• Tidak ada hasil yang ditemukan

Minte tuah limpah ( Minta banyak berkah ) Okamp to bibu

Dalam dokumen Prosiding Hasil Penelitian Bahasa dan Sa (1) (Halaman 128-130)

THE DISCOURSE OF MANTRA BOBIKU IN M ARRIAGE TRADITION OF DAYAK POM PAK’NGH IN SANGAU REGENCY

2. Minte tuah limpah ( Minta banyak berkah ) Okamp to bibu

Okamp di’bisa kukuo Okamp di’bisa panto Okamp di’ bisa tuko Okamp di’ bisa kata Nya’bo baca bodoa

Nya’ bo pomang-bobilangk Okamp di’ bisa sarra

Nya’ nampai nosu, nya mangkas mpau Nya’ bosomorr bo buras

Nya’ bo urri-bo ntama Kami memohon

kami yang sangat bersih (terbuka) kami yang jadi contoh

kami yang berbicara kami yang diperhitungkan untuk memohon dengan doa untuk berbicara menghitung kepada-Nya kami memohon

Yang patut dipanggil dan memohon untuk menyebur

untuk berobat Okamp to bibu

Okamp di bisa kokai Nya’ bngokai nogoer Botangk sampai bolingakng Rrawu sampai tokobu Uwat sampai torongkat Korose’ sampai to bule Kami memohon

untuk dapat menegur

menegur untuk mengingatkan dari batang sampai akar sampah sampai terbongkar akar sampai terbongkar

pasir sampai meluas-Minte prasi bidek (mohon doa restu)

Makna budaya yang terdapat pada bait mantra bobiku di atas ialah budaya untuk saling

menegur atau mengingat jika ada yang ber- buat kesalahan, baik di antara sesama masya- rakat pada umumnya maupun pada kedua pihak keluarga penganten. Diharapkan pihak keluarga kedua pihak penganten bisa saling mengingatkan jika pada kemudian hari ada hal-hal terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Jika terjadi suatu kekeliruan, baik itu hal-hal yang kecil maupun hal-hal yang besar hendak- nya dapat diselesaikan sampai tuntas, seperti

dalam bait Nya’ bngokai nogoer (menegur untuk mengingatkan), botangk sampai bolingakng (dari batang sampai ke akar) uwat sampai torongkat (akar sampai terbongkar).

2. Minte tuah limpah (Minta banyak berkah) Okamp to bibu

Nya’ omi minte tuah limpah Nya’omi minte rosiki bokah

Nya’ ...(dii darri) daduh...(dii dayongk) Kami memohon

doa kami untuk meminta berkah untuk meminta keserasian

untuk kedua mempelai (menyebut kedua nama mempelai)

Agant paji iji-agant paji sibongk Bokah rosiki nyurungk-nopat untongk

Nya’bo muh borruma-nya bodagangk bobalok Bo uma buleh podi, bodagangk buleh bosi

Ko roming minyang ona, ko sawah met okangk tua Ngyau buleh ba’, ngrusau buleh rusa’

Nyomputn buleh mado, jorrunt buleh poya Nirrok buleh buduh, nanyu buleh poyu

Nirrok buleh buduh adongk, ijo buleh baoungk Supaya ke depannya, di kemudian hari Penuh rejeki dalam hidupnya

Pandai berladang dan berdagang

Berladang dapat padi, berdagang dapat besi Berumah tangga, terpenuhi kebutuhan hidup- nya

Menjadi jantan dan perkasa (mengayau), ber- buru dapat rusa

Membuat asap dapat madu, membuat perang- kat dapat buruan

Menangkap ikan dapat ikan, labi-labi dan se- bagainya.

Menangguk (menangkap ikan) dapat ikan besar- besar.

Makna budaya yang terkandung dalam mantra bobiku di atas ialah budaya berladang. Masyarakat Dayak pada umumnya bekerja sebagai petani dengan cara bercocok tanam di ladang Hal itu dilakukan karena mereka ber- tempat tinggal di daerah-daerah yang masih subur, yaitu daerah sekitar hutan. Berladang merupakan kebudayan turun-temurun untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, mereka juga memanfaatkan hasil hutan di sekitar tempat tinggal mereka dengan cara ber- buru binatang-binatang yang hidup dihutan- hutan sekitar mereka. Berburu bagi mereka me- rupakan lambang keperkasaan seorang lelaki, mengayau (berburu binatang besar), bahkan ada kepercayaan memenggal kepala manusia me- rupakan budaya yang masih dilakukan be- berapa suku sub-Dayak yang ada di Kalimantan. Budaya mengayau tersebut tampak dalam bait mantra berikut Ngyau buleh ba’, ngrusau buleh rusa’ (menjadi jantan dan perkasa / mengayau, berburu dapat rusa).

Makna budaya lainnya, yaitu budaya me- nangkap ikan di sungai. Menangkap ikan di sungai merupakan budaya yang berhubungan dengan tempat tinggal mereka yang hidup tidak jauh dari aliran sungai. Masyarakat Dayak pompak’ngh bertempat tinggal di sekitar aliran Sungai Kapuas dan Sungai Sekayam yang mengalir di daerah Kabupaten Sanggau. Sungai Kapuas yang merupakan sungai terpanjang di Indonesia, ikan-ikan yang hidup di Sungai Kapuas d imanfaatkan Masyarakat Dayak Pompak’ngh untuk memenuhi kebutuhan hidup, baik untuk dimakan atau dijual.

Makna budaya dari semua yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari menandakan masyarakat Dayak Pompak,ngh

mempunyai budaya pekerja keras. Pekerjaan yang mereka lakukan merupakan adaptasi dengan mereka bertempat tinggal (memenfaat- kan kekayaan alam).

Agant paji iji,...(dii darri) daduh...(dii’ dayongk) Bokah nopat rosiki nyoja’ siap puni’ uda’

Kai’jani lampar poningka, siap puni kotora Cincingk so ponyatingk, golangk so ponangokngk Pacak so pongoda, dodok pini’ tassa’

Burrus so ponyingkongk, boliangk so ponangongk Supaya kedepannya, di kemudian hari (me- nyebutkan nama kedua mempelai)

Dapat hidup penuh rejeki dan dapat menabung Menyimpan babi (ternak) berkandang-kan- dang, ayam bertelur tiada henti-hentinya Cincin banyak di tangan dan gelang yang banyak

Memiliki banyak baju, menumpuk-numpuk Mempunyai banyak sumpit dan kapak.

Makna budaya yang terkandung dalam mantra Bobiku permohonan doa restu di atas ialah budaya menabung. Budaya menabung masyarakat Dayak Pompk’ngh ialah menyim- pan banyak hewan ternak, seperti babi dan ayam. Selain itu, tabungan mereka juga berupa perhiasaan cincin dan gelang yang menanda- kan kemakmuran bagi perempuan, sedangkan bagi kaum lelaki ditandai dengan menyimpan banyak sumpik dan kapak yang digunakan untuk berburu binatang. Tabungan yang me- reka simpan merupakan tabungan yang diper- siapakan jika hasil ladang mereka tidak berhasil dikarena faktor alam (kemarau panjang atau ada hama tanaman). Mereka akan mengguna- kan tabungan mereka tersebut untuk keperluan sehari-hari. Tabungan yang berupa binatang ternak akan dijual, sedangkan sumpit atau ka- pak digunakan untuk berburu binatang di hutan maupun di sungai.

Agant paji, iji, ....daduh...

Podi puni’ tobarongk, borras puni’ simpongk Marre ngolilingk rokongk, togonek ngolilingk kopongk Supaya kedepannya, di kemudian hari (me- nyebutkan nama kedua mempelai)

Banyak rejeki dan dan dapat berbagi

Memiliki banyak padi, beras banyak di tempa- yan

Perhiasaan terlihat di leher, ikat pinggang me- lingkar di pinggul

Agant paji iji... daduh... Boranak bobuah, bo uco uyot Agant ramah soruangk nyojak Ramah tuman ngiringk ona

Sampai domuk umur, sampai panyangk ayat Sampai ubatn borumuk, sampai bungko bokolo, bokolo’ alapm so’

Bogaingk nungkat kopingk, botada nungkat koja Odi boroyat, bojolant botungkat

Tompalingk tompa, ake ponompa Nik minu,... Daduh...

(boras bocampur burru siap leh ngona wak tunuh ba’pongantent)

Supaya ke depannya, di kemudian hari (me- nyebutkan nama kedua mempelai)

Memiliki anak dan cucu Seperti anak ikan seluang

Seperti ikan toman selalu mendampingi anak- anaknya

Sampai panjang umur dan akhir hayat Sampai beruban dan bongkok

Bergulung dalam sarung (tetap saling meng- asihi)

Mendengar dengan kuping, menyayat hati (setia, saling menerima)

Keladang beramai-ramai dan bertongkat (da- pat terus bekerja)

Yang maha kuasa, Tuhan yang maha Esa Berkahilah...(menyebutkan kedua mempelai, beras dan bulu ayam diletakkan di atas kepala kedua mempelai)

Makna budaya yang terkandung dalam

mantra Bobiku pada bait di atas ialah budaya mempunyai keturunan yang banyak yang di- umpamakan seperti ikan seluang (Agant ramah soruangk nyojak). Seluang merupakan jenis ikan yang hidup di air tawar atau sungai yang ba- nyak terdapat di Sungai Kapuas dan anak-anak Sungai Kapuas yang juga sampai ke daerah tempat tinggal masyarakat Dayak Pompak’ngh. Masyarakat Dayak Pompak’ngh mengingin- kan banyak keturunan seperti ikan seluang yang banyak menghasilkan anak. Budaya banyak anak menandakan anak sebagai rejeki yang mereka dapatkan karena anak-anak me- reka ini akan membantu mereka bekerja, baik di ladang maupun di hutan untuk berburu. Di sini juga tampak budaya bergotong royong pada bait Odi boroyat, bojolant botungkat (ke- ladang beramai-ramai dan bertongkat). Ber- gotong-ro yong biasanya dilakukan ketika mereka menanam padi di ladang, dilakukan beramai-ramai dari yang muda sampai yang tua.

3. Nopaou badi coli (buang sial/tolak bala)

Dalam dokumen Prosiding Hasil Penelitian Bahasa dan Sa (1) (Halaman 128-130)