• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tindak Tutur Direktif

SPEECH ACT OF KIYAI ABDUL SATTAR IN RELIGIOUS SPEECH IN M ADURA LANGUAGE: PRAGM ATIC STUDY

3. Hasil dan Pembahasan 1 Hasil Penelitian

3.2.4 Tindak Tutur Direktif

Tindak tutur direktif ialah tindak tutur yang diungkapkan oleh penuturnya agar la- wan tutur melakukan sesuatu. Pelaku dalam tindak tutur ini adalah orang kedua walaupun tidak selalu hadir secara eksplisit di dalam tuturan (Wijana, 2015: 97). Menurutnya, tin- dak tutur direktif dibagi menjadi tiga, yaitu pe- rintah, permohonan, dan saran. Perintah ter-

bentuk bila penutur memiliki kontrol terhadap apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh lawan tuturnya. Verba yang digunakan misal- nya menyuruh, memerintah, melarang, dan sebagainya.

Tindak tutur yang bersifat menyuruh yang disampaikan oleh Kiyai Abdul Sattar terdapat pada contoh tuturan (11). Tindak tutur menyu- ruh terhadap pendengar atau audien dapat diamati pada tuturan berikut.

(11) Taklangkong ajua asolat berjamaah, ayo lako akin asolat yang biasa asolat biasa akin asolat berjemaah. O reng asolat berjemaah nikah indah. Ce’ heran e mekkah maki tanah nah kereng tapi rakyattteh cek makmur. Pantas kanjeng nabi atebu bedeh 3 golongan ta’ken melarat selancenggah.

Seruan yang berisi anjuran pelaksanaan salat berjamaah dapat diamati pada tuturan (11). Data tersebut bermakna ‘Mohon maaf itu salat berjamaah, ayo lakukan salat biasakan salat berjamaah. Orang salat berjamaah itu indah. Jangan heran, di Mekkah walaupun tanahnya kering, tetapi rakyatnya itu makmur. Pantas, junjungan kita, Nabi bersabda ada tiga golongan tidak akan melarat sepanjang za- man.’ Makna dari terjemahan tersebut menyo- roti manfaat melaksanakan salat berjamaah, yaitu salat berjamaah itu sesuatu yang indah. Menurutnya, dilihat dari kondisi geografis di kota Mekkah sebenarnya kurang menguntung- kan, tetapi kehidupan masyarakatnya makmur semua. Artinya, antara fakta dan kenyataan tidak ada hubungannya, tetapi kenyataannya malah sebaliknya. Sampai Nabi Muhammad bersabda bahwasanya ada tiga tolongan yang tidak akan melarat sepanjang zaman.

Sabda nabi tersebut memberikan pema- haman kepada kita bahwa orang di Mekkah mempunyai kebiasaan salat berjamaah yang menggambarkan nilai-nilai kebersamaan me- reka. Selain kebersamaan, salat berjamaah itu sesuatu yang indah. Hal tersebut dapat diamati ketika umat Islam melaksanakan salat secara

bersama-sama, ada nilai artistik pada setiap gerakannya. Dimulai dari pembentukan baris atau saf yang memanjang, tidak boleh ada tempat yang dikosongkan di antara orang- orang yang berbaris itu. Selain itu, tahapan- tahapan salat itu memiliki makna yang luar biasa jika ditinjau dari segi apa pun.

Ditinjau dari segi kesehatan, dari proses wudu sampai gerakan salat itu merupakan aktivitas olah raga teratur yang dilakukan oleh bagian-bagian tubuh. Proses w udu sampai pelaksanaan salat memiliki manfaat untuk kesehatan. Manfaat berwudu di antaranya (a) mencuci tangan untuk membuang kotoran yang melekat di sela-sela jemari tangan, (b) membasuh hidung berfungsi untuk membersih- kan kotoran yang lengket di bulu-bulu hidung supaya tidak mengganggu bagian pernapasan, (c) berkumur-kumur yang manfaatnya untuk membersihkan kotoran yang masih melekat di dalam mulut, dan (d) membasuh muka dapat mengendorkan saraf-saraf yang tegang men- jadi rilek dan menghilangkan debu dari wajah. Kemudian, membasuh bagian kedua lengan dari ujung jari sampai siku-siku. Selanjutnya, mengusap bagian daun telinga dan rambut yang bermanfaat membersihkan kotoran yang melekat pada anggota tubuh kita. Terakhir, membasuh kedua belah kaki dimulai dari kaki sebelah kanan dan kiri berguna membersihkan kotoran yang melekat di antara jari-jemari dan telap ak kaki kita. Intinya, saat akan me- laksanakan salat fardu, umat Islam harus dalam keadaan bersih. Hal tersebut seseuai dengan syariat Islam, yaitu kebersihan sebagian dari iman. Artinya, pada saat salat, kondisi seseorang harus dalam keadaan bersih, baik fisik dan rohani.

(12) Betapa agungnya pemberian guste A llah. Mare kebele eh mumpong ade’ oreng sam- pean, akabien ben ibu-ibu olle beremmpa taon, sampean olleh berempa taon apolong ben se bini ce’ ta’oneng rasanya ngetein, mon benni kebeinah Allah ade’ elang.

Tindak tutur direktif yang berkaitan dengan perintah dapat diamati pada tuturan (12). Hal tersebut terlihat pada tuturan dari diterjemah- an ‘Betapa agung-Nya pemberian Allah. Saya beritahukan bahwa mumpung tidak ada orang kamu, berkumpul dengan ibu-ibu sudah be- rapa tahun, kamu dapat berapa tahun hidup bersama istrimu tidak tahu rasanya ngerti, kalau bukan ciptaan Allah akan ilang.’ Gam- baran dari terjemahan tersebut mengindikasi- kan bahwa tidak berlebihan rasa syukur itu di- haturkan untuk Allah.

Kiyai Abdul Sattar memberikan contoh ke- beradaan seorang istri sebagai pendamping suami. Keberadaan istri yang setia mendam- pingi suaminya tanpa meminta balasan apa- apa. Mereka (para istri-istri salehah) ini me- layani suami tiada henti-hentinya, sampai digambarkan kalau bukan ciptaan Allah ada kemungkinan hilang atau lenyap. Betapa kuat dan setianya seorang istri menemani dan melayani suami tanpa syarat apa pun. Oleh karena itu, bukti syukur seorang laki-laki (para suami) kepada Allah, yaitu dengan cara mem- perlakukan istrinya dengan baik.

(13) A llah ta’ minta napah, A llah sepertama pasolli lirabbika wanhar. Se epentah Allah esoro asolat iklas semata karna Allah. Gusti kanjeng nabi yang kita keri senenggah asolat tangannah takeh lombu kotel. Mon oreng setiy ah tangannah lombu kotel beni ken seapejeng ken se tobuk alakoh.

Tind ak tutur d irektif yang berkaitan dengan perintah juga bisa diamati pada tuturan (13). Perintah atau seruan ikhlas juga disam- paikan oleh Kiyai Abdul Sattar dalam ceramah agamanya. Hal tersebut dapat diamati dari ter- jemahan bahasa Madura berikut: ‘Allah tidak minta apa-apa, maka salatlah karena Tuhanmu dan berkorbanlah.’ Yang diminta oleh Allah, disuruh salat yang ikhlas karena Allah. Karena melaksanakan salat, Nabi Muhammad tangan- nya sampai kapalan. Kalau orang sekarang, tangannya sampai kapalan bukan karena yang salat, tetapi kerja terus. Kapalan ialah bagian

anggota tubuh yang mengalami penebalan dan pengerasan. Penjelasan tersebut senada dengan definisi yang ada dalam (KBBI, 2008: 621), yaitu mengalami penebalan dan pengerasan (tt kulit, telapak tangan, telapak kaki, dsb).

Terjemahan dari bahasa Madura ke dalam bahasa Indonesia ini memberikan pemahaman bagaimana seorang muslim memiliki sifat ikhlas. Perintah melaksanakan salat dengan ikhlas dan berkorban karena A llah semata. Melakukan salat dan berkorban bukan ber- tujuan dipuji oleh orang lain, tetapi kewajiban mukmin melaksanakan rukun Islam dan iman- nya sebagai umat yang taat. Allah tidak me- minta sesuatu kepada hambanya kecuali me- laksanakan salat dan berkorban dengan ikhlas. Terkait hal tersebut, Kiyai Abdul Sattar meng- gambarkan kondisi Nabi yang tawadhu karena melaksanakan salat taat sehingga bagian tangannya kapalan.

4. Simpulan

Tuturan Kiyai Abdul Sattar dalam acara memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW yang berbahasa Madura diklasifikasi menjadi empat tindak tutur, yaitu ekspresif, verdiktif, asertif, dan direktif. Dalam menyampaikan ceramahnya, Kiyai Abdul Sattar menyelipkan sindiran-sindiran lucu agar law an tuturnya tertarik dan mengerti apa yang terkandung di dalamnya.

Dalam tindak tutur ekspresif, fokus tuturan hanya bersifat permohonan maaf, misalnya terdapat pada tuturan ta’ langkong ‘ mohon maaf’ atau kong-langkong ‘mohon maaf-maaf’. Tindak tutur verdiktif juga terjaring dalam tuturan ceramah Kiyai Abdul Sattar yang ber- sifat mengutuk dan mengkritik kepada lawan tutur. Hal tersebut terlihat pada tuturan yang bermakna kutukan “ Ini yang tidak menjawab, dulu tidak mengaji langsung nikah”. Kemudian, tuturan yang bermakna kritik, yaitu “ Indonesia tanah paling subur sedunia, tetapi rakyatnya melarat. Sekali lagi, Mekkah tanahnya kering, tetapi rakyatnya kaya, makmur” .

Tindak tutur asertif diklasifikasi menjadi fokus informasi, penegasan, dan pesan. Fokus informasi yang disampaikan pada tindak tutur ini terkait singkatan Ahmad yang memiliki makna mengacu pada gambaran pelaksanaan salat dari masing huruf-hurufnya. Selanjutnya, tuturan yang bermakna penegasan dari sang kiyai dalam ceramahnya. Penegasan tuturan tersebut “ Orang yang boleh tidak salat ada dua, pertama golongan orang gila (ada yang mau daftar) dan kedua anak yang belum balig” . Terakhir, tindak tutur yang berupa tuturan pesan kepada lawan tuturnya. Hal itu bisa di- lihat pada makna tuturan “ Oh… kamu bodoh, saya (orang buta) itu pakai obor di malam hari ini untuk menyinari kamu karena yang suka nabrak itu cuma kamu (orang normal)” . Ter- khir, tindak tutur direktif bersifat memerintah atau menyuruh terdapat tuturan “ ... ayo laku- kan salat, biasakan salat berjamaah” . Tuturan ceramah agama yang disampaikan oleh Kiyai Abdul Sattar dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW juga menggunakan sindiran langsung dan tidak langsung.

Daftar Pustaka

Chaer, A bdul dan Leo nie A gustina. 2014. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Cummings, Lo uis. 2007. Pragmatik Sebuah Perspekktif M ultidisipliner. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Finoza, Lamud din. 2013. Komposisi Bahasa Indonesia. Revisi 6. Jakarta: Diksi.

Jorgensen, Marianne W dan Louise J. Phillips. 2010. A nalisis W acana Teori & M etode. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kridalaksana, Harimurti. 2009. Kamus Linguis- tik. Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia. Leech, Geoffrey. 2015. Prinsip-Prinsip Pragma-

tik. Jakarta: Universitas Indonesia (UI- Press).

Liliw eri, A lo. 2016. Konfigurasi Teori-Teori Komunikasi Antarbudaya. Bandung: Nusa Media.

Lubis, Hamid Hasan. 2011. Analisis W acana Pragmatik. Bandung: Angkasa Bandung. Mulyana. 2005. Kajian Wacana; Teori, Metode & Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis W acana. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Nurud in. 2008. Komunikasi Propaganda. Bandung: Remaja Rosakarya.

Rahard i, Kunjana. 2009. Sosiopragmatik. Jakarta: Erlangga.

Rahayuningsih, Eka dkk. 2013. “ Tindak Tutur Rep resentatif d alam Ceramah K.H. Anwar Zahid” . Dalam Jurnal Pancaran, Vol.2, No. 2, hal. 105—118, Edisi Mei 2013. Sumber https:/ / jurnal.unij.ac.id/ index/ php/ pancaran/ article/ view/ 687/ 505. Suand i, I Nengah. 2014. Sosiolinguistik.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sudaryanto. 2015. M etode dan A neka Teknik A nalisis Bahasa. Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistik. Yogyakarta: Sanata Dharma University Press.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alafabeta.

Suhardi, B. Dan B. Cornelius Sembiring. 2005. “ A sp ek So sial Bahasa” dalam Pesona

Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sulistyowati, Rini Indah dkk. 2013. “ Perilaku

Tindak Tutur Ustad dalam Pengajian: Kajian So sio p ragmatik d engan Pen- d ekatan Bilingual” . Dalam Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 14, No. 1, Edisi Februari 2013: 25—40.

Susanti, Pipit Aprilia. 2015. “ Analisis Nilai-Nilai Pragmatik Cerita Rakyat Suku Sasak Tiwoq-Tiwoq. Gramatika; Jurnal Ilmiah Kebahasaan dan Kesastraan, Volume III, No. 2, Edisi Desember 2015” . Kantor Bahasa Pro vinsi Maluku Utara. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Syamsurizal. 2013. “ A nalisis Kesantunan Berbahasa pada Kaset Pasambahan adat alek Marapulai Balerong Grup Jakarta: Sebuah Karakteristik Kearifan Lokal Etnis Minangkabau” . Dalam International Seminar “ Language Maintenance and Shift III” , Semarang, July 2—3, 2013.

Tim Redaksi. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa.. Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

NOTULA PRESENTA SI

Nama Pemakalah : Martina, M.Pd.

Judul makalah : Analisis Ceramah Berbahasa Madura Kiyai Abdul Sattar (Kajian Pragmatik) Nama Penanya : Joko Sugiarto, S.S.

Instansi : Balai Bahasa DIY

Pertanyaan:

Dalam pembahasan Bu Martina pada point 3.2.1 ungkapan permohon, hal itu tidak sesuai dengan contoh yang diberikan. Jika dilihat dari maknanya, contoh tersebut bermakna ungkapan yang lain kepada pendengar atau audien. Coba Bu Martina ganti atau perbaiki dengan ungkapan yang sesuai dengan contoh yang dimaksud karena belum sesuai jika dilihat dari redaksi makna kalimatnya!

Jaw aban:

Terima kasih atas pertanyaan Pak Joko. Memang betul Pak. Jika dilihat dari pemaknaan kalimat dalam bahasa Madura ke dalam bahasa Indonesia tidak pas dikategorikan bentuk ungkapan permohonan. Mungkin contoh tuturan itu dikategorikan sebagai ungkapan terima kasih Kiyai Abdul Sattar kepada audien yang telah mempersiapkan segala sesuatu pada acara Maulid Nabi Muhammad tersebut.

Catatan Narasumber:

1. Judul terlalu luas, perlu dipersempit permasalahannya.

2. Membatasi skop maslah, apakah mengambil teknik penyajian ceramah yang lucu atau tindak tuturnya terkait lokusi, ilokusi, dan perlokusi.

3. Kemudian, dari tindak tutur itu, baru tentukan apakah masuk tindak tutur asertif, performatif, verdiktif, ekspresif, direktif, komisif, atau fatis.

1. Pendahuluan

Di dalam Rumusan Seminar Politik Bahasa (1999) ditegaskan bahwa bahasa daerah ada- lah bahasa yang dipakai sebagai bahasa perhu- bungan intradaerah atau intramasyarakat di samping bahasa Indonesia dan yang dipakai sebagai sarana pendukung sastra serta budaya