya bukan la­ gi antarkota seperti Jakarta­Bandung, melainkan antar­ kota di Arab Saudi atau di Negeri Paman Sam. Dulunya obsesi itu juga tidak pernah terbayangkan oleh Irawan Sarpingi yang anak juragan petani dan pedagang di Bandung. Namun, 4848 yang didirikan Irawan setelah perang kemerdekaan, kini bukan lagi travel dengan jalur tetap Bandung­Jakarta, tapi telah menghubungkan kota­ kota di Singapura, Kuala Lumpur­Malaysia, Jeddah­ Saudi Arabia, Los Angeles dan New York. Pada awal 2007, mereka sudah mempersiapkan jalur di Toronto, Vancouver, Las Vegas, San Diego, San Francisco, Dubai dan Kairo.

Lahir di Singaparna, Jawa Barat, 13 November 1926, Irawan kecil sudah menyenangi delman dan gerobak kuda milik orangtuanya—dia kerap ikut ayahnya, M Sarpingi mengantarkan barang dan orang ke luar kota. Saat itulah Irawan kecil mulai memahami bahwa sarana angkutan sangat diperlukan banyak orang. Konsep transportasi itu semakin terasah dengan

4848

Ba gian 2 – Or ang-Or ang Spesial; P ar a Pionir 63

keterlibatannya pada masa perang kemerdekaan dan pecahnya pemberontakan Partai Komunis Indonesia di Madiun pada 1948. Dalam peperangan, mobilisasi para pejuang rupanya sangat menentukan kemenangan sebuah pertempuran.

Mobilisasi tentara pada masa perang telah memberi ide Irawan untuk menawarkan pelayanan premium antar jemput door-to-door dari rumah penumpang sampai tempat tujuan. Pada 1958, Irawan mendirikan perusahaan jasa angkutan bernama 4848 dengan modal satu unit Chevrolet Apache, bantuan dari komandannya, Mayor M. Riva’i dan Letkol Imam Sukarto. Ia bertindak sebagai sopir, dibantu karyawannya yang pertama, Hamidan. Trayek pertama adalah Bandung­Jakarta dengan pemesanan tiket di Bandung beralamat di Padalarang, sementara di Jakarta di Jalan Trunojoyo. Soal nama, Irawan memakai nomor telepon rumahnya 4848, karena terlanjur familier bagi penumpangnya.

Layanan ini amat disukai, mengingat moda trans­ portasi masih sangat minim sementara orang­orang kaya di Jakarta dan Bandung takut berlama­lama di terminal atau kemalaman di jalan. Permintaan di segala penjuru dan bisnis travel yang masih perawan membuat Irawan dapat dengan mudah membuka trayek­trayek baru seperti ke Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Solo, dan Yogyakarta. Sementara untuk memenuhi kebutuhan armada tambahan, dimanfaatkan mobil dosen­dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) dan mobil menganggur milik sekolah tentara dan polisi untuk mendapatkan komisi 10% pada setiap mobil yang disewakan.

Tahun 1971 Irawan sekeluarga pindah ke Jakarta dan mengalihkan pusat usahanya ke Jalan Prapatan. Berangsur­angsur, 4848 meremajakan armadanya un­ tuk memanjakan konsumen. Mobil Chevrolet diganti dengan jenis Holden Kingswood—karenanya 4848 turut menjadikannya mobil itu sebagai legenda otomotif.

M . M A ’R U F 64

Sayangnya, mobil ini boros bahan bakar dan lambat laun menjadi persoalan serius. Khususnya pada 1982, ketika harga premium naik Rp 100 menjadi Rp 240 per liter. Untuk jarak tempuh pergi­pulang Jakarta­Bandung, Kingswood menghirup premium Rp 12.000. Sementara mobil berbahan baku solar seperti Mercy diesel 240D hanya butuh Rp 2.000 rupiah. Dari waktu ke waktu, masalah bahan bakar memang selalu menjadi masalah dan menjadi musuh utama.

Ini masalah, tetapi servis­servis tambahan seperti inisia tif kenek 4848 yang sigap membantu penumpang de ngan bawaan, cukup menenangkan konsumen de­ ngan tarif—yang terus disesuaikan. Setiap hari, Holden Kingswood 4848 rata­rata masih sanggup mem­ berangkatkan 600 orang ke Bandung. Padahal, tiap penumpang dipungut tarif Rp 5.000—dua kali tarif KA Parahiyangan atau 10 kali karcis bus antarkota.

Rupanya, Irawan cukup pintar dengan memberikan sejumlah potongan diskon tarif hotel yang efektif merayu penumpang­penumpang dari Bandung yang hendak ke Jakarta. Sampai sekarang, potongan­potongan ini masih diteruskan, seperti untuk penumpang 4848 yang singgah di executive lounge dan restoran di Bandara Soekarno Hatta, pastinya mendapat bonus diskon.

Sejak 2002, 4848 tidak lagi melenggang sendiri. Lebih­lebih setelah Jalan Tol Cikampek­Purwakarta­ Padalarang (Cipularang) dibuka. Saingan tidak hanya datang dari pemain profesional dan travel amatiran, tapi juga dari pelanggan sendiri. Buat apa naik mobil orang kalau ke Jakarta cuma dua jam, begitu pikir mereka. Untuk masalah ini, biarlah generasi kedua yang mengatasinya—Irawan wafat awal tahun 2009, setelah mengidap kanker kantung kemih dan tumor otak. Ratusan pelayat menghadiri pemakaman pejuang, pebisnis dan politisi lokal ini.

Ba gian 2 – Or ang-Or ang Spesial; P ar a Pionir 65

Walapun telah lama dipersiapkan sebagai putra mahkota, tidak mudah bagi Dadan Pahlawan Irawan Sarpingi langsung nyetel dengan gaya “kolonialisme” ayahnya. Dadan yang sekolah di Jurusan Bisnis Inter­ nasional Universitas San Diego, Amerika Serikat, tidak langsung mendapatkan kursi direktur utama setelah lulus pada 1990. Ayahnya sempat mengujicobakan kunci kontak, alias disuruh mengangkut penumpang. Lepas jadi sopir, diberi tugas belajar menghitung jumlah paket barang yang ada dan masih dibebani sejumlah pekerjaan kasar. “Model mendidik yang dipakai bapak saya itu berpola Jepang,” ujar Dadan.

Buahnya adalah 4848 yang go international. Sejak Juli 2006, Dadan membawa taksinya ke berbagai kota mancanegara. Membayangkan logo 4848 di kaca de­ pan mobil yang berpelat asing di negaranya tentu tidak sembarangan. Dadan mengaku butuh dua tahun untuk memulai persiapan, dari menguji pasar, memilih mitra bisnis, menyiapkan sumber daya manusia, hingga membangun prosedur standar.

Karena perbedaan iklim usaha, 4848 tidak mengen­ dalikan penuh bisnisnya di luar negeri. Di Singapura dan Malaysia investor lokal memiliki dan mengelola sendiri taksi 4848, sementara Dadan hanya menentukan standar minimum, seperti pelayanan dan kualifikasi­ kualifikasi mobil yang layak pakai. Untuk model mirip

franchise ini, 4848 mendapatkan bagian untung 30%.

Sementara model kedua adalah kerja sama modal atau usaha patungan, seperti di Arab Saudi, AS, dan Kanada. Wakil Presiden Jusuf Kalla pernah mencoba layanan 4848 di Arab Saudi yang menggandeng Shaayer, anak usaha Grup Showlaq, perusahaan transportasi milik pengusaha lokal yang berpengalaman 28 tahun pada bisnis serupa di sana.[]

66

K

etika kuliah di Bandung, Marius Widyarto sebe­ narnya hanya ingin membuktikan bahwa dia bisa membuat sendiri sebuah kaos dengan desain yang lebih bagus. Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Parahyangan ini agak memandang aneh kegemaran teman­temannya pada desain­desain gambar asing di kaosnya. Beberapa teman di kampus sering tampak

over acting dengan kaos bergambar Patung Liberty, artis

bule atau sekadar gedung­gedung pencakar langit New York. Maurius yang memiliki keahlian menggambar di atas rata­rata dan menguasai cara­cara menyablon itu membuat sebuah desain imitasi yang hasilnya malah jauh lebih bagus. Gara­gara ini, dia kemudian lebih terkenal di kampus sebagai jago desain kaos. Sampai dengan bekerja di sebuah perusahaan kontraktor, Marius masih dikenal sebagai pembuat kaos yang bagus.

Hobinya ini dibuat serius setelah menikahi pacarnya, Maria Goreti Murniati. Kado pernikahan dilego untuk modal membeli satu mesin jahit dan dua mesin obras. Di rumah petakan yang terletak di Gang Caladi 59, di salah satu sudut Kota Kembang, kedua pasangan muda

C59

Percayalah, Ide Original Akan

Dalam dokumen 50 Great Business Ideas From Indonesia (Halaman 75-79)