• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kekerasan yang Digemari Maulida Hazana

Televisi dikenal sebagai media hiburan, informasi dan juga media publikasi. Banyak sekali orang menghabiskan waktu luangnya untuk menikmati acara televisi. Benda ini menyuguhkan acara yang beragam dan menarik. Artinya televisi hadir di tengah- tengah kita dengan sukarela, kapanpun kita ingin menikmatinya hanya tinggal menekan sebuah tombol saja. Televisi adalah medium komunikasi massa yang paling akrab dengan masyarakat karena kemampuannya mengatasi faktor jarak, ruang, dan waktu. Selain itu mudahnya pemirsa menyerap pesan-pesan yang ditayangkannya tanpa mempersyaratkan seseorang harus bisa membaca menyebabkan potensi pengaruhnya sebagai sumber informasi, hiburan, maupun pendidikan sangat besar dan tidak tertandingi oleh media lain. Namun televisi juga dapat menciptakan realitas semu bagi penontonnya karena penggambaran adegan dalam tayangan televisi seringkali muncul dalam frekuensi yang tidak sesuai dengan realitas sesungguhnya. Apalagi jika penggambaran adegan dilakukan oleh Orang-orang yang seharusnya menjadi panutan anak-anak, seperti guru, orang tua, tokoh agama, atau tokoh-tokoh yang menjadi idola mereka.Jika menggambarkan keunggulan dari yang lebih kuat, dan kewenangan didasarkan pada kekuatan tersebut (Surbakti 2008:78).

Dampak yang dihasilkan televisi dapat berpengaruh positif atau bahkan dapat berpengaruh negatif bagi diri pemirsa. Dampak positif dari acara televisi merupakan suatu alat yang menarik dalam kebutuhan dan pemenuhan akan informasi. Sedangkan dampak negatif yang dapat mempengaruhi dari acara televisi berupa adegan kekerasan, penganiayaan, pelecehan dan lain-lain. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, kita dapat melihat bahwa media televisi bisa sangat berpengaruh bagi kehidupan masyarakat. Menurut aliran uses and gratifi cation, perbedaan motif dalam konsumsi media massa menyebabkan kita bereaksi pada media massa secara berbeda pula. Lebih lanjut, ini berarti bahwa efek

media juga berlainan pada setiap anggota khalayaknya. Kepada pencari informasi, media massa diduga mempunyai efek kognitif yang menguntungkan. Kepada pencari identitas, media massa mungkin menimbulkan efek afektif yang mengerikan. Kepada pencari model, media massa mungkin mendorong perilaku yang meresahkan (Jalaluddin, 2009:215).

Teori yang berhubungan dengan kekerasan dalam media adalah teori kultivasi. Teori ini pertama kali digagas oleh Goerge Gerbner pada tahun 1968. Kultivasi merupakan riset untuk melihat efek media, jangka panjang, khususnya pemirsa televisi (McQuail 2011:256). Teori kultivasi menekankan pada dampak kumulatif dari televisi terhadap kepercayaan khalayak mengenai realitas sosial. Gerbner melihat isi media bersifat dramatisasi kehidupan sehari- hari yang ditayangkan jam demi jam dan minggu demi minggu. Akar dari media televisi adalah sebagai pencerita persoalan sosial. Televisi menetukan apa yang penting, bagaimana menggambarkan tentang realitas, atau apa yang benar (Antoni, 2004:124-129).

Kekerasan dalam televisi baik verbal maupun non verbal dapat merubah seseorang khususnya anak-anak. Karna anak-anak biasanya akan lebih mudah terpengaruh dibanding remaja yang lebih bisa menetukan mana yang baik dan buruk. Semakin tinggi tingkat menonton televisi maka semakin tinggi pula pengaruhnya .Orang tua seharusnya lebih bijak dalam memilih tayangan yang sesuai buat anak-anaknya. Karna Begitu banyak tayangan di televisi yang tidak mendidik dan berdampak negatif bagi anak- anak. Tayangan yang memuat kekerasan diantaranya adalah sinetron. Ganteng-Ganteng Serigala yang disingkat dengan GGS merupakan sinetron yang digandrungi remaja maupun anak-anak sekarang ini. GGS ditayangkan di SCTV setiap hari pukul 19.45. Sinetron yang satu ini bercerita tentang manusia vampir dan manusia serigala. Gerombalan manusia vampir yang mengejar darah suci, untuk mengabadikan kehidupan mereka. Sedangkan serigala adalah gerombolan yang melindungi perempuan si pemilik darah suci yang bernama Naila.

GGS episode 166 menceritakan Sisi yang sedang berduaan dengan vampir yang bernama Digo. Ternyata vampir tersebut adalah vampir jahat yang menyamar jadi Digo dan mengajak Sisi ke tengah hutan. Di

dalam hutan Digo ingin menggigit leher Sisi supaya menjadi manusia vampir . Sisi yang menanggap Digo adalah Digo asli yaitu pacarnya mengikuti saja keinginan vampir tersebut. Ketika hendak mengigit leher Sisi, Digo yang asli pun muncul. Kemudian terjadi pertengkaran antara vampir dan dibantu oleh Galang dari bangsa manusia serigala.

(Gambar 4.7 dan Gambar 4.8 Adegan memukul dan mendorong dalam GGS)

Sinetron Ganteng-ganteng Serigala episode 166 tanggal 29 September 2014 melanggar regulasi penyiaran dengan penjelasan sebagai berikut. Pertama adanya tokoh yang mengucapkan kata tidak pantas pada temannya dalam lingkungan sekolah seperti dikacangin, manusia langka, curut, kampret, jin tomang, kepret, gendut, gentong, makhluk astral dan badan sebesar powerbank. Pengucapan tersebut melanggar UU No.32 tahun 2002 pasal 4 ayat 1. Pasal tersebut menyatakan ”penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunya fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial”. Pasal 36 ayat 6 menyatakan” isi siaran di larang memperolokkan, merendahkan, melecehkan, dan/ atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional”. Selain itu juga melanggar regulasi dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Penyiaran (PPP SPS) pasal 16 ayat 2 huruf d. Pasal tersebut menyatakan ”tidak menampilkan makian dan kata-kata kasar”.

Kedua, adanya adegan menendang, memukul, dan mendorong. Adegan tersebut melanggar UU No.32 tahun 2002 pasal 36 ayat 3. Menyatakan “isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/ atau menyebutkan klasifi kasi khalayak sesuai dengan isi siaran.

Sedangkan dalam PPP SPS melanggar pasal 14 yang menyatakan bahwa Lembaga penyiaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada anak sesuai dengan menyiarkan program siaran pada waktu yang tepat sesuai dengan penggolangan program siaran. Serta Lembaga penyiaran wajib memperhatikan kepentingan anak dalam setiap aspek produksi siaran. Selanjutnya pasal 15 ayat 1 menyatakan “program siaran wajib memperhatikan dan melindungi kepentingan anak-anak dan/atau remaja”. Dan yang terakhir pasal 23 huruf a menyatakan “menampilkan secara detail peristiwa kekerasan, seperti: tawuran, pengeroyokan,

penyiksaan, perang,penusukan, penyembelihan, mutilasi,

terorisme, pengrusakan barang-barang secara kasar dan ganas, pembacokan, penembakan, dan/atau bunuh diri”.

(Infografi s 4.3 Kekerasan non verbal dalam Ganteng Ganteng Serigala,

29 September 2014)

(Infografi s 4.4 Kekerasan dalam verbal dalam Ganteng Ganteng

Ganteng Ganteng Hipnotis Kaum