• Tidak ada hasil yang ditemukan

Merekonstruksi Konsep Leluhur

Dalam dokumen Mata Ketiga Dan Intuisi (Halaman 79-85)

18. Merekonstruksi Konsep Leluhur

Etnik-etnik Indonesia yg digolongkan Austronesia (Melayu) satu keturunan dengan penduduk asli Taiwan, Philipina, Hawaii (AS), Tahiti (Perancis), Selandia Baru, sampai Madagaskar. Yg digolongkan Melanesia (Papua) satu keturunan dengan penduduk asli Australia. Kita lihat, hampir semuanya di Samudera Pasifik. Kita orang Indonesia adalah bangsa Pasifik. Yg

terkucilkan. Dikucilkan oleh semacam persatuan atawa solidaritas Pasifik dengan alasan sudah melupakan identitas asal. Kurang lebih seperti itu kalau saya baca peta politik di Pasifik.

Anda perhatikan, bahkan sampai detik ini tetap ada istilah-istilah teknis seperti Polynesia, Micronesia, Melanesia dan Austronesia. Semuanya merujuk kepada etnik-etnik penduduk asli Pasifik dan wilayah spesifiknya. Tadinya istilah Indonesia termasuk salah satu istilah teknis semacam itu. Karena istilah Indonesia sudah dibajak menjadi nama negara tanpa bayar royalty, makanya harus diciptakan istilah baru.

Bahkan orang sudah lupa bahwa Indonesia aslinya adalah istilah teknis, diciptakan oleh seorang ilmuwan Barat. Istilah Indonesia ini dipakai untuk merujuk kepada etnik-etnik Pasifik yg terkena pengaruh budaya India, yaitu mereka yg tinggal di Sumatera (paling Barat) sampai Maluku (paling Timur), dan batasnya ditarik terus sampai ke pulau yg paling atas di Philipina (paling Utara).

Saya rasa gen orang Pasifik lemah sekali. Kalau tidak ada campuran dengan pendatang, maka rentan terhadap penyakit. Penduduk asli pulau Paskah, di sebelah Baratnya benua Amerika Selatan juga keturunan Austronesia (Melayu). Mereka sudah punah. Habis ditelan penyakit. Pulau Paskah sekarang menjadi bagian dari negara Chile.

Orang Hawaii bisa bertahan karena banyak kawin campur dengan pendatang bule dan Jepang. Orang Tahiti dan Maori kawin campur dengan bule. Penduduk asli Philipina kawin campur dengan pendatang Spanyol dan Cina. Penduduk asli Indonesia kawin campur dengan pendatang dari India, Cina, Arab dan Eropa. Karena banyak yg kawin campur, maka gennya menjadi lebih kuat. Begitu lho kisahnya. Tapi tetap tidak menihilkan fakta bahwa kita aslinya orang Pasifik. Nenek moyang kita penduduk asli Pasifik, walaupun banyak dari kita sudah keturunan

campuran. Termasuk saya.

Kalau mau mencari asal-usul bersama, harus diurutkan kepada yg satu keturunan, yaitu penduduk asli di pulau-pulau yg saya sebutkan di atas. Dari Taiwan, Philipina, Hawaii, Tahiti, Selandia Baru sampai Madagaskar.

Sebagian besar orang Indonesia digolongkan Austronesia. Dulu dan mungkin sampai sekarang, secara spesifik kita disebut Malayo-Polynesia. Sekarang umumnya disebut Austronesia saja. Malayo-Polynesia artinya orang Polynesia yg berakar bahasa Melayu, yaitu kita ini. Ditambah

orang-orang Philipina, Malaysia, Brunei, dan Taiwan. Orang Polynesia lainnya adalah orang Hawaii (AS), Tahiti (Perancis) dan Maori (Selandia Baru). Anda perhatikan, orang-orang

Polynesia yg wilayahnya dikuasai oleh orang Barat sudah maju sekarang. Kita yg merdeka masih tertinggal di belakang.

Saya pikir orang Polynesia seperti etnik-etnik Indonesia sudah tidak ada lagi di daratan Asia. Yg ada di Semenanjung Malaka adalah keturunan dari mereka yg tadinya di Indonesia. Baru pindah kesana beberapa ratus tahun lalu saja.

Yg mungkin perlu diteliti adalah orang Madagaskar. Saya pernah kenal orang Madagaskar waktu saya kuliah di AS. Ternyata aksen mereka medhok Jawa. Jadi, gaya bicaranya seperti orang Jawa bicara bahasa Inggris. Dan benar-benar medhok. Apakah orang Madagaskar keturunan imigran dari Jawa? Mungkin ya, tapi rentang waktunya ribuan tahun. Bukan dipindahkan kesana oleh orang-orang Barat. Sampai kesana sendiri ribuan tahun lalu. Penampilan fisiknya juga mirip sekali dengan orang Indonesia, cuma rambutnya agak kribo, mungkin karena ada campuran Afrika, mengingat Madagaskar terletak persis di sebelah Timur benua Afrika.

T = Apakah kandungan Spiritualitas Masyarakat Melanesia di Papua?

J = Dreamland kalau saya pahami dari penelitian anthropologis tentang orang Aborigine. Mereka bisa mengerti tata-cara baru apabila dijelaskan lewat cerita seolah-olah ada sesuatu yg muncul di dalam mimpi. Mimpi siapa? Dan apa saja yg didapat di dalam mimpi itu. Jadi, dari dunia mimpi, dreamland, dikisahkanlah sesuatu, dan dari situ baru dihubungkan dengan realitas fisik. Perlu sensitifitas luar biasa untuk mengikuti tata-cara budaya yg ini. Kalau tidak diikuti, bisa rusak tatanan. Orang Australia saja setengah mati. Dan orang Indonesia boleh bilang tidak ada yg mengerti. Sama sekali tidak sensitif.

T = Saya rasa ini berkaitan dengan hubungan spiritualitas dalam sistem totem dan kepercayaan leluhur.

J = Ya, kurang lebih seperti itu. Harus lewat kisah seolah-olah ada leluhur yg datang melalui mimpi. Mungkin sebagian misionaris Katolik dan Protestan menguasai teknik itu. Pemerintah tidak.

T = Ya, ketika Misionaris Katolik datang ke Merauke sebagai contohnya mereka menguasai kajian antropologi sebagai dasar untuk menerjemahkan agama di dalam kehidupan masyarakat yang memiliki kesukuan di dalam sub-sub tertentu. Misalnya Misionaris akan menguasai Bahasa setempat, mempelajari sistem nilai hingga hal-hal lainnya. Ini yang mendorong bagaimana Agama begitu mengikat.

J =Misionaris Katolik bisa mengikat masyarakat Papua di bagian Selatan, dan penginjil Protestan bisa mengikat masyarakat Papua di bagian Utara. Islam bisa juga, di pesisir yg berdekatan dengan Ternate. Sebagai seorang Papua asli, anda menggunakan istilah "mengikat". Rupanya bagi anda tidak terlalu bermasalah apabila ada yg mengikat, apabila memang bisa dibuatkan ikatannya. Dan anda merasa pemerintah NKRI tidak bisa berbuat itu. Menurut saya, karena pemerintah NKRI tidak sensitif. Mereka pikir Papua berisikan masyarakat tidak beradab,

pedahal beradab dalam konteks Melanesia. Itulah peradaban Melanesia. Harus ada yg diikat di dunia mimpi, dan dijelaskan dengan kiasan-kiasan. Misalnya, ada Dewa Burung Garuda yg datang melihat-lihat pulau berbentuk burung lalu kawin dengan perempuan disana. Mengajarkan lagu Garuda Pancasila. Bukan khayalan tetapi uraian berdasarkan tafsir mimpi. Menurut saya begitulah ciri khas masyarakat Melanesia yg menempati pulau yg sekarang disebut New Guinea sampai benua Australia.

Austronesia ataupun Melanesia, kita tetap saja keturunan lemur, yaitu mamalia yg bergeraknya lamban. Mereka hidup sejaman dengan dinosaurus, jutaan tahun lalu. Di benua yg sekarang tenggelam di dasar lautan. Tapi keturunannya selamat karena terjadi mutasi genetik ketika bumi dibombardir oleh partikel radioaktif dari luar angkasa. Kutub bumi terbolak-balik karena

benturan dengan benda angkasa. Es di kutub mencair, banyak daratan tenggelam. Dinosaurus dan hewan-hewan raksasa punah, bermutasi menjadi reptilia kecil-kecilan seperti cicak, kadal dan sejenisnya. Lemur juga bermutasi. Sebagian jadi monyet, sebagian jadi manusia. Ini soal mutasi genetik. Tokek, biawak, buaya, dan sejenisnya keturunan dinosaurus dan berbagai hewan melata raksasa. Monyet, gorilla, manusia dan sejenisnya keturunan lemur.

Ini bukan keyakinan tetapi hipotesa atau dugaan. Kita bisa menduga bahwa cicak dan kadal adalah hasil mutasi dari dinosaurus, brontosaurus dan reptil raksasa lainnya yg hidup jutaan tahun lalu dan sekarang sudah punah. Manusia juga dihipotesakan keturunan mamalia yg hidup jutaan tahun lalu. Bukan monyet, tetapi lebih atas lagi. Saya sebut sebagai lemur.

Anda bisa berhipotesa tentang asal-usul manusia. Kisah Adam dan Hawa juga cuma salah satu hipotesa.

Ada kemungkinan lemur yg kita kenal sekarang bentuk mini dari lemur purba. Seperti kadal yg bentuk mini dari dinosaurus. Jadi begitu gara-gara mutasi genetik, karena dibombardir oleh radio aktif dari luar angkasa. Semua bermutasi genetik. Salah satu hasil mutasinya sekarang dikenal sebagai nenek moyang manusia. Manusia purba yg mirip dengan monyet, tapi punya otak cukup untuk mengembangkan kemampuan bicara. Lalu belajar sedikit demi sedikit, sampai akhirnya bisa menyembah Tuhan mereka masing-masing.

T = Lemur memiliki banyak famili, kera purba yang merupakan nenek moyang manusia di wilayah Lemuria masih dalam ordo primata kemungkinannya cukup besar jika berasal dari mutasi genetik salah satu family dari lemur purba, saya lihat yang jenis megaladapis, memang secara genetik memiliki banyak kemiripan dengan manusia.

J = Biar saja ilmu pengetahuan menelitinya terus. Yg jelas, manusia bukan keturunan monyet. Manusia dan monyet sama-sama keturunan lemur purba. Menjadi seperti sekarang karena ada mutasi genetik. Bencana alam luar biasa yg melemparkan bumi keluar dari porosnya,

membalikkan kutub-kutub, dan membuat punah leluhur kita yg masih berbentuk binatang besar-besar. Kita juga masih binatang, tapi bentuknya lebih kecil.

Tatanan budaya asli Melanesia di Australia sudah hancur berantakan. Mungkin lebih dari separuh orang Aborigine di Austalia sudah keturunan campuran dengan bule. Bisa dilihat dari cirik fisiknya yaitui kulit hitam, rambut ikal, dan mata biru. Atau sebaliknya. Tetapi mereka yg campuran ini bukannya menjadi bule, tetapi menjadi Aborigine tidak jelas. Mabuk-mabukan. Dikasih segalanya gratis oleh pemerintah, tetapi dibuang-buang. Dibuatkan rumah dari kayu, yg mahal sekali tentunya di Australia. Tetapi rumahnya dirubuhkan, dan kayunya dibuat untuk masak. Mereka lebih suka tinggal di udara terbuka. Australia berusaha mengerti budaya

Melanesia, tetapi terlambat. Dan setahu saya masih berusaha dengan susah payah.Indonesia sama sekali tidak mengerti. Mereka pikir orang Papua sama saja seperti suku-suku terasing di

Sumatera atau Kalimantan yg ras Melayu. Ras Melayu lebih mudah ditata, karena sedikit banyak sudah kena pengaruh Hindu. Ada yg bisa menyambung dengan jalan pikiran Indonesia modern. Orang Papua tidak begitu, karena rasnya beda. Bahkan antara satu kampung dengan kampung sebelahnya juga seringkali beda. Bahkan beda bahasa. Makanya Papua berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, bahkan dengan sesama orang Papua, karena tidak ada bahasa lain lagi yg bisa untuk saling dimengerti. Tapi tatanannya mensyaratkan adanya kehidupan di dreamland, dunia mimpi. Dunia mimpi mereka adalah alam pikiran kita. Konsep-konsep. Kita harus cerita seolah-olah dapat mimpi, dan mimpi kita dibandingkan dengan mimpi tetangga. Satu persatu menceritakan mimpi-mimpinya, lalu kesimpulannya apa. Kalau mau ada yg berubah, harus ada mimpi universal. Kurang lebih begitu jalan kerjanya. Jadi, program pemerintah harus

dipresentasikan seolah-olah mimpi. Sudah ada kejadian di mimpi, dan menurut mimpi itu, orang harus pergi ke Puskesmas karena bisa jadi sehat. Lalu dibandingkan dengan mimpi penduduk kampung. Mungkin harus mimpi berkali-kali, berbulan-bulan, bertahun-tahun. Tidak bisa asal melabel tidak beradab. Peradaban atau cara pikirnya beda. Mereka sudah seperti itu selama, mungkin, puluhan ribu tahun. Sedangkan orang Barat dan Melayu seperti kita baru masuk kesana selama 100 tahun saja.

T = Ini yang sedang menjadi pertanyaan mendasar saya, bagaimana orang Indonesia

memandang peradaban orang Papua ? Dari dreamland mungkn bisa dipahami bagaimana realitas ini dibangun untuk mendorong kemajuan suatu peradaban. Saya rasa titik tolaknya kemampuan para pemimpin untuk menginterpretasikan mimpi-mimpi orang Papua. Karena masalah

kontekstual adalah masalah akulturasi ini menjadi tombak membangun peradaban.

J = Mungkin paling praktis mengikuti contoh AS dan Kanada, juga Australia, dimana penduduk asli diberikan wilayah ganti rugi mutlak yg tidak bisa diganggu-gugat. Milik bersama, dan

dikelola oleh tiap-tiap suku. Di AS namanya nation, jadi disana mungkin ada puluhan nation, dan ratusan sub-nation American Indian. Di Kanada juga begitu. Punya wilayah sendiri, berhak mengelola apapun di wilayahnya. Kenapa harus begitu? Karena status Papua sama seperti wilayah Australia dan Amerika Utara. Wilayah berpenduduk sedikit yg diambil-alih oleh orang Barat. Indonesia di Papua statusnya sama seperti Belanda di Papua, melakukan kolonisasi. Sama seperti AS mengkolonisasi wilayahnya sekarang. Sama seperti Inggris yg mengkolonisasi Kanada dan Australia. Solusinya harus dengan memberikan ganti rugi berupa tanah adat milik suku-suku asli yg tidak bisa diganggu-gugat.

T = Ini perkara sulit yang tidak mampu diinterpretasikan untuk kemajuan secara umum bagi Orang Papua. Karena persoalan mendasar arus migran tinggi tetapi kompensasi tidak jelas soal ganti rugi. Masalah Persepsi juga perkara sulit .Kita lemah dalam kajian Psiko-sosial untuk

mendefinisikan peradaban Orang Papua. Masalah kesukuan merupakan masalah sulit. Setiap kebijakan hanya berpikir untuk kepentingan umum. Tetapi kesejatian setiap suku-suku yang merupakan protipe dari sub klan kecil adalah sesuatu yang amat rumit dipahami karena kehadiran kolonialisme ini tidak mampu merajut kesenjangan.

J = Saya rasa, itu pula yg tidak bisa dihadapi oleh pemerintah AS dan Kanada. Juga Australia dan Selandia Baru. Pemerintahan modern bekerja berdasarkan sistem rasional, tidak bisa terlalu terlibat dengan tetek bengek kesukuan. Jalan pintas yg paling cepat adalah memberikan wilayah konservasi. Di AS banyak wilayah konservasi untuk bermacam-macam Indian nations. Di Kanada sudah ada. Di Australia ada, setelah perjuangan di pengadilan bertahun-tahun. Di Selandia Baru juga ada, orang Maori diberikan wilayah merdeka sendiri, tapi tetap dalam kedaulatan negara Selandia Baru. Setelah wilayah konservasi ini ada, barulah suku-suku bisa mengatur hubungan antara mereka sendiri. Tidak bisa melibatkan pemerintah pusat maupun daerah yg bekerja berdasarkan sistem berbeda. Pemerintah bisa mengikuti, tapi cuma bisa sampai tahap tertentu. Tidak realistis untuk menuntut pemerintah mengerti segala aspek kesukuan. Dalam hal itu pemerintah gagal. Tapi kemungkinan lainnya, mereka juga tidak mungkin bisa berhasil. Kemampuannya tidak ada. Terbatas karena essensi kerjanya beda. Seperti mesin yg fungsinya untuk mengalirkan air ke bawah lewat lorong besar, dan bukan lewat gorong-gorong kecil yg bisa mengalir turun, tapi bisa juga mengalir naik balik kembali. Untuk cabang-cabang kecil seperti itu, setiap komunitas kesukuan harus mengatur dirinya sendiri. Asal diberikan hak dasar, selebihnya atur sendiri.

T = Lebih dari 200 Suku sistem kesukuan dengan akar Spiritualitas yang berbeda. Saya jadi berpikir mungkin perlu demokrasi kesukuan tersendiri. Saya rasa mungkin berangkat dari konsep dream land. Agama coba dipahami hanya di belakang layar.

J = Itulah yg perlu dipikirkan serius, bagaimana mengalokasikan wilayah konservasi bagi lebih dari 200 suku dengan budaya berbeda. Harus lihat AS dan Kanada yg sudah berhasil

memberikan wilayah konservasi kepada orang Indian-Amerika. Dan relatif berjalan mulus. Australia mengikuti contoh mereka. Selandia Baru juga. Cuma Indonesia saja yg masih bebal, mengira masih bisa mengatur Papua seperti mengatur Jawa. Tentu saja tidak bisa. Beda jauh.

T = Pengalaman memahami dua kampung yang berjarak 50 km dengan protipe orang serta keanekaragaman aturan itu menjadi sesuatu yang menantang saya. Agak susah merekonstruksi pemikiran para pejabat bagaimana merekonstruksi konsep kesukuan sebagai sebuah kedaultan tersendiri. Ketika pemerintah mengintervensi wilayah kesukuan maka hilangnya kedaultan dari suku-suku. Dimana ada program transmigrasi. Saya rasa ini merusak tatanan kosmologi dan secara sengaja membunuh peradaban dan pada akhirnya peradaban akan hilang.

J = Konsep peradaban juga harus diperjelas dalam pembahasan serius. Beradab memang, tapi konteksnya apa, lingkup yg dimaksud sampai mana? Kesukuan atau lokal, propinsi, nasional atau internasional?

T = Dalam perspektif keseimbangan Kosmologi Masyarakat Marori di Merauke disebut sar. Suatu konsep penghormatan terhadap orang mati yang dilakukan secara bertahap mulai dari 3 hari sampai 1000 hari dengan menjaga keseimbangan Alam melalui praktik sasi pada

hutan-hutan, benda -benda hingga air dan serta tumbuhan tertentu. Praktik akan berakhir dengan suatu pesta bunuh babi yang dinamakan Yaraw onggi. Sebuah perspektif melanesia soal Perjalanan arwah.

J = Berarti sudah ada pengaruh Melayu di Merauke karena, setahu saya, ritual 3 / 7 / 40 / 100 / 1000 hari peringatan kematian merupakan salah satu dasar adat yg dipraktekkan suku-suku Melayu di Indonesia. Atau, apakah bisa ditelusuri dari mana asal-muasalnya? Apakah dari India atau Cina?

T = Praktek ini tercampur dengan Budaya Melayu. Garis Melanesianya hilang karena proses akulturasi ini. Versi melanesia hanya terlihat praktek sasi terhadap totem-totem tertentu. Hingga ritualitas ini tercermin sebagai proses menghormati orang mati atau meninggal. Warna

Spiritualitas terletak pada leluhur.

Ada yang menarik dari kesejatian Spiritualitas pada marga. Marga memiliki akar Spirit yang berbeda. Kandungan atau konsep dreamland yang terjadi di Aborigin dapat dijadikan rujukan bagaimana setiap suku bangsa merekonstruksi gagasan mereka tentang hidup. Mulai dari Mitologi hingga praksis nilai hidup. Saya rasa dalam praktek Spirit Modern masuknya agama-agama tidak mampu memahami ini. Ada perbedaan mendasar ketika terjadi masuk agama-agama misalnya di Merauke 1902. Akar Spirit budaya sengaja hilang.

J = Suatu saat dalam hidup manusia modern, kita bisa memutuskan mau mengikuti pola leluhur atau tidak. Mereka yg berhasil, yaitu di negara-negara maju, umumnya mengambil keputusan untuk memutuskan rantai dengan leluhur. Pernak-pernik bisa tetap ada, simbolik saja, dan tidak merasa perlu mengikuti apa yg digariskan oleh leluhur karena, walaupun bisa dijelaskan dampak positifnya bagi lingkungan, ternyata tidak cocok untuk dibawa terus ke masa kini. Kita bisa menciptakan mimpi baru, kelanjutan mimpi leluhur kita.

T = Ini perkara panjang bagaimana merekonstruksi pemahaman bahwa leluhur adalah untuk menciptakan perubahan. Kita bisa belajar melepaskan masa lampau tanpa terikat dengan leluhur hanya memaknai sebagai simbol perubahana tanpa terikat langsung. Saya rasa ini perkara sulit. Dalam traktat budaya berpikir melanesia, konsep renaisansi boleh tersentuh. Ada pijakan bahwa simbol leluhur mewarnai. Saya perspektif ini yang harus ditinjau dalam budaya Modern. Dalam pengaruh hinduism dan Budha di Belahan kebudayaan melayu akulturasi pengetahuan kuat tetapi dalam sejarah melanesia belum terjadi. Namun dalam pandangan saya ada yang hilang dari perubahan ini. Kemampuan untuk mengembangkan invasi teritorial berupa perang suku dan mengayau itu yang hilang.

J = Merekonstruksi konsep leluhur cuma bisa dilakukan pribadi per pribadi, tidak bisa secara komunal. Yg ini tabu dibicarakan karena banyak orang merasa kehilangan harga diri. Orang lupa, manusia tidak dihargai dari pernak pernik yg menempel di badannya. Atau ayat-ayat yg diucapkan oleh mulutnya. Ada konsep Hak Asasi Manusia, berlaku universal di satu muka bumi, yg tidak dikenal oleh leluhur umat manusia, dan baru muncul setengah abad terakhir ini saja. Kalau mau ikut leluhur, anda tidak kenal hak asasi manusia. Anda tetap jadi pelengkap penderita. Bukan ulah leluhur, tapi ulah anda sendiri.

+++

Dalam dokumen Mata Ketiga Dan Intuisi (Halaman 79-85)