• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teks Kultural dan Bahasa Politis

Dalam dokumen Prosiding Hasil Penelitian Bahasa dan Sa (1) (Halaman 162-168)

IMPLICATUR ON POLITICAL BILLBOARD DISCOURSE OF SELECTED LEGISLATIVE M EMBER AT REGIONAL ELECTION

3. Implikatur Wacana Baliho Politik Calon Anggota Legislatif Terpilih pada

3.5 Teks Kultural dan Bahasa Politis

Implikatur kelima wacana baliho politik calon anggota legislatif terpilih pada pemilihan umum daerah di Kabupaten Sambas ialah teks kultural dan bahasa politis. Barker (2015: 12) menyatakan sebagai berikut.

Konsep teks tidak hanya mengacu pada kata-kata tertulis, meski ini adalah salah satu arti dari kata itu, melainkan semua praktik yang mengacu pada makna, termasuk pembentukan makna melalui berbagai citra, bunyi, objek (seperti pakaian) dan aktivitas (seperti tari dan olahraga). Karena citra, bunyi, objek dan prak- tik merupakan sistem tanda, yang mengacu suatu makna dengan mekanisme yang sama dengan bahasa, maka kita dapat menyebut semua itu dengan teks kultural.

Selanjutnya, Thomas dan Wareing (2007: 56—57) menyebutkan bahwa bahasa politik berusaha mengubah ideologi dari masyarakat dengan menggunakan implikatur yang me- nyiratkan dan mengimplikasikan bahw a si politisi atau pembacanya sepakat bahwa situasi bisa dibuat lebih baik d aripada yang ada sekarang. Teks kultural dalam pendapat Barker di atas sesuai dengan ciri ketiga wacana baliho politik anggota legislatif terpilih pada data 6, 7, dan 8. Pencitraan mereka dari perwakilan kelompok atau kultur tertentu tampak pada pakaian dan gambar bangunan yang mewakili kelompok etnis terbesar di Kabupaten Sambas. Pada data 6 tampak calon anggota legis- latif yang terpilih ini mengenakan pakaian partai dengan potongan model koko yang me- lambangkan umat Islam sebagai agama dengan jumlah penganut terbesar di Kabupaten Sambas. Gambar pakaian ini diperkuat dengan peleng- kap peci di atas kepalanya disertai latar gambar

bangunan istana Kesultanan Sambas yang erat kaitannya dengan Islam.

Data 6 Data 7

Tindak tutur komisif “ Perubahan Bukan Sekedar Wacana” yang digunakan oleh calon legislatif pada data 6 juga merupakan bentuk tuturan yang mempunyai pengertian yang dalam. Kalimat tersebut dapat dimaknai bahwa banyak wacana dan pemikiran yang telah di- dengung-dengungkan oleh anggota dewan, tetapi tidak atau belum terealisasi dalam masya- rakat. Tujuan mengangkat w acana tersebut untuk menarik simpati masyarakat. Calon legislatif tersebut berusaha memposisikan dirinya satu pikiran dengan lawan tuturnya dan ia dapat menjadikan perubahan bukan se- kadar wacana kembali.

Selanjutnya, pada data 7 pakaian Telok Belanga yang merupakan pakaian khas untuk kaum lelaki suku Melayu di Kabupaten Sambas berwarna kuning keemasan yang bermakna se- bagai lambang kejayaan pada suku Melayu. Berlatar belakang peta Kalimantan Barat, ang- gota legislatif pada data 7 seperti mengajak masyarakat Kalimantan Barat untuk menuju ke arah kejayaan dan kemakmuran. Hal ini di- perkuat lagi dengan bahasa politis “ Menuju Kalbar yang Lebih Baik” . Tindak tutur wacana ini digunakan oleh penutur untuk mempeng- aruhi lawan tuturnya memilih dirinya untuk membangun Kalimantan Barat menjadi lebih baik, maju dan jaya.

Tindak tutur “ Menuju Kalbar yang Lebih Baik” merupakan apa yang disebut oleh Wijana (2015: 98) sebagai tindak tutur komisif yaitu tindak tutur yang mengikat (commit) penutur- nya untuk melakukan tindakan seperti apa yang dijanjikan. Tindak tutur ini juga dapat dimaknai sebagai sebuah kritikan akan kondisi Kalbar saat ini. Tuturan ini merujuk kondisi Kalbar yang dianggapnya masih belum baik dan sejahtera sehingga caleg ini berkeinginan untuk memperjuangkan aspirasi tersebut mem- bawa Kalbar lebih baik lagi.

Data 8

Data 8 selanjutnya memperlihatkan impli- katur lew at tind ak tutur perlokusi dalam wacana “ Hargai Perbedaan Tetap Satu Pilih- an” . Masyarakat Indonesia termasuk masya- rakat Sambas yang menjadi lawan tuturnya juga merupakan masyarakat majemuk yang berbeda dalam segala hal; suku, agama, budaya atau bahasa. Itu sebabnya anggota legislatif ini mengajak untuk tetap mengembangkan rasa toleransi antar etnis ataupun agama sehingga tercapailah sikap saling menghargai antar sesama melalui semboyan “ Hargai Perbedaan Tetap Satu Pilihan” .

Melalui bahasa politis tersebut, tindak tutur perlokusi yang diutarakan pada data 8 adalah untuk tetap menghargai perbedaan yang ada dalam masyarakat. Merupakan pilih- an bijak bagi semua masyarakat untuk menjaga kerukunan dan kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat sehingga perbedaan bukanlah suatu masalah besar saat kondisi tetap saling menghargai terlaksana. Bahasa politis ini juga

seperti mengingatkan kembali masyarakat Sambas yang pernah mengalami konflik antar suku pada tahun 1999.

Kerusuhan Sambas merupakan kerusuhan antaretnis yang terjadi di Kabupaten Sambas dan sekitarnya. Menurut data laman wikipedia adalah sebagai berikut.

“ Kerusuhan di Sambas sudah berlangsung sekitar tujuh kali sejak 1970, namun yang terakhir yaitu pada tahun 1999 merupakan yang terbesar dan akumulasi kejengkelan suku Melayu dan suku Dayak terhadap ulah oknum- oknum pendatang dari Madura. Akibatnya orang-orang keturunan Madura yang sudah bermukim di Sambas sejak 1900-an itu ikut menanggung dosa perusuh. Korban akibat ke- rusuhan Sambas terdiri dari 1.189 orang tewas, 168 orang luka berat, 34 orang luka ringan, 3.833 rumah dibakar dan dirusak, 2 sekolah dirusak, 1 gudang dirusak, dan 29.823 warga Madura mengungsi.”

Kerusuhan ini terjadi akibat kurang meng- hargai dan menghormati perbedaan yang ada. Itu sebabnya calon anggota legislatif mengajak masyarakat untuk tetap bersatu menghargai perbedaan. Pilihan sikap untuk tetap bersatu juga ditampakkan pada pakaian yang dikena- kannya.

Pada data 8 calon anggota legislatif yang terpilih pada pemilihan umum daerah di Kabu- paten Sambas ini mengenakan kemeja putih yang menyimbolkan kesucian niatnya untuk mewakili masyarakatnya. Kemeja itu dibalut dengan jas yang merupakan pakaian resmi nasional dengan motif batik Tidayu.

Batik Tidayu adalah batik kreasi dengan motif perpaduan simbol-simbol dari Tionghoa, Dayak dan Melayu, tiga suku terbesar yang ada di Kalimantan Barat termasuk Kabupaten Sambas. Corak batik ini diharapkan dapat mengingatkan masyarakat bahwa hidup ber- satu dalam damai meski berbeda tetap merupa- kan satu pilihan yang bijak. Perbedaan bisa menjadi harmoni dan indah jika ditata dengan baik. Biarlah kerusuhan menjadi catatan sejarah

dan kenangan masa lalu yang selalu dapat di- ambil hikmah dan pelajaran bagi semua ka- langan masyarakat.

4. Simpulan

Palmer (2005: 267) menyebutkan bahwa bahasa dilihat sebagai sebuah objek guna mengkomunikasikan “ makna” . Hal itulah yang tampak pada data-data dalam tulisan ini. Implikatur yang tercantum dalam makna wacana baliho politik yang dipasang di tepi jalan ternyata dapat menentukan persepsi masyarakat untuk memilih atau tidak memilih calon anggota legislatif yang dipercaya me- wakili mereka di lembaga legislatif.

Terdapat banyak implikatur yang terdapat dalam wacana baliho politik tersebut. Setiap pilihan pencitraan yang dipakai ternyata dapat menimbulkan kesan tersendiri pada pembaca atau pemilih calon anggota legislatif tersebut pada pemilihan umum daerah di Kabupaten Sambas. Implikatur pada wacana politik calon anggota legislatif yang terpilih pada pemilihan umum daerah di Kabupaten Sambas adalah menggunakan bahasa Indonesia, menampilkan foto wajah yang bercitra positif serta bahasanya sederhana dan tidak langsung. Implikatur lain- nya yakni mencantumkan gambar partai dan tokoh politik berpengalaman. Teks kultural di- sertai dengan bahasa politis juga merupakan implikatur penting dalam wacana baliho politik calon anggota legislatif yang terpilih ini.

Ciri yang tampak pada tulisan mengenai implikatur wacana baliho politik calon anggota legislatif yang dapat terpilih oleh masyarakat ini dapat menjadi rujukan atau referensi untuk para politisi dalam berkomunikasi dan me- nyampaikan pemikirannya pada masyarakat agar tujuan komunikasi dapat disampaikan secara efektif. Wacana baliho politik yang membuat para calon anggota legislatif terpilih juga dapat diadaptasi sebagai contoh cara komunikasi efektif yang diinginkan oleh masya- rakat pemilih yang ada di Kabupaten Sambas.

Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Barker, Chris. 2015. Cultural Studies. Teori dan Praktik. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Berger, Arthur Asa. 2015. Pengantar Semiotika.

Tanda-Tanda dalam Kebudayaan Kontem- porer. Yogyakarta: Penerbit Tirta Wacana. Black, Elisabeth. 2011. Stilistika Pragmatis.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Chaer, Abdul. 2010. Bahasa Jurnalistik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Chaika, Elaine. 1994. Languge: Social Mirror. United States of America: Heinle&Heinle Publishers.

Cummings, Louise. 2007. Pragmatik Sebuah Perspektif M ultidisipliner. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Danesi, Marcel. 2012 . Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra. Handoko, Mu’awal Panji. 2016. “ Pembentukan

Wacana dalam Komunikasi Politik pada Pilkada Gubernur Gorontalo, Kalteng” . Telaga Bahasa, Vol 4, No. 1, Juni 2016. Ibrahim, Idi Subandy. 2007. Kecerdasan Komu-

nikasi Senin berkomunikasi kepada Publik. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Mahsun. 2005. M etode Penulisan Bahasa:

Tahapan Strategi, Metode, dan Tehniknya. Jakarta: Rajawali Press.

McNair, Brian. 1995. An Introduction to Political Communication. New York: Routledge. Nurud in. 2008. Komunikasi Propaganda.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Lubna, Syarifah, dkk. 2014. Implikatur dalam

W acana Kampany e Politik Pemilihan Legislatif Tahun 2014 di Kabupaten Sambas. Po ntianak: Lap o ran Penelitian Balai Bahasa Kalimantan Barat.

Palmer, Richard E. 2005. Hermeneutika Teori Baru mengenai Interpretasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rahard i, Kunjana. 2009. Sosiopragmatik. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Thomas, Linda dan Wareing, Shan. 2007. Ba- hasa, Masyarakat dan Kekuasaan. Yogya- karta: Pustaka Pelajar.

Wijana, I Dewa Putu. 2015. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Program Studi S-2 Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada dan Pustaka Pelajar.

____.dan Rohmadi, Muhammad. 2011. Analisis Wacana Pragmatik Kajian Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka.

Wolton, Dominique. 2012. Kritik atas Teori Komunikasi Kajian dari Media Konvensional Hingga Era Internet. Bantul: Kreasi Wacana. Yule, George. 2015. Kajian Bahasa. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

____. 2014. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

NOTULA PRESENTA SI

Nama Pemakalah : Syarifah Lubna

Judul Makalah : Bahasa Pengundang Massa Pemilihan Umum Daerah Nama Penanya dan Instansi:

(a) Sariah (Balai Bahasa Jawa Barat)

Apakah poster dalam pilkada itu tidak memerlukan peropaganda? (b) Edi Setiyanto (Balai Bahasa DIY)

Data tidak harus banyak, tetapi perlu melihat kecenderungan. Apakah data yang lain diabaikan?

Jaw aban:

(a) Peropaganda bertujuan memengaruhi pemikiran orang lain. Hal ini hanya pernyataan politis karena memengaruhi tidak langsung.

(b) Data yang lain tidak diabaikan. Data ini hanya lanjutan dengan memilih caleg yang terpilih. Catatan Narasumber:

Judulnya perlu disederhanakan, misalnya “ Wacana Bahasa pada Poster Pilkada” . Teori tindak tuturnya harus diperjelas. Perlu dilihat juga gambar yang mendukung pada poster. Masukkan teori tentang analisis wacana, aspek apa saja yang akan dibahas dalam tulisan? Sederhanakan!

1. Pendahuluan

Bahasa Jaw a memiliki ko sakata yang jumlahnya melimpah. Selain didukung oleh ke- beradaan tingkat tutur bahasa yang memung- kinkan sebuah kata memiliki beberapa ragam, bahasa Jawa juga memiliki kepelikan dalam identifikasi semantis setiap kata yang diguna-

Dalam dokumen Prosiding Hasil Penelitian Bahasa dan Sa (1) (Halaman 162-168)