• Tidak ada hasil yang ditemukan

812012 Laporan Tahunan

Dalam dokumen AR Indosat 2012 Indonesia. pdf (Halaman 83-85)

INDOSAT

Pada tanggal 5 Mei 2004, Perusahaan menerima putusan Mahkamah Agung No. 1610K/PDT/2003 yang memenangkan Primer Koperasi Pegawai Kantor Menteri Negara Kebudayaan dan Pariwisata (dikenal sebagai Primkopparseni), berkenaan dengan perselisihan transaksi valuta asing. Putusan Mahkamah Agung mengharuskan kami untuk membayar Rp13,7 miliar ditambah 6,0% bunga per tahun sejak tanggal 16 Februari 1998 sampai dengan tanggal pelunasan dan pada tanggal 22 Desember 2004, Perusahaan telah memenuhi putusan dengan melakukan pembayaran sebesar Rp19,3 miliar kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Lebih lanjut, pada bulan Januari 2005, kami mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap putusan Mahkamah Agung. Sampai dengan tanggal 29 April 2013, Mahkamah Agung belum mengeluarkan putusan untuk peninjauan kembali tersebut.

Untuk menutup pengeluaran yang telah dibayarkan kepada Primkopparseni, Perusahaan kemudian mengajukan gugatan baru ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menuntut bahwa rapat anggota Primkopparseni dimana di dalamnya para anggota memutuskan untuk memperkarakan Perusahaan adalah tidak sah. Pada tanggal 19 Januari 2005, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan bahwa rapat anggota tersebut adalah tidak sah, tetapi tidak mewajibkan Primkopparseni untuk memberikan kompensasi kepada Perusahaan, telah mendorong Perusahaan dan Primkopparseni untuk mengajukan banding atas putusan tersebut kepada Pengadilan Tinggi Jakarta pada tanggal 1 Februari 2005. Pengadilan Tinggi Jakarta melalui putusannya No. 483 / PDT / 2005 / PT.DKI memenangkan kami dengan mengeluarkan putusan bahwa rapat tersebut tidak sah, tetapi di sisi lain, tidak mewajibkan Primkopparseni untuk memberikan kompensasi kepada kami. Kami dan Primkopparseni mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung untuk memohon ganti rugi atas biaya hukum dan atas pencemaran nama baik kami, tetapi Mahkamah Agung menolak permohonan kami pada tanggal 13 Agustus 2008 melalui putusannya No. 229/K/PDT/2008. Dikarenakan kami tidak mengambil tindakan hukum lebih lanjut terkait dengan putusan Mahkamah Agung tersebut, maka putusan tersebut menjadi berkekuatan hukum tetap. Pada tanggal 1 November 2007, KPPU mengeluarkan putusan terkait investigasi awal yang melibatkan kami dan delapan perusahaan telekomunikasi lainnya terkait dugaan penetapan harga untuk jasa SMS dan pelanggaran Pasal 5 dari Undang-Undang Anti Persaingan Usaha. Pada tanggal 18 Juni 2008, KPPU menetapkan bahwa Telkom, Telkomsel, XL, Bakrie Telecom, Mobile-8, dan Smart Telecom (sejak Maret 2011, Mobile-8 telah mengubah namanya menjadi PT

Smartfren Telecom Tbk) telah secara bersama-sama melanggar Pasal 5 Undang-Undang Anti Persaingan Usaha. Mobile-8 mengajukan banding terhadap putusan ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dimana Telkomsel, XL, Telkom, Indosat, Hutchison, Bakrie Telecom, Smart Telecom, Natrindo dipanggil sebagai turut tergugat di dalam persidangan, sedangkan Telkomsel mengajukan banding di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Walaupun KPPU mengeluarkan putusan yang menguntungkan kami terkait dengan dugaan penetapan harga SMS, kami tidak dapat menjamin bahwa Pengadilan Negeri akan menguatkan putusan KPPU. Pada tahun 2011, Mahkamah Agung menerbitkan putusan menunjuk jurisdiksi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk memeriksa keberatan yang disampaikan atas putusan KPPU. Pengadilan Negeri akan mempertimbangan keberatan terhadap putusan KPPU berdasarkan pemeriksaan kembali atas putusan KPPU dan berkas kasus yang disampaikan oleh KPPU.

Pada tanggal 13 Januari 2012, mantan Direktur Utama IM2, anak perusahaan kami, dituduh melakukan korupsi oleh Kantor Kejaksaan Agung (“Kejagung”). Menurut Kejagung, terdapat kerugian negara sebesar Rp 1,3 triliun yang disebabkan oleh adanya perjanjian antara IM2 dan Perusahaan, yang terkait dengan dugaan adanya penggunaan secara ilegal oleh IM2 atas pita frekuensi 2,1 GHz milik Perusahaan. Kemudian, pada tanggal 14 Februari 2012, Menteri Komunikasi dan Informatika (“Menkominfo”) menerbitkan surat No. 65/M. KOMINFO/02/2012 yang menyatakan bahwa tidak terdapat pelanggaran hukum, kejahatan yang dilakukan, dan kerugian negara yang ditimbulkan dari perjanjian antara Perusahaan dan IM2. Lebih lanjut, Menkominfo juga mengirim surat kepada Kejagung secara langsung yang menyatakan bahwa baik Perusahaan maupun IM2 tidak melanggar peraturan apapun dan kerja sama antara Perusahaan dan IM2 adalah sah berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, serta juga merupakan praktek umum dalam industri telekomunikasi. Selain itu, BRTI juga telah menyatakan kepada publik bahwa IM2 tidak melanggar undang-undang atau peraturan apapun yang berlaku. Namun demikian, Kejagung mengabaikan surat-surat dari Menkominfo tersebut dan pada tanggal 30 November 2012 menuduh mantan Direktur Utama Perusahaan untuk dugaan korupsi yang serupa. Kemudian, pada tanggal 3 Januari 2013, Kejagung juga mengajukan gugatan korupsi terhadap IM2 dan Perusahaan sebagai terdakwa korporasi untuk dugaan penggunaan secara ilegal atas pita frekuensi 2,1 GHz milik Perusahaan tanpa izin dari Pemerintah. IM2, Indosat dan masing-masing Direktur Utama mereka berusaha untuk membatalkan gugatan yang telah diajukan terhadap mereka

ikhtisar 2012 profil perusahaan laporan manajemen tinjauan usaha TaTa keLoLa

perusahaan faktor-faktor risiko

kerangka TaTa keLoLa perusahaan - laporan komite anggaran - laporan management risiko - laporan komite remunerasi - laporan komite audit

dengan berargumen bahwa tuduhan Kejagung berdasarkan Undang-Undang Korupsi adalah tidak berdasar; tindakan pelanggaran (jika ada) dalam industri telekomunikasi harus tunduk kepada Undang-Undang Telekomunikasi, termasuk sanksi-sanksi terkait. IM2 dan Perusahaan juga berusaha untuk membatalkan gugatan terhadap mantan Direktur Utama mereka dengan berargumen bahwa perjanjian antara IM2 dan Perusahaan adalah perjanjian antara dua perusahaan dan ditandatangani sesuai dengan peraturan dan perundang- undangan yang berlaku, termasuk peraturan yang berlaku di bidang telekomunikasi dan pendapatan negara bukan pajak. Perusahaan dan IM2 juga menyatakan bahwa IM2 menggunakan jaringan telekomunikasi selular Perusahaan secara sah, dan tidak menggunakan pita frekuensi 2,1 GHz terlepas dari jaringan telekomunikasi selular secara tidak sah, sebagaimana yang dituduhkan. Proses hukum pengadilan terhadap mantan Direktur Utama IM2 dimulai di Pengadilan Korupsi pada Januari 2013. Sebagai salah satu usaha untuk menyanggah dugaan korupsi, mantan Direktur Utama IM2, bersama-sama dengan IM2 dan Perusahaan, telah berusaha mencari pembatalan atas penetapan kerugian negara oleh BPKP ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Pada tanggal 7 Februari 2013, Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta telah memberikan putusan sela yang menangguhkan keputusan BPKP sampai adanya putusan final atas permohonan pembatalan tersebut. Sampai dengan tanggal 24 April 2013, Pengadilan Korupsi telah memeriksa 17 saksi (termasuk ahli) dan hampir seluruhnya memberi kesaksian bahwa perjanjian kerjasama antara IM2 dan Perusahaan tidak melanggar peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, dan tidak terdapat penggunaan bersama atas pita frekuensi 2,1 GHz sebagaimana yang dituduhkan (hanya 2 ahli yang memberikan kesaksian bahwa perjanjian tersebut adalah tidak sah).

Pada pemeriksaan pajak terhadap pembayaran pajak kami untuk tahun 2004 dan 2005 oleh Kantor Pelayanan Pajak Badan Usaha Milik Negara (”KPP BUMN”), pada tanggal 4 Desember 2006 dan 27 Maret 2007, kami diberitahu bahwa pemotongan pajak penghasilan untuk bunga pinjaman antar perusahaan (intercompany loans) yang dibayarkan kepada Indosat Finance Company B.V. dan Indosat International Finance Company B.V. sehubungan dengan Guaranteed Notes Jatuh Tempo 2010 Perusahaan dengan jumlah pokok sebesar US$300,0 juta dan Guaranteed Notes Jatuh Tempo 2012 dengan jumlah pokok sebesar US$250,0 juta adalah 20,0%, bukan 10,0%. Berdasarkan opini dari penasihat pajak kami dan pemahaman kami atas hukum Indonesia, kami berpendapat bahwa perhitungan awal kami atas

keberatan kepada KPP BUMN terhadap pemeriksaan tersebut. Pada tanggal 18 Februari 2008 dan 4 Juni 2008, kami menerima Surat Keputusan dari Direktorat Pajak yang menolak keberatan kami terhadap pembayaran pajak tahun 2004 dan 2005, masing-masing sebesar Rp60.493 juta dan Rp82.126 juta. Pada tanggal 14 Mei 2008 dan 2 September 2008, kami mengajukan surat banding kepada Pengadilan Pajak tentang keberatan Perusahaan terhadap revisi pajak penghasilan pasal 26 untuk tahun pajak 2004 dan 2005. Pada tanggal 25 Mei 2010, Perusahaan menerima Surat Keputusan dari Pengadilan Pajak yang menolak keberatan Perusahaan terhadap revisi pajak penghasilan pasal 26 untuk tahun 2004 dan 2005. Perusahaan membebankan koreksi pajak ke dalam usaha periode berjalan, yang ditunjukkan sebagai bagian dari ”Pendapatan (beban) lain-lain – Lain-Lain – Bersih”.

Saat ini, kami juga mempermasalahkan kelebihan pembayaran pajak untuk tahun buku 2005 kepada Kantor Pajak. Pada tanggal 27 Maret 2007, kami menerima surat dari Kantor Pajak atas kelebihan pembayaran pajak yang mengindikasikan bahwa Direktorat Jenderal Pajak menyetujui pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak penghasilan badan di tahun 2005 sebesar Rp135.766 juta dimana jumlah tersebut lebih rendah daripada Rp176.645 juta yang kami ketahui. Kami mengajukan keberatan kepada Kantor Pajak pada tanggal 22 Juni 2007 dan menggugat adanya perbedaan jumlah yang bernilai sampai Rp40.879 juta. Pada tanggal 27 Mei 2008, kami menerima Surat Keputusan dari Direktorat Jenderal Pajak yang menerima sebagian keberatan kami, tetapi hanya berjumlah sampai Rp2.725 juta. Pada tanggal 21 Agustus 2008, Perusahaan mengajukan surat banding kepada Pengadilan Pajak mengenai keberatan Perusahaan atas sisa pajak penghasilan badan tahun 2005. Pada tanggal 29 Oktober 2010, Perusahaan menerima Surat Keputusan dari Pengadilan Pajak yang menerima keberatan Perusahaan terhadap koreksi pajak penghasilan badan untuk tahun 2005 sebesar Rp38.155 juta, yang dikompensasikan dengan kurang bayar pajak penghasilan pasal 26 Perusahaan untuk tahun 2008 dan 2009 berdasarkan Surat Tagihan Pajak yang diterima oleh Perusahaan pada tanggal 17 September 2010. Pada tanggal 24 Februari 2011, kami menerima salinan memori permohonan peninjauan kembali dari Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung atas Surat Keputusan Pengadilan Pajak tertanggal 29 Oktober 2010 terkait pajak penghasilan perusahaan kami di tahun 2005. Pada tanggal 25 Maret 2011, Perusahaan mengajukan kontra memori untuk permintaan pertimbangan kembali kepada Mahkamah Agung. Per 29 April 2013, Perusahaan belum menerima putusan apapun dari Mahkamah Agung terkait permintaan tersebut.

83

Dalam dokumen AR Indosat 2012 Indonesia. pdf (Halaman 83-85)