• Tidak ada hasil yang ditemukan

Percayalah, Ide Original Akan Lebih Laku

Dalam dokumen 50 Great Business Ideas From Indonesia (Halaman 79-83)

66

K

etika kuliah di Bandung, Marius Widyarto sebe­ narnya hanya ingin membuktikan bahwa dia bisa membuat sendiri sebuah kaos dengan desain yang lebih bagus. Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Parahyangan ini agak memandang aneh kegemaran teman­temannya pada desain­desain gambar asing di kaosnya. Beberapa teman di kampus sering tampak

over acting dengan kaos bergambar Patung Liberty, artis

bule atau sekadar gedung­gedung pencakar langit New York. Maurius yang memiliki keahlian menggambar di atas rata­rata dan menguasai cara­cara menyablon itu membuat sebuah desain imitasi yang hasilnya malah jauh lebih bagus. Gara­gara ini, dia kemudian lebih terkenal di kampus sebagai jago desain kaos. Sampai dengan bekerja di sebuah perusahaan kontraktor, Marius masih dikenal sebagai pembuat kaos yang bagus.

Hobinya ini dibuat serius setelah menikahi pacarnya, Maria Goreti Murniati. Kado pernikahan dilego untuk modal membeli satu mesin jahit dan dua mesin obras. Di rumah petakan yang terletak di Gang Caladi 59, di salah satu sudut Kota Kembang, kedua pasangan muda

C59

Percayalah, Ide Original Akan

Lebih Laku

Ba gian 2 – Or ang-Or ang Spesial; P ar a Pionir 67

itu mulai mengepak mimpi. Anda bisa mengerti, bahwa nama C59 adalah singkatan gang bernama Caladi 59 itu. Marius memulai memproduksi kaos C59 dari orderan sekolah­sekolah dan instansi pemerintah untuk kaos­ kaos olahraga. Desain gambar kaos itu masih disablon memakai tinta biasa, sehingga kualitasnya masih kurang bagus, kasar, dan bila dikucek pada waktu mencuci membuat gambarnya semakin kabur. Tapi, memang baru teknologi itulah yang tersedia. Baru pada 1985, teknologi cetak timbul memakai teknik sablon karet dan separasi warna membuat desain­desain C59 tampak semakin bagus. Meskipun produksinya masih memakai sistem order pesanan, bersama Maria, Marius mulai bergerilya mencari klien.

Sebuah kebetulan membuatnya tersadar. Dia baru tahu banyak orang yang menyukai desain unik C59, ke­ tika melempar stok barang di gudang yang tidak diambil oleh pemesan dan sisa kaos bekas sortiran ke toko­toko eceran. Barang­barang itu rupanya laku keras dan memicu serangkaian pemesanan dari distro (distribution outlet) yang menjamur di Bandung. Dia lantas memindahkan pabriknya dari Gang Caladi ke jalan Tikukur No. 10 Bandung, dan memborong beberapa rumah di sana untuk dijadikan sebagai kantor sekaligus showroom pertama.

Seorang konsumen yang tertarik dan mengubah cara kelola C59 adalah Robbie Djohan, Direktur Bank Niaga. Dari kesan puas atas pesanannya, Bank Niaga memberikan kredit bank untuk memperluas pabrik di atas tanah seluas 4.000 meter persegi di daerah Cigadung, Bandung. Tahun itu Maurius mengangkat dirinya se­ bagai Direktur Utama PT Caladi Lima Sembilan dan membuka sejumlah toko di Jakarta, Balikpapan, Bali, Yogyakarta, Ujung Pandang, Medan, Padang, Lampung, Malang. Dia juga memasarkan kaosnya di Ramayana dan Matahari Department Store. Pada periode inilah, orientasi desain mulai berubah dari basic t-shirt atau

M . M A ’R U F 68

kaos oblong menjadi fashion apparel dengan segmentasi kalangan remaja usia 14­24 tahun.

Kekuatan desain kaos Maurius adalah kreativitasnya yang orisinal. Untuk itu, bagian tim kreatif diberikan sedikit privilege agar gagasan­gagasan mengalir. Mereka dibolehkan tidak masuk kerja, menghabiskan jam kerja dengan berjalan­jalan ke mana mereka suka, asalkan ketika kembali sudah mendapatkan ide desain baru. Se tiap desain yang akan dikeluarkan harus dipresen­ tasikan lebih dulu, dipilih, baru dilanjutkan dengan proses pro duksi. Dia memiliki tim riset dan desain yang diwajibkan membaca arah tren. “Intinya, kreativitas jangan pernah mati dan kita harus jeli melihat pasar,” kata Maurius yang sekarang menempatkan C59 seperti perancang­perancang fashion dengan edisi­edisi khusus. Dia mulai menggarap pasar khusus yang mengangkat tema­tema suku­suku di Indonesia ke dalam desain kaos, misalnya suku Asmat. Kemudian isu­isu aktual, seperti korupsi, batik, dan wayang, atau peristiwa yang menjadi sorotan publik. Begitu pula dengan tema­tema sosial seperti gambaran kota Bandung yang terkenal dengan kecantikan kaum hawanya.

Untuk konsumen luar negeri, mula­mula ceruk pasar ekspor ini diketahui dari stafnya yang bersekolah di luar negeri dan membawa oleh­oleh kaos C59. Setelah survei mendalam, pasar ekspor rupanya gurih. Karena ada empat musim, desain C59 tidak hanya yang menempel pada kaos, tapi juga sweater dan jaket.

Krisis moneter 1997 sempat memukul C59 dan sebanyak 1.500 orang karyawan terancam menganggur. Untuk mengatasi penurunan order, Maurius bersedia membuat kaos orderan pengusaha lain, baik sampai jadi atau hanya sekadar order cetak, jahit, atau sekadar obras kaos. Sementara untuk menekan biaya produksi, dia mengeluarkan kebijakan yang meminta karyawannya bekerja di rumah masing­masing agar menghemat biaya

Ba gian 2 – Or ang-Or ang Spesial; P ar a Pionir 69

listrik. Bagaimana Maurius memerhatikan karyawannya adalah dengan cara mendirikan koperasi yang sekaligus menjadi mitra usaha dengan omzet saat ini sekitar Rp 600 juta. Sekitar tahun 2000, C59 mulai memasarkan produknya ke Eropa Tengah. Di mancanegara, C59 me­ miliki puluhan showroom yang tersebar di Singapura, Malaysia, Timur Tengah dan bahkan kini sudah me­ rambah Slowakia, Polandia, dan Republik Ceko.

Dia adalah orang yang ekspresif. Maurius akan senang bila orang­orang datang untuk menyaksikan bagaimana dia mewujudkan ide menjadi sebuah barang. Dia membuat divisi khusus untuk mengelola jadwal­ jadwal kunjungan turis berwisata ke pabrik C59. Karena kreativitas tidak bisa dicuri, dengan senang hati para pemandu akan memperlihatkan bagaimana proses kreatif mulai dari pembuatan desain, penyablonan, menjahit, sampai proses pengepakan kaos C59. Ini adalah salah satu cara untuk menambah klien. C59 juga memberikan tempatmagang di pabrik dan tampak membuatnya terbantu mendapatkan staf yang cerdas.

Kini, C59 bertahan dengan 300 karyawan resmi dan ratusan rekanan. Omzet mencapai 50.000 lembar kaos per bulan dan pada musim musim panen seperti pemilihan kepala daerah Bandung tahun lalu, C59 bisa mendapatkan pesanan sampai 8 juta potong.

Sekarang Maurius menikmati kekayaannya dengan sesekali melakukan kegiatan touring Harley Davidson— dia adalah Ketua Harley Davidson Club Indonesia Chapter Bandung. Menikmati statusnya sebagai guru dari mayoritas pemilik usaha kaos di Bandung, karena kebanyakan dari mereka adalah bekas karyawannya yang dibantu untuk mandiri. Mereka­mereka ini rekan­ an C59 bila kebanjiran order. Maurius sendiri oleh Yoris Sebastian—si General Manager termuda di Asia— disebut sebagai pionir untuk kategori yang sekarang ini populer disebut sebagai industri kreatif.[]

70

B

rilian dan bervisi masa depan. Au Bintoro adalah satu dari segelintir orang­orang hebat yang bisa mengubah imajinasi tentang sebuah meja belajar praktis menjadi bisnis furnitur revolusioner beromzet triliunan rupiah. Buah idenya itu sekarang membantu jutaan orang di dunia memiliki perabotan rumah yang ringkes, murah, dan bagus.

Semua itu diawali pada 1980, ketika Au menemu­ kan fakta toko furnitur terlalu banyak membebani konsu men dengan ongkos kirim untuk sebuah sebuah meja belajar yang terbuat dari kayu. Karena berat, untuk mengangkut satu pesanan saja dibutuhkan beberapa orang. Belum lagi, sebuah truk kecil hanya bisa mengangkut satu meja belajar sehingga tidak efisien. Bayangkan, bila meja­meja itu harus diantarkan ke alamat pelanggan yang berada di pelosok­pelosok daerah. Padahal, Indonesia ini terdiri atas ribuan pulau, sehingga bukan tidak mungkin biaya pengiriman akan lebih mahal dari harga meja belajar itu. Gara­gara pengamatan itu pula, Au bisa menyimpulkan bisnis mebel itu tak lebih dari usaha rumahan yang bakal

Dalam dokumen 50 Great Business Ideas From Indonesia (Halaman 79-83)