• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran ternak untuk masyarakat miskin

Dalam dokumen status dunia trkini Sumber Daya Genetik (Halaman 127-131)

Manfaat dan Nilai Sumberdaya Genetik Ternak

GAMBAR 35 Ekspor neto – telur

8 Peran ternak untuk masyarakat miskin

Seperti diuraikan sebelumnya, ternak mempunyai peran dan fungsi yang bermacam- macam, dan dapat berkontribusi dalam banyak cara pada kehidupan pemeliharanya. Masyarakat yang lebih kaya cenderung memiliki banyak alternatif untuk memenuhi kebutuhannya (kecukupan finansial, transportasi pakai motor, dll). Jenis material dan layanan seperti ini seringkali tidak memungkinkan bagi masyarakat miskin. Ternak, sebagai aset multifungsi, menjadi penting dalam banyak aspek mata pencaharian yang strategis bagi orang miskin. Selanjutnya, ternak memberikan kesempatan pada kaum miskin kesempatan menguntungkan dari sumberdaya yang mungkin sukar untuk

memanfaatkan secara produktif akan limbah pertanian, limbah makanan, dan padang gembalaan umum. Data akurat tentang jumlah pemelihara ternak yang miskin di dunia sukar didapat (walaupun ada sejumlah jalan dimana ’kemiskinan” dan ”pemelihara ternak” dapat ditetapkan). Perkiraan terakhir memberi gambaran sekitar 550 sampai 600 juta jiwa petenak miskin di dunia (Thornton et al., 2002;

IFAD, 2004).

Konsumsi produk peternakan yang dihasilkan sendiri (susu, telur, atau daging) dapat memberikan kontribusi penting pada nutrisi rumah tangga keluarga miskin (contohnya: memberikan vitamin esensial dan mikronutrien). Kotoran ternak dan pengolahan lahan dengan ternak merupakan input vital dalam sistem usahatani petani miskin, bila tidak, mungkin mereka harus berinvestasi pada alternatif input usahatani yang lebih mahal. Fungsi menabung dan manajemen hadapi resiko yang disebutkan di atas juga memberikan arti besar bagi orang miskin dapat mengurangi kerentanan terhadap, berfluktuasinya pendapatan yang berasal dari kegiatan lain, dan memberikan sumber pendapatan tunai untuk mencukupi kebutuhan hariannya. Untuk keluarga tani yang lebih berkecukupan dapat memperbesar kegiatan pemeliharaan ternak dan terlibat dalam produksi yang berorientasi pasar merupakan cara yang potensial untuk meningkatkan pendapatan dan memperbaiki sumber mata pencahariannya. Lebih lanjut, penumpukan modal dalam bentuk ternak dapat memberikan kesempatan untuk masuk dalam kegiatan sumber mata pencaharian baru. Tiga strategi diberi istilah ”Bergantung pada usaha pokok” (hanging in),

”Memperluas usaha” (stepping up) dan ”Keluar dari usaha” (stepping out) (Tabel 30) (Dorward et al., 2004).

Demikian juga peran ternak dalam aspek finansial, dan penyediaan input fisik sebagai sumber mata pencaharian rakyat miskin, disamping fungsi penting ternak dalam kehidupan sosial. Kepemilikan ternak memungkinkan untuk berpartisipasi dalam

TABEL 30

Peranan dari ternak berdasarkan strategi mata pencaharian

Strategi Mata

pencaharian Peran Prinsip dari Ternak Hanging in” (bergantung

pada usaha pokok)

Cukup memenuhi hidup pokok keluarga

Produksi komplemen (input bagi tanaman)

Buffer terhadap fluktuasi pendapatan

Sebagai asuransi usaha “Stepping up” (perluasan

usaha)

Penumpukan modal usaha Produksi komplemen (input bagi usaha tanaman) Orientasi pasar dan pendapatan “Stepping out” (keluar

dari usaha pokok)

Penumpukkan modal usaha Sumber : diambil dari Dorward et al. (2004).

kehidupan sosial dan budaya masyarakat, serta pertukaran ternak melalui hadiah dan pinjaman sebagai cara memperkuat jaringan sosial yang dapat membantu masyarakat pada saat diperlukan (FAO, 2002; IFAD, 2004; Riethmuller, 2003).

Sejumlah laporan negara mengakui adanya potensi peranan ternak dalam mengurangi kemiskinan. Dicatat juga beberapa jenis ternak cenderung lebih dikaitkan dengan kemiskinan dibanding yang lain. Laporan dari Botswana (2003), contohnya, mengindikasikan penyebaran kambing lebih merata dibanding sapi di antara mata pencaharian di pedesaan. Namun, di beberapa Negara, sapi dan kerbau juga sangat penting bagi mata pencaharian orang miskin. Laporan dari Bangladesh (2004) mencatat bahwa 62,5% dari ruminansia besar di Negara itu dipelihara oleh peternak kecil dan yang tidak mempunyai lahan. Beberapa laporan menyebutkan potensi yang kuat dari jenis ternak asli untuk meningkatkan mata pencaharian rakyat miskin. Laporan dari Republik Demokrasi Rakyat Laos (2005) dan Indonesia (2003), contohnya, mencatat arti penting dari memelihara ayam lokal sebagai kegiatan rakyat

miskin, yang seharusnya didukung melalui program pengembangan dan penelitian lebih jauh. Laporan dari Ethiopia (2004) menyinggung hasil studi terkini, yang mendapatkan ayam Fayoumi yang dipelihara bebas (tidak dikandangkan) sebagai alat untuk mengurangi kemiskinan. Penemuan yang sama berhubungan dengan breed ayam yang mencari-cari makan

bebas dilaporkan dalam laporan Ghana (2003). Sebaiknya laporan dari beberapa negara lain menguraikan peran positif dari kegiatan perkawinan silang yang sudah dirancang dengan baik. Laporan dari Bangladesh (2004), contohnya, menyinggung program produksi semi-bebas yang didukung oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM/NGO) dan Dinas Peternakan (Department of Livestock Services), yang memberi sumber pendapatan pada perempuan miskin dan pemuda di daerah pedesaan. Burung eksotik dan persilangannya dipelihara dan didukung dengan pakan tambahan, peningkatan manajemen dan perawatan kesehatan (ibid.). Sama juga, laporan dari Republik Tanzania (2004) melaporkan kontribusi dari breed kambing yang diimpor secara bertahap dapat meningkatkan konsumsi susu di antara kelompok masyarakat berpendapatan rendah.

Juga diakui pentingnya konsumsi produk ternak untuk peningkatan nutrisi, khususnya untuk anak-anak, wanita hamil dan ibu yang menyususi juga diakui (laporan Sri Lanka, 2003). Laporan dari Uganda (2004) mencatat bahwa susu kambing dari breed Kigezi digunakan untuk

konsumsi anak yang sakit dari keluarga yang sangat miskin.

Sekitar 70% wanita terdapat di dunia miskin (UNDP, 1995). Maka strategi pembangunan yang berkontribusi pada mata pencaharian wanita. Sangat penting ditinjau dari perspektif pengurangan kemiskinan. Sejumlah laporan mengidentifikasi bahwa kelas ternak tertentu, produk atau aktivitasnya dimana para perempuan mempunyai peran tertentu dan akses terhadap sumberdayanya dan dalam pembuatan keputusan. Perempuan cenderung

dikaitkan dengan pemeliharaan spesies ternak yang lebih kecil seperti ayam, kambing dan domba (laporan Botswana, 2003; laporan Central African Republic, 2003; laporan Comoros, 2005; laporan Guinea, 2003; laporan Ghana, 2003; laporan Kenya, 2004; laporan Nigeria 2004; laporan United Republic of Tanzania, 2004). Laporan dari Mozambique (2004) melaporkan bahwa wanita umumnya memelihara ayam dan babi, sementara laki-laki memelihara sapi dan ruminansia kecil. Alternatifnya, perempuan mungkin secara dekat terlibat dalam mengurus sapi (laporan Mali, 2002). Dalam hal breed, laporan dari Niger

(2003) menyebutkan kambing Chèvre Rousse de Maradi dikaitkan khususnya dengan wanita. Di sebagian negara, wanita mempunyai peran khusus dalam mengolah dan atau menjual susu (laporan Guinea, 2003; laporan Ghana, 2003; laporan Mali, 2002; laporan Nigeria, 2004). Laporan dari Mauritania (2005) menyatakan bahwa penjualan kulit olahan dan kulit mentah penting sebagai sumber pendapatan bagi perempuan dari bagian masyarakat yang paling dirugikan. Namun peran gender tidak perlu stabil. Laporan dari Lesotho (2005) melaporkan bahwa memelihara babi di negara tersebut secara tradisi dilakukan terutamanya oleh perempuan, tetapi peningkatan permintaan daging babi membuat laki-laki terlibat dengan sendirinya di dalam mengurus ternak tersebut.

Meskipun kontribusi wanita sangat berarti dalam produksi ternak, seperti laporan dari Niger (2003) yang mencatat bahwa kegiatan pelatihan dan penyuluhan sering ditujukan pada orang laki-laki. Kebijakan dianjurkan untuk mempromokasikan peranan wanita dalam memelihara ternak, termasuk pengembangan teknologi yang relevan seperti peralatan yang dapat menghemat tenaga untuk mengolah produk ternak (laporan Nigeria, 2004), pelatihan, organisasi dan pemberian kredit (laporan Guinea, 2003; laporan Mali, 2002). Namun tingkat buta huruf yang rendah diakui sebagai faktor pembatas untuk mempromosikan peran

wanita dalam memelihara ternak (laporan Guinea, 2003).

9 Kesimpulan

Informasi yang diberikan dalam laporan negara- negara menggambarkan bahwa penggunaan SDGT sangat bervariasi. Khususnya pada kasus sistem produksi dengan tingkat kepemilikan yang kecil pada negara berkembang. Banyak peternak bergantung pada ternak untuk memberi input pada produksi tanaman pertanian, disamping sebagai fungsi jaminan (asuransi) dan aset yang penting dimana pelayanan finansial modern belum tersedia atau belum stabil. Di masyarakat perkotaan, fungsi ternak cenderung berkurang – berfokus pada orientasi pasar dari produksi makanan, serat, kulit, dan kulit olahan. Namun demikian, sebagian fungsi kebudayaan tetap penting – termasuk perannya dalam olahraga serta kesenangan (terutamanya kuda) dan sumber suplai produk makanan dalam perayaan tertentu. Peran baru juga muncul (sering untuk

breed tradisional) dalam warisan dan industri

pariwisata dan dalam pelayanan pelestarian lingkungan. Akan tetapi masih besar kesenjangan pengetahuan dalam hubungannya dengan peran breed yang spesifik, dimana breed

tersebut mempunyai karakteristik yang membuatnya sesuai untuk fungsi khusus atau kondisi produksi tertentu. Untuk itu diperlukan lebih lengkap data untuk dikumpulkan dan tersedia melalui sistem informasi yang ada.

Peran ganda ternak dan kombinasi dari peran interdependen bebas memerlukan keragaman di dalam populasi ternak – meliputi breed khusus

dan breed multifungsi. Akan tetapi, pengambilan

keputusan di lapangan dari manajemen SDGT sering dicirikan oleh kurangnya perhatian untuk fungsi ganda, khususnya output yang tidak berhubungan dengan pasar dan keuntungan yang sukar untuk dikuantifikasi. Dalam kondisi demikian ada bahaya bahwa nilai breed lokal

multifungsi menjadi kurang dihargai, dan hanya sebagian dari kontribusi ternak pada kehidupan manusia yang dapat diperoleh.

Daftar Pustaka

Arya, H.P.S., Yadav, M.P. & Tiwari, R. 2002.

Livestocktechnologies for small farm systems. In P.S. Birthal & P.P. Rao eds. Technology options for sustainable livestock production in India. Proceedings of the Workshop on Documentation, Adoption, and Impact of Livestock Technologies in India, 18–19 Jan 2001, ICRISAT-Patancheru, India, pp. 8–89. New Delhi/Patancheru, India. National Centre for Agricultural Economics and Policy Research/ International Crops Research Institute for the Semi-Arid Tropics.

Bodó, I. 2005. From a bottle neck up to the commercial option. Paper presented at the 4th World Italian Beef Cattle Congress, Gubbio, Italy, 29 April 29 – 1 May 1, 2005. (available at www.anabic.it/congresso2005/ atti/lavori/023%20def_Bod%C3%B2_st.pdf). CR (Country name). Year. Country report on the state

of animal genetic resources. (available in DAD-IS library at www.fao.org/dad-is/).

Dorward, A.R., Anderson, S., Paz, R., Pattison, J., Sanchez Vera, E., Nava, Y. & Rushton, J. 2004. A guide to indicators and methods for assessing the contribution of livestock keeping to the livelihoods of the poor. London. DFID. (also available at www. ilri.cgiar.org/html/Guide16Dec.pdf).

FAO. 2002. Improved animal health and poverty reduction for rural livelihoods. Animal Production and Health Paper, No. 153. Rome.

FAO. 2003a. The yak. Second edition revised and enlarged by G. Wiener, H. Jianlin, & L. Ruijun. Bangkok. FAO Regional Office for Asia and the Pacific.

FAO. 2003b. World agriculture towards 2015/2030. An FAO perspective. Edited by J. Bruinsma. London. Earthscan.

FAOSTAT. (available at http://faostat.fao.org/). Hungarian Grey Workshop. 2000. The origins of the

Hungarian Grey cattle. Proceedings of a workshop held in Bugacpuszta, Hungary, 23–24 November 2000.

IFAD. 2004. Livestock services and the poor. A global initiative. Collecting, coordinating and sharing information. Rome. International Fund for Agricultural Development.

Riethmuller, P. 2003. The social impact of livestock: a developing country perspective. Animal Science Journal, 74(4): 245–253.

Sarkar, A.B. 2001. Strategies for development of animal husbandry in Assam. In B.C. Barah, ed. Prioritisation of strategies for agricultural

development in Northeastern India. Proceedings 9, pp. 29–33. New Delhi. National Center for

Agricultural Economics and Policy Research (ICAR).

Schiere, J.B. 1995. Cattle, straw and system control. Amsterdam. Koninklijk Institute voor de Tropen. Thornton, P.K., Kruska, R.L., Henninger, N.,

Kristjanson, P.M., Reid, R.S., Atieno, F., Odero, A.N. & Ndegwa, T. 2002. Mapping poverty and livestock in the developing world. Nairobi. International Livestock Research Institute. (also available at www.ilri. cgiar.org/InfoServ/Webpub/fulldocs/mappingPLDW/in dex.htm).

UNDP. 1995. The human development report 1995: gender and human development. New York, USA. United Nations Development Programme.

Bab E

Sumberdaya Genetika Ternak

Dalam dokumen status dunia trkini Sumber Daya Genetik (Halaman 127-131)