• Tidak ada hasil yang ditemukan

1112012 Laporan Tahunan

Dalam dokumen AR Indosat 2012 Indonesia. pdf (Halaman 113-115)

INDOSAT

melanggar peraturan apapun dan kerjasama di antara Indosat dan IM2 adalah sah secara hukum berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Namun demikian, Kejagung mengabaikan kedua surat tersebut dan pada tanggal 30 November 2012 Kejagung mendakwa mantan Direktur Utama Indosat dengan tuntutan kasus korupsi serupa. Selain itu pada tanggal 3 Januari 2013, Kejagung juga mengajukan dakwaan korupsi terhadap IM2 dan Indosat untuk dugaan penggunaan ilegal atas pita frekuensi 2.1GHz milik Indosat tanpa ijin dari Pemerintah. IM2, Indosat, dan masing-masing Direktur Utamanya berusaha untuk membantah dakwaan yang telah diajukan terhadap mereka tersebut dengan alasan bahwa tindakan Kejagung yang mendakwa berdasarkan pada UU Korupsi adalah tidak berdasar, dan apabila ada pelanggaran (jika ada) di bidang telekomunikasi maka seharusnya tunduk berdasarkan UU Telekomunikasi, termasuk mengenai sanksi yang berkaitan. IM2 dan Perusahaan juga berusaha untuk membantah dakwaan terhadap mantan Direktur Utama mereka dengan alasan bahwa perjanjian antara IM2 dan Perusahaan adalah perjanjian antara kedua perusahaan dan dilakukan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk peraturan yang berlaku di bidang telekomunikasi dan penerimaan negara bukan pajak. Perusahaan tidak dapat memberikan kepastian bahwa kasus korupsi yang telah diperkarakan terhadap Perusahaan atau IM2 atau masing-masing Direktur Utama mereka akan memenangkan pihak kami. Keputusan pengadilan yang tidak menguntungkan berkaitan dengan hal ini dapat mengakibatkan kewajiban pembayaran denda untuk mengembalikan kerugian negara sebagaimana yang dituduhkan. Lebih lanjut, kami memiliki perjanjian serupa dengan penyelenggara layanan internet lain di Indonesia dan tidak ada jaminan bahwa kasus-kasus serupa akan diajukan terhadap kami terkait dengan perjanjian-perjanjian tersebut. Keputusan yang merugikan kami dalam kasus ini atau kasus lain yang diajukan terhadap kami di masa depan dapat berdampak negatif bagi bisnis, hasil usaha, kondisi keuangan, reputasi dan daya saing kami.

Kami mungkin tidak mampu untuk membiayai pengeluaran barang modal yang dibutuhkan untuk tetap bersaing dalam industri telekomunikasi di Indonesia

Penyelenggaraan layanan telekomunikasi bersifat padat modal. Agar dapat bersaing, kami harus terus melakukan

perluasan, modernisasi dan pembaharuan teknologi

infrastruktur telekomunikasi kami, yang memerlukan

investasi modal dalam jumlah yang besar. Untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2010, 2011, dan 2012, total pengeluaran barang modal konsolidasi aktual kami mencapai masing-masing Rp5.986,0 miliar, Rp6.519,8 miliar dan Rp8.407,5 miliar (US$869,4 juta). Selama 2013, kami berencana untuk mengalokasikan sekitar Rp8.627,5 miliar (US$892,2 juta) untuk pengeluaran barang modal baru, yang apabila dihitung bersamaan dengan hasil estimasi pengeluaran modal aktual yang ditingkatkan untuk tahun 2013 untuk komitmen-komitmen pengeluaran modal pada periode-periode sebelumnya, akan menghasilkan nilai kurang lebih sebesar Rp11.358,7 miliar (US$1.174,6 juta) sebagai total pengeluaran modal aktual pada 2013. Kemampuan kami untuk membiayai pengeluaran barang modal di masa yang akan datang akan bergantung pada kinerja operasi kami di masa yang akan datang, yang bergantung pada keadaan ekonomi, tingkat suku bunga dan faktor keuangan, bisnis dan faktor- faktor lainnya, yang berada di luar kekuasaan kami, dan juga terhadap kemampuan kami untuk memperoleh tambahan pendanaan eksternal. Kami tidak dapat memastikan bahwa pendanaan tambahan akan tersedia, atau apabila ada, dapat diterima secara komersial. Selain itu, kami hanya dapat mendapatkan pendanaan tambahan sesuai dengan ketentuan perjanjian hutang kami. Sebagai akibatnya, kami tidak dapat memastikan bahwa kami akan memiliki sumber dana yang mencukupi untuk meningkatkan atau memperluas teknologi infrastruktur telekomunikasi atau memperbaharui teknologi kami yang lainnya yang diperlukan agar dapat tetap bersaing di pasar telekomunikasi Indonesia. Kegagalan kami untuk melakukan hal tersebut dapat memberikan dampak negatif yang material bagi bisnis, keadaan keuangan, hasil usaha dan prospek kami.

Kami bergantung pada perjanjian interkoneksi terkait dengan penggunaan jaringan selular dan jaringan telepon tetap milik para pesaing kami

Kami bergantung pada perjanjian interkoneksi terkait dengan penggunaan jaringan selular dan jaringan telepon tetap milik para pesaing kami dan infrastruktur terkait agar pengoperasian bisnis Perusahaan berhasil. Apabila terjadi perselisihan mengenai perjanjian interkoneksi, baik yang disebabkan kegagalan pihak lainnya untuk melaksanakan kewajiban kontraktual atau karena alasan lainnya, maka satu atau lebih layanan kami dapat terhambat, terganggu atau berhenti sama sekali, kualitas layanan kami dapat

ikhtisar 2012 profil perusahaan laporan manajemen tinjauan usaha tata kelola perusahaan fakTor-fakTor rIsIko

risiko-risiko Yang berkaitan dengan indonesia - rIsIko-rIsIko yang berkaITan dengan bIsnIs perusahaan - risiko Yang terkait dengan bisnis jasa seluler perusahaan

menurun, churn pelanggan kami dapat meningkat atau

tarif interkoneksi kami dapat meningkat. Perselisihan yang melibatkan perjanjian interkoneksi kami saat ini, dan juga kegagalan kami untuk menandatangani atau memperbaharui perjanjian interkoneksi dapat memberikan dampak negatif bagi bisnis, keadaan keuangan, hasil usaha dan prospek kami.

Kami dapat menjadi subyek pembatasan kepemilikan asing dalam bidang usaha jasa telekomunikasi

Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 (”Peraturan Presiden”) menetapkan jenis industri dan bidang usaha dalam mana investasi asing dilarang, dibatasi atau harus memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana diatur oleh institusi Pemerintah yang terkait (“Daftar Negatif Investasi”). Industri telekomunikasi adalah salah satu industri yang diatur dalam Daftar Negatif Investasi, dan oleh karena itu investasi asing dalam industri telekomunikasi Indonesia tunduk pada pembatasan dan ketentuan yang berlaku. Daftar Negatif Investasi dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (“BKPM”). Pembatasan yang berlaku bagi industri telekomunikasi bergantung pada jenis usaha telekomunikasi yang dilakukan. Pembatasan yang berbeda berlaku tergantung pada apakah usaha tersebut terkait dengan jaringan atau layanan telekomunikasi. Batasan terhadap kepemilikan saham oleh asing dalam perusahaan yang bergerak di bidang usaha jaringan telekomunikasi berkisar dari 49,0% sampai dengan 65,0%, dan batasan pada kepemilikan saham oleh asing pada perusahaan Indonesia yang bergerak dalam penyediaan jasa multimedia (termasuk komunikasi data

seperti jasa wireless broadband), berkisar dari 49,0% sampai

dengan 95,0%. Berdasarkan Pasal 8 dari Peraturan Presiden, pembatasan yang diatur dalam Peraturan Presiden tersebut tidak berlaku bagi investasi yang telah disetujui sebelum berlakunya Peraturan Presiden; sesuai dengan persetujuan investasi yang dikeluarkan oleh BKPM kecuali pembatasan tersebut lebih menguntungkan bagi investasi. Peraturan Presiden tidak mengubah pembatasan kepemilikan asing di dalam usaha kami.

Pada tanggal 22 Juni 2008, Qatar Telecom (Qtel) Q.S.C. (”Qtel”), melalui anak perusahaannya, Qatar South East Asia Holding S.P.C. membeli seluruh saham yang ditempatkan dan disetor dari masing-masing Indonesia Communications

Limited (”ICLM”), dan Indonesia Communications Pte. Ltd. (”ICLS”) dari Asia Mobile Holdings Pte.Ltd. (”AMH”), sebuah perusahaan yang didirikan di Singapura. Setelah akuisisi ini, perubahan pengendalian terjadi di Perusahaan dan mewajibkan Qtel untuk melakukan penawaran tender. Sehubungan dengan penawaran tender, pada tanggal 23 Desember 2008, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia (”Bapepam-LK”), mengeluarkan surat (i) menyatakan bahwa Bapepam-LK telah menerima surat dari BKPM tertanggal 19 Desember 2008, dimana BKPM mengkonfirmasikan bahwa jumlah maksimal kepemilikan saham asing di Perusahaan adalah 65,0%, dan bahwa Perusahaan masih tetap dapat melakukan kegiatan operasional jaringan selularnya dan usaha jaringan tetap lokal dan (ii) memberikan ijin kepada Qtel untuk melakukan penawaran tender. Menyusul keluarnya surat tersebut, Qtel melakukan penawaran tender untuk membeli hingga 1.314.466.775 Saham Seri B, mewakili kira- kira 24,19% dari total Saham Seri B yang telah ditempatkan dan disetor (termasuk Saham Seri B dalam bentuk ADS). Sebagai perseroan terbuka tercatat, kami percaya bahwa Daftar Negatif Investasi tidak berlaku bagi kami. Pasal 4 Daftar Negatif Investasi menyatakan bahwa ketentuan dalam Daftar Negatif Investasi tidak berlaku untuk investasi tidak langsung atau portofolio melalui pasar modal domestik. Hingga saat ini, sepengetahuan kami, tidak ada klarifikasi formal lebih lanjut yang dikeluarkan oleh pemerintah yang khusus menyatakan jika Daftar Negatif Investasi berlaku bagi kami. Apabila pihak regulator yang berwenang menetapkan bahwa kepemilikan asing di Perusahaan masih melebihi batasan yang ditetapkan dalam Daftar Negatif Investasi, badan regulator yang berwenang mungkin melarang kami untuk mengikuti tender atau untuk memperoleh izin lain atau spektrum tambahan. Apabila hal ini terjadi, usaha, peluang, kondisi keuangan dan hasil usaha kami menjadi terpengaruh secara negatif.

Kegagalan untuk melanjutkan pengoperasian jaringan, beberapa sistem utama, gateway menuju jaringan kami atau jaringan para operator lainnya dapat memberikan dampak yang negatif bagi bisnis, keadaan keuangan, hasil usaha dan prospek Perusahaan

Dalam menyediakan layanan kami, Perusahaan sangat bergantung pada lancarnya pengoperasian jaringan. Misalnya, Perusahaan bergantung pada akses ke PSTN untuk

113

Dalam dokumen AR Indosat 2012 Indonesia. pdf (Halaman 113-115)