• Tidak ada hasil yang ditemukan

BERBASIS PEREMPUAN DI KAMPUNG NYUNGCUNG

5. Menjadi Perintis Konservasi: Menggerakkan yang Lain

Dikaitkan dengan SK MenHut No. 175/Kpts-II/2003, selain bergulat dalam keseharian occupational multiplicity, diantara keresahan masif seperti yang disinggung pada sub-bab 1, bab pertama, beberapa petani, sekaligus penggarap dan buruh tani perempuan di Kampung Nyungcung mulai memaknainya sebagai suatu tantangan untuk memperjuangkan hak hidup atas sumberdaya tenurial, yang semakin dibatasi dalam narasi konservasi menurut pemerintah. Dimulai melalui sekolah perempuan, dan kemudian dilanjutkan melalui kelompok petani yang difasilitasi oleh RMI dan ICRAF SE Asia untuk mengoptimalkan kebun, serta didasarkan juga pada semakin sulitnya pemenuhan kebutuhan pangan, dan kekhawatiran bencana alam dari keberadaan hamparan lahan tandus bekas kebun pinus PERUM PERHUTANI, 5 orang dari kelompok petani perempuan Cepak Nangka (terdiri dari 24 orang), yaitu Ibu On, Sh, Mr, Yt, dan El, mulai menginisiasi serangkaian aksi kolektif untuk menghijaukan lahan tandus bekas tersebut berikut ini

Pertama, menyadari bahwa jumlah bibit pohon yang dimiliki kelompok (untuk mengoptimalkan kebun masing-masing) tidak cukup dialokasikan untuk menghijaukan kawasan ex-produksi PERUM PERHUTANI yang tandus, Ibu On, Sh, Mr, Yt, dan El berinisiatif membuat pembibitan tambahan. Tanpa rasa malu, mereka mengumpulkan biji buah-buahan dari tempat sampah-tempah sampah beberapa tetangga mereka, yang menghasilkan 100 bibit pohon buah. Selain

‛bergerilya’ seperti itu, mereka juga menghimbau kepada para anggota lain dalam kelompok tersebut untuk mengumpulkan biji-bijian dan membuat pembibitan dari buah yang mereka makan. Semangat dan aksi dari beberapa petani perempuan ini menular ke beberapa anak mereka, dari yang berusia BALITA sampai sekolah dasar. Anak-anak tersebut mulai mengetahui kegiatan ibu mereka untuk menghijau kawasan yang tandus. Setiap habis makan buah yang memiliki biji, mereka langsung menyisihkan dan memberikan biji buah tersebut ke ibu mereka untuk dibibitkan. Sebuah proses pendidikan lingkungan, terutama kepada anak- anak (yang mungkin tidak disadari oleh para petani perempuan tersebut) telah dimulai. Tidak hanya dicermati dan direspon baik oleh beberapa anak, tetapi juga semangat dan aksi beberapa petani perempuan ini mampu menggerakkan beberapa petani perempuan lain untuk membentuk kelompok baru (Kelompok Andam: 16 orang) dengan tujuan yang sama, yaitu berpartisipasi menghijaukan kampung Nyungcung. Berkelompok seperti ini merupakan suatu upaya mencari pengalaman baru (baca: menambah pengetahuan dan kawan melalui partisipasi menghijaukan kampung), selain rutinitas dalam rumahtangga dan kegiatan pengajian.

“Saya ingin seperti Teh El, punya kegiatan, pengalaman dan kawan-kawan baru, selain di rumah” (Pernyataan Ibu Ln, dari Kampung Nyungcung. Didokumentasikan pada tanggal …, bulan …, 2004)

Kedua, mengupayakan kebutuhan dana untuk pembibitan tahap selanjutnya (cadangan sulaman bagi bibit yang mati di lapang), Kelompok Cepak Nangka melakukan kegiatan liliuran (menjadi kuli bersama) untuk membersihkan sawah orang. Kegiatan liliuran untuk membersihkan lahan, membuat terasering, menanam dan memelihara bibit pohon di kawasan bekas kebun pinus PERUM

PERHUTANI, maupun untuk mencari dana, diakui oleh sebagian besar petani perempuan (dari Kelompok Cepak Nangka dan Andam) sebagai media untuk menjadi bungah (bahagia), tertawa lepas, berbagi cerita tentang beragam hal, dan melepaskan kejenuhan dari rutinitas pekerjaan rumahtangga masing-masing.

Ketiga, terdorong untuk melihat sejauh mana tumpang tindih antara pemukiman, lahan garapan dan milik warga dengan kawasan baru Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, 17 petani perempuan (dari Kelompok Cepak Nangka dan Andam) bersama-sama dengan 11 petani dan 2 remaja laki-laki, terlibat aktif dalam kegiatan mengambil titik untuk menentukan batas-batas Kampung Nyungcung dan identifikasi lokasi yang masih berhutan selama 2 hari pertama dari 9 hari pengambilan dan koreksi titik. Lima hari selanjutnya diteruskan hanya oleh 4 petani perempuan yang dibantu oleh 3 remaja putri. Pada dua hari terakhir, 2 dari 4 petani perempuan bersama 4 petani laki-laki melakukan koreksi terhadap beberapa posisi titik yang dinilai membingungkan. Hasil akhir pemetaan, salah satunya, dapat dilihat pada Lampiran 6.

Keempat, dalam rangka menggalang dukungan dari pihak luar terhadap Program KDTK mereka, para penggiat (perempuan dan laki-laki) berbagi tugas. Pada saat 2 orang penggiat perempuan dan 4 orang laki-laki memperjelas dan melengkapi data peta kampung, 10 orang penggiat perempuan lainnya mendata tentang kondisi penguasaan lahan dari 307 KK dalam waktu 2 minggu. Berdasarkan hasil pendataan tersebut, diketahui bahwa ± 50% dari warga Kampung Nyungcung berada dalam klas sosial yang tidak memiliki lahan (lihat Tabel 4). Mereka melakukan occupational multiplicity sebagai petani penggarap di lahan PERUM PERHUTANI, buruh tani, dan pada waktu-waktu tertentu terlibat dalam kegiatan gurandil.

Dalam setiap peristiwa, menurut saya, terdapat suatu catatan sejarah tentang bagaimana pelakunya membuat suatu keputusan dan atau mengalami kejadian yang kesemuanya itu berkontribusi memastikan peristiwa itu terjadi. Kontribusi itu, terutama dari kelompok marjinal, termasuk perempuan didalamnya, sangat sering tidak disampaikan kepada atau tidak diketahui kita dalam mempelajari sejarah suatu peristiwa karena dinilai sebagai sesuatu yang biasa saja atau tidak bernilai. Demikian juga dalam proses pemetaan awal dan pendataan penguasaan lahan diatas. Selama proses pemetaan, dituturkan Ibu El -- satu-satunya penggiat

yang terlibat mulai dari pengambilan titik sampai penggambaran peta dasar kampung Nyungcung selesai -- bahwa selama proses pemetaan di lapang, sangat sering Ibu El membersihkan rumah dan mencuci pakaian pada malam hari. Penuturan lain yang disampaikan oleh Ibu Un, bahwa beliau pernah merasa sangat lapar diantara waktu 7 hari pengambilan titik di lapang. Kemudian, selama proses pendataan penguasaan lahan, pada 1 minggu pertama, saat mewawancari, 10 penggiat perempuan yang bersedia melakukan pendataan tersebut dikagetkan dengan pertanyaan-pertanyaan mengolok dari KK dan atau anggota keluarga KK yang sedang diwawancarai tentang tujuan dan besar upah wawancara yang didapat. Pada minggu kedua, mereka kemudian mulai terbiasa dengan olokan- olokan tersebut dan menyikapinya sebagai tantangan untuk lebih mensosialisasikan program KDTK. Disamping olokan, diceritakan juga bahwa salah satu dari mereka harus menghadapi kemarahan suami karena tidak sempat untuk menyediakan makan siang bagi keluarga mengingat waktu pendataan tersebut dilakukan sepanjang hari, dari pagi sampai magrib, dari rumah ke rumah.

Melihat serangkaian rintisan aksi dari para penggiat perempuan di atas, beberapa penggiat laki-laki terpacu untuk mengaktifkan kembali kelompok mereka, Rimba Lestari. Melihat semakin luasnya kebun pinus yang ditebang, selain melakukan pembibitan di tingkat kelompok, ketiga kelompok petani ini (Cepak Nangka, Andam, dan Rimba Lestari) menghimbau agar setiap KK di Nyungcung dapat berkontribusi 5 bibit pohon. Melalui cara seperti ini, pada tanggal 11 Oktober 2004, ketiga kelompok petani ini dan sebagian besar warga Kampung Nyungcung melakukan aksi tanam massal di sebagian tanah tandus bekas kebun pinus. Aksi ini juga melibatkan beberapa pihak seperti ICRAF, KLH, dan Dinas Perkebunan, yang kesemuanya memberikan sumbangan ribuan pohon buah dan kayu. Aksi ini ternyata memotivasi petani dan buruh tani perempuan dan laki-laki yang lain di Kampung Nyungcung untuk juga membentuk kelompok tani dan terlibat menghijaukan tanah-tanah tandus di sekitar mereka, yaitu kelompok Anggrek (kelompok petani perempuan), Sinar Harapan dan Cinta Hutan (kelompok petani laki-laki). Keaktifan pembibitan dari semua kelompok petani ini dan mendapatkan dukungan sumbangan bibit dan sejumlah uang dari pihak lain (KLH, Dinas Perkebunan, dan PT. Aneka

Tambang) mengantarkan mereka pada aksi tanam massal kedua untuk tanah-tanah tandus yang belum ditanami, tepatnya pada tanggal 16 – 17 Mei 2005.

Tercatat melalui dua aksi tanam massal tersebut, dengan jumlah bibit keseluruhan dari semua kelompok petani dan sumbangan warga (KK) di Nyungcung (± 5,712 bibit pohon) serta sumbangan dari pihak-pihak di atas (± 6,550 bibit pohon), enam kelompok petani dibantu oleh warga lain telah menanami ± 15 ha tanah tandus bekas kebun pinus di Nyungcung dengan beragam pohon buah dan kayu.

Keaktifan sebagian besar kelompok ini ternyata menggerakkan petani (sebagian besar laki-laki) dari kampung-kampung lain untuk melakukan hal yang sama. Tercatat tiga kampung lain di Desa Malasari (Kampung Malasari, Cisangku, dan Hanjawar), Kampung Parigi dari Desa Cisarua, Kampung Cibeber Kulon dan Taluk Waru dari Desa Curug Bitung, serta Kampung Cerewet dari Desa Kiarasari mulai melakukan serangkaian kegiatan untuk menghijaukan kampung mereka dengan tahapan yang berbeda.

Meskipun telah memiliki ‘efek bola salju’ kepada petani - petani lain, mempelajari dinamika masing - masing kelompok tersebut, dan dalam rangka mendapat pengakuan dan perlindungan pemerintah desa dalam bentuk Peraturan Desa serta dukungan para pihak, pada bulan Nopember 2005, RMI memfasilitasi suatu pertemuan untuk mendapatkan tanggapan/saran dari kelompok petani lain. Mengacu pada dukungan dari dan jaringan dengan beberapa pihak luar yang telah terbangun, kelompok petani Sekar Sari dari Kampung Parigi, Desa Cisarua -- salah satu kelompok petani yang terbentuk dari ‘efek bola salju’ itu -- menyarankan tentang:

• Memperkuat organisasi yang sudah ada dan terus membangun kekompakan warga untuk bergerak bersama-sama dalam KDTK;

• Mempererat hubungan dengan para tokoh yang belum terlibat dalam kegiatan;

• Berperilaku sabar dan selalu melakukan musyawarah untuk memecahkan

persoalan;

• Aktif dan selalu mencari jalan keluar untuk setiap persoalan;

• Membangun semangat kemandirian dalam kelompok, tidak tergantung dengan bantuan pihak lain.

Mempertimbangkan saran dari kelompok Sekar Sari tersebut dan menyadari mulai tumbuhnya suatu ‘modal sosial’ di antara mereka, keenam kelompok petani ini melebur menjadi KSM Nyungcung. Dalam organisasi yang lebih besar ini, keenam kelompok bersama-sama merumuskan program kerja KSM mereka, yaitu:

• Membangun organisasi yang solid melalui perumusan aturan organisasi yang disepakati bersama; pembagian peran yang jelas di antara pengurus dan anggota; dan menjadikan musyawarah sebagai alat untuk menyelesaikan masalah dan sebagai keputusan tertinggi dalam organisasi.

• Mengembangkan kegiatan konservasi melalui sosialisasi tentang Leuweung Hejo, Masyarakat Ngejo; pembibitan pohon buah dan kayu; pemanfaataan lahan pekarangan dengan beragam tanaman; penggunaan pupuk dan insektisida alami; pemeliharaan pohon-pohon di Leuweung Larangan; dan pengamanan hutan.

Leuweung Hejo, Masyarakat Ngejo diterjemahkan oleh KSM Nyungcung

sebagai tata ruang yang terdiri dari Leuweung Larangan, Leuweung

Dudukuhan dan Lembur. Leuweung Larangan merupakan zona/wilayah berhutan, sumber mata air, yang harus dilindungi berdasarkan kearifan lokal dan aturan yang disepakati bersama. Zona ini hanya dapat diakses oleh warga

untuk kepentingan pendidikan lingkungan dan penelitian. Leuweung

Dudukuhan adalah zona penyangga Leuweung Larangan. Zona ini dapat diakses oleh warga dalam bentuk talun. Lembur merupakan zona untuk pemukiman, persawahan, peternakan dan perkebunan rakyat. Pengaturan ruang seperti ini akan diikuti dengan pilihan vegetasi, fasilitas dan aktivitas yang sesuai dengan karakter dan fungsi zona masing-masing. Sejauh ini, aktivitas yang telah dilakukan oleh anggota KSM dan warga adalah

penghijauan di zona yang dinilai sebagai Leuweung Larangan, dan

• Berpartisipasi dalam kegiatan sosial melalui kegiatan pengajian rutin, olahraga dan kepemudaan; gotong royong untuk perbaikan rumah beberapa MANULA dan jalan; serta penggalangan bantuan untuk MANULA dan anak yatim piatu.

Sementara itu, masing-masing anggota KSM Nyungcung, yaitu tiga kelompok petani perempuan dan tiga kelompok petani laki-laki, mempertajam/memperbaiki kembali tujuan, kegiatan, kepengurusan, dan aturan kelompok mereka, yang disampaikan pada Tabel 17 berikut ini.

Tabel 17. Profil Singkat Enam Kelompok Petani (Perempuan dan Laki-laki), Anggota KSM Nyungcung

Nama Kelompok Tujuan Pembentukan Kegiatan Aturan Kelompok

Cepak Nangka (24 orang perempuan)

Meningkatkan kondisi lingkungan dan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat • Membuat pagar hidup di setiap rumah anggota; • Merintis usaha keripik pisang; • Liliuran; • Mengadakan pertemuan rutin kelompok; • Mengadakan kegiatan ‛sekolah’ perempuan; • Usaha simpan pinjam; • Pengajian.

• Setiap anggota wajib berbagi pengalaman/ pengetahuan dari setiap kegiatan luar yang diikuti;

• Wajib menabung; • Adanya simpanan

wajib;

• Uang kelompok hanya dapat digunakan oleh anggota kelompok; • Setiap peminjam dikenakan bunga sebesar 10 %. Andam (16 orang perempuan) • Menambah ilmu; • Berpartisipasi dalam upaya pelestarian hutan; • Meningkatkan ekonomi keluarga. • Mengadakan pertemuan rutin kelompok; • Pembibitan; • Penanaman; • Pemeliharaan kebun bersama; • Liliuran.

• Setiap Liliuran, anggota wajib hadir;

• Jika berhalangan tanpa ada penjelasan, maka dalam pertemuan kelompok wajib dibahas tentang ketidak-hadiran anggota tersebut;

• Bagi anggota yang tidak dapat ikut kegiatan, diwajibkan memberikan bibit Rimba Lestari (30 orang laki- laki) Menciptakan pengelolaan sumberdaya hutan yang berbasis masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat • Pembibitan dan okulasi; • Penanaman serempak; • Liliuran; • Studi banding; • Merintis usaha keripik; • Pemetaan; • Patroli Hutan;

• Setiap anggota wajib menanam pohon, minimal 5 batang; • Ketika hadir dalam

pengajian, anggota diwajibkan untuk sosilisasi tentang KDTK kepada majelis pengajian;

Lanjutan Tabel 17.

Nama Kelompok Tujuan Pembentukan Kegiatan Aturan Kelompok

• Pengajian. • Dilarang menebang

pohon tanpa alasan yang jelas;

• Dilarang membuang sampah di sekitar mata air;

• Secara berkala atau pada kondisi tertentu, akan diadakan penggantian pengurus kelompok Anggrek (13 orang perempuan) Meningkatkan ekonomi keluarga • Penanaman pohon di lahan tandus • Merintis ‛sekolah’ perempuan; • Merintis usaha keripik; • Merintis pengadaan keuangan kelompok melalui tabungan anggota.

• Setiap anggota wajib menanam pohon kayu dan buah;

• Setiap anggota wajib menabung di kelompok. Sinar Harapan (24 orang laki- laki) Melestarikan hutan yang ada di Nyungcung • Pembibitan pohon • Bertani • Pengajian • Wajib menjaga lingkungan; • Mengontrol semua kegiatan; • Dilarang menebang pohon. Cinta Hutan (16 orang laki- laki) Mempraktekkan konservasi di pertanian agar untuk mencapai kehidupan petani yang makmur dengan alam yang subur • Okulasi • Liliuran • Penanaman • Pengajian • Menjaga lingkungan • Melestarikan hutan

Sumber: Catatan Proses Pertemuan Kelompok-kelompok Petani Nyungcung, RMI 2005

Menjalankan kegiatan dengan aturan internal kelompok yang telah disepakati ternyata tidak berjalan dengan baik. Untuk kelompok petani perempuan, yaitu Cepak Nangka dan Andam, di antara pengurus dan anggotanya sering mengalami kesulitan mendapatkan izin dari suami untuk menjalankan kegiatan-kegiatan kelompok sesuai dengan waktu yang telah disepakati bersama. Selain itu, menurut anggota Kelompok Andam, mereka juga belum memahami secara baik tentang keorganisasian dan program utama KSM Nyungcung yaitu mewujudkan model konservasi lokal Leuweung Hejo, Masyarakat Ngejo. Hal ini

mungkin menjadi salah satu penyebab mengapa kemudian semangat mereka menurun dalam perjuangan KSM selanjutnya. Untuk Kelompok Anggrek, selain semangat menjadi menurun juga, mereka juga dihadapkan pada persoalan pekerjaan sehari-hari di rumahtangga masing-masing yang menyebabkan sebagian dari mereka tidak dapat melakukan kegiatan kelompok. Sedangkan pada kelompok petani laki-lakinya, Kelompok Cinta Hutan memiliki persoalan yang sama seperti Kelompok Andam, yaitu belum mengerti tujuan program utama KSM Nyungcung. Persoalan yang lain adalah belum tersolidkannya antara pengurus dan anggota Kelompok Cinta Hutan.

Semua penjelasan dalam bab lima ini menggambarkan bahwa pada tingkat tertentu, feminisasi kemiskinan dapat merupakan salah satu faktor pendorong munculnya militansi perempuan dan laki-laki untuk saling menghubungkan diri dalam suatu gerakan keluar dari kemiskinan. Dalam perjalanannya, tingkat militansi perempuan dan laki-laki ini, menguat atau melemah, juga dipengaruhi oleh pihak luar yang bergabung dalam gerakan mereka tersebut, dalam hal ini RMI, untuk sejauh mana dapat menguatkan satu sama lain melalui penyelesaian persoalan-persoalan internal dalam gerakan tersebut.

Catatan Kaki

1

Di Kampung Nyungcung, sebagian warga masih percaya waktu pantangan untuk tidak bekerja di sawah adalah hari Senin dan Jumat. Sedangkan di Kampung Kopo dan Pabangbon, waktu pantangannya jatuh pada hari Minggu.

2

Doa Amit adalah doa yang yang dilakukan sebelum kegiatan bersawah dengan membuat sesajen dan dipimpin oleh sesepuh kampung.