• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan sosial budaya

Dalam dokumen status dunia trkini Sumber Daya Genetik (Halaman 121-125)

Manfaat dan Nilai Sumberdaya Genetik Ternak

GAMBAR 35 Ekspor neto – telur

7 Pemanfaatan dan nilai lain

7.2 Peranan sosial budaya

Selain tambahan dari kepentingan ekonomi, hampir semua laporan negara-negara dari semua region di dunia, mengakui peran sosial

budaya dari ternak. Motivasi budaya mempengaruhi penggunaan dari SDGT, dan juga seringkali berhubungan kuat antara komunitas masyarakat dengan breed lokalnya. Hal ini berkontribusi pada perkembangan dan pemeliharaan keragaman genetika ternak di banyak bagian di dunia. Di beberapa masyarakat pemotongan atau penjualan ternak cenderung dihubungkan dengan faktor sosial budaya dibanding hasil dari motivasi komersialnya saja. Di wilayah Pasifik Baratdaya, contohnya pentingnya babi pada kewajiban sosial dan untuk konsumsi pada waktu upacara dan pesta ditekankan dalam laporan negara negara (laporan Palau, 2003; laporan Samoa, 2003; laporan Tonga, 2005; laporan Tuvalu, 2004). laporan Cook Islands (2005) dimana dilaporkan lebih banyak ternak dipotong untuk fungsi budaya, keagamaan, rekreasi atau sosial dari pada yang dipasarkan.

Peran ternak dalam kehidupan keagamaan dan budaya sangat bervariasi, dan disini hanya mungkin memberi beberapa indikasi dari keragaman yang disebutkan dalam laporan negara- negara. Di Guinea-Bissau, contohnya, ternak ruminansia kecil penting untuk memberi makan tamu pada acara penguburan, baptisan, ulang tahun, perkawinan dan pesta keagamaan(laporan Guinea-Bissau, 2002). laporan Burundi (2003) melaporkan hal yang sama tentang pentingnya domba dalam upacara untuk menandai kelahiran kembar. Laporan dari Nigeria (2004) mengindikasikan bahwa sapi Muturu dan domba jantan memainkan peran dalam festival pemberian gelar (title-taking) dan festival kepala suku, sementara di bagian utara Nigeria, unta berperan sebagai ternak upacara yang membawa drum dan tanda-tanda kebesaran pada hari prosesi Sallah. Ternak dengan warna spesifik atau dengan karakter lain sering lebih disukai untuk peran budaya khusus. Di Chad, contohnya, ayam hitam atau putih murni lebih disukai untuk upaca keagamaan (laporan Chad, 2004). Demikian juga di Zimbabwe, sapi Mashona hitam serta sapi Nguni

berwarna merah dan putih lebih disukai untuk tujuan upacara (laporan Zimbabwe, 2004).

Laporan Bangladesh (2004) menyampaikan bahwa sejumlah besar kambing dan sapi dikorbankan dalam upacara Hari Raya Idul Adha. Laporan Sri Lanka (2003) menyinggung bahwa sapi dan kerbau diinginkan untuk dipotong kadangkala dilepaskan terlebih dahulu sebagai upaya untuk memastikan kesembuhan teman atau saudara dari penyakit. Di bagian negara Bhutan, yang anak pertama sapi Yak yang lahir pada tahun tersebut dikorbankan, sementara di bagian lain di negara tersebut tengkorak sapi yak dituliskan dengan nama pendeta Buddha; yak mungkin juga dilepaskan menjadi liar sebagai pemuasan untuk dewa lokal (Laporan Bhutan, 2002). Di beberapa bagian Indonesia tradisi kerbau dipotong sebelum pekerjaan konstruksi bangunan dimulai (Laporan Indonesia, 2003). Breed khusus seperti kerbau Kalang dan kerbau Belang dicatat untuk penggunaannya dalam tradisi ritual (ibid.). Di India, institusi keagamaan seperti Gaushalas berkontribusi pada konservasi/pelestarian breed asli (Laporan India, 2005).

Di pedesaan Peru, sapi, kuda dan keledai berperan pada pesta budaya seperti Yawar Fiesta dan Jalapato (Laporan Peru, 2004). Laporan dari Vanuatu (2004) menyebutkan praktek tradisional mengawinkan babi agar meningkatkan kejadian hermaphrodit semu atau “Narave” pada babi jantan. Dimasa lalu intersex pada babi sangat berarti untuk budaya lokal, dan

breeding untuk tujuan ini masih dilakukan pada

skala yang sangat terbatas (ibid.).

Hasil sampingan ternak juga mempunyai arti untuk kehidupan budaya. Kulit dan tanduk domba, kambing dan sapi, dan juga bulu unggas mempunyai berbagai peran pada upacara keagamaan dan sebagai hadiah (Laporan Togo, 2003). Hal yang sama juga di Kamerun, bulu ayam Guinea dipakai untuk produksi barang artistik dan merupakan bahan untuk upacara (Laporan Cameroon, 2003).

Di beberapa masyarakat, pertukaran ternak secara tradisi mempunyai peran menjaga ikatan

sosial. Laporan dari Congo (2003) mencatat peminjaman dan hadiah ternak, warisan, dan pemindahan ternak pada waktu perkawinan berfungsi untuk menjaga jaringan dari kewajiban dan ketergantungan di dalam keluarga dan kelompok social, dan juga dapat menjadi manifestasi hubungan hirarki diantara strata sosial. Demikian juga Laporan dari Cameroon (2003) melaporkan bahwa beberapa spesies unggas penting untuk menjaga ikatan sosial, dan dicatat bahwa pertimbangan budaya merupakan faktor penting yang mempengaruhi pemilihan

breed. Laporan dari Uganda (2004)

menyebutkan peran dari breed sapi Ankole dan

Zebu dalam kewajiban tradisi yang dihubungkan dengan perkawinan. Di bagian Malaysia kerbau digunakan sebagai mas kawin (Laporan Malaysia, 2003). Laporan dari Pilipina (2003) juga melaporkan pemakaian kerbau sebagai hadiah “pengantin laki (bride)”.

Praktek pengobatan tradisional kadang- kadang melibatkan ternak. Laporan dari Uganda (2004) menyatakan kepercayaan masyarakat akan susu kambing sebagai obat penyakit campak (measles). Di Zambabwe, sebagian komunitas memberi susu kedelai pada anak- anak, karena dapat menyembuhkan penyakit (Laporan Zimbabwe, 2004). Upacara dan praktek penyembuhan tradisional kadangkala mempengaruhi pilihan jenis ternak yang digunakan. Laporan dari Mozambik (2004) misalnya, menerangkan bahwa ayam yang berbulu keriting populer digunakan untuk pengobatan tradisional. Oleh karena itu, harga ayam tersebut lebih mahal dari pada ayam biasa. Di Uganda, domba hitam putih sangat dihargai dalam pengobatan tradisional (Laporan Uganda, 2004). Di Peru, marmut terutama yang berwarna hitam, digunakan sebagai obat tradisional (Laporan Peru, 2004). Laporan dari Republik Korea (2004) menyatakan bahwa kambing lokal dan ayam Yeonsan Ogol, bersama jenis ternak lainnya seperti rusa, umumnya dipelihara untuk menyuplai produk yang digunakan sebagai obat tradisional. Jenis- jenis ayam tertentu juga sangat berguna untuk

tujuan pengobatan di Vietnam (ayam Ac dan ayam Tre) dan di Cina (ayam silkies) (Laporan Cina,2003; Laporan Vietnam, 2005). Laporan dari Sri Lanka (2003) menyatakan bahwa sebagian produk ternak seperti Ghee, dadih, kaldu sisa pembuatan keju (whey), kotoran dan urine digunakan pengobatan indigenus dan ayurvedic.

Di beberapa negara industri ternak dan produk ternak terus mempunyai peran nyata dalam budaya. Sejumlah acara tradisional keagamaan di Jepang, contohnya, melibatkan ternak hidup (Laporan Jepang, 2003), tetapi tidak ada tendency untuk menggunakan breed asli dari

pada yang exotic pada acara tersebut (ibid.). Di Latvia permintaan telur warna putih pada waktu perayaan Paskah untuk pewarnaan telur, angsa panggang secara tradisi dimakan pada waktu missa Martin dan ayam jantan panggang pada waktu perayaan Natal (Laporan Latvia, 2003). Di beberapa masyarakat pedesaan di Romania terus menggemukan babi untuk konsumsi pada waktu Perayaan Natal (Laporan Romania, 2003).

Akan tetapi pada beberapa kasus dimana kebiasaan di pedesaan bersama kerajinan tangan tradisional dan praktek pertaniannya, mulai kehilangan perannya dalam kehidupan sehari-hari. Sekarang dianggap sebagai produk ”warisan” yang dipasarkan kepada turis atau wisatawan. Seringkali terdapat kebutuhan mendesak untuk memperoleh pendapatan baru dan diversifikasi di daerah pedesaan, dan potensi dari breed ternak asli untuk menarik minat para pengunjung sangat relevan. Di lain pihak, breed tradisional yang langka mungkin

dipelihara untuk atraksi khusus seperti taman pertanian, musium pedesaan; hal ini mugkin ternak tersebut dipelihara sebagai bagian dari ”taman kebudayaan” yang membantu menarik turis di daerah tertentu. Laporan dari Jepang (2003) menyebutkan institusi seperti museum sapi di Maesawa, yang berkontribusi pada kesadaran akan sejarah dalam sistem pemeliharan ternak. Laporan dari Serbia and Montenegro (2002) mencatat pengenalan kembali breed asli di area sekitar tempat

pemandian air panas dan monastri agar dapat meningkatkan daya tarik turis. Akan tetapi pembangunan tersebut tidak terbatas pada negara-negara industri atau wilayah yang lebih maju. Laporan dari Nepal (2004), contohnya menyebutkan potensi dari eko-tourism dan taman pertanian, dan Laporan dari Cina (2003) mencatat peranan kuda dalam industri pariwisata. Demikian juga di Amerika Selatan, unta dipelihara sebagai atraksi di taman dan lokasi wisata (Laporan Peru, 2004).

Di banyak negara, peran kebudayaan dari ternak tidak hanya dinilai dari potensinya dalam menghasilkan pendapatan, tetapi juga sebagai elemen dari ”warisan nasional”. Di Republik Korea, contohnya, kuda Jeju dan ayam Yeonsan Ogol (dicatat karena berwarna hitam pada paruh, kuku dan kulit serta organ dalam) dipelihara agar dapat menjadi monumen nasional (Laporan Republic of Korea, 2004). Di Jepang, beberapa varietas ayam bersama dengan sapi Mishima dan kuda Misaki dicalonkan sebagai asset nasional” dan dimasukkan dalam usaha konservasi khusus (Laporan Japan, 2003). Hal yang sama juga dikemukakan dalam banyak laporan negara- negara dari Eropa dan Kaukasus. Laporan dari Hungaria (2003), contohnya, mencatat bahwa konservasi SDGT ada hubungan dalam mempertahankan aspek lain dari negara kebudayaannya – yang mulai dari arsitektur dan pakaian sampai makanan dan nyanyian rakyat.

Di semua wilayah di dunia, ternak digunakan pada berbagai olah raga dan hiburan. Di Timur Tengah dan sekitarnya, kuda penting dalam kebudayaan dan sangat antusias pengembangbiakan kuda dan kuda pacuan (Laporan Republik Islam Iran, 2004; Laporan Jordania, 2003; Laporan Kyrgyzstan, 2004). Kuda juga dipakai untuk ditunggangi untuk bersenang-senang dan berbagai pertunjukan penampilannya, perayaan, sirkus dan pameran (Laporan Republik Islam Iran, 2004; laporan Tunisia, 2003). Kuda juga luas digunakan untuk tujuan olah raga di wilayah Eropa dan Kaukasus. Laporan dari Irlandia (2003), contohnya,

menyinggung kegiatan seperti pacuan kuda ”point to – point”, pertunjukan melompat dan perlombaan. ”Harness racing” dan ”trotting” (perlombaan mengekang kuda dan lari berderap) populer di sebagian Eropa (laporan Norway, 2003; laporan Slovenia, 2003). Pada beberapa kasus, peran olahraga diakui sebagai alat untuk menjaga pelestarian bangsa ternak yang terancam. Contohnya laporan dari Republik Korea (2004) melaporkan bahwa jalur pacuan kuda sudah dibangun dengan tujuan khusus untuk pacuan breed kuda Jeju yang dilindungi.

Beberapa spesies lain juga dipelihara untuk tujuan olahraga. Di Pulau Madura di Indonesia, contohnya bangsa sapi lokal digunakan untuk pacuan dan tarian (laporan Indonesia, 2003). Laporan dari Pilipina (2003) dan Malaysia (2003) menyebutkan kerbau untuk pacuan. Laporan Srilanka (2003) mencatat sapi digunakan pacuan. Breed lokal dikagumi karena

kemampuannya dalam berlari pada perisitiwa tersebut di atas (ibid.). Itik adalah spesies lain yang ada kemampuan terbang (laporan Indonesia, 2003). Di Bhutan, tarian yak merupakan kebudayaan yang penting (laporan Bhutan, 2002). Di Vietnam, Ho dan Choi ayam aduan digunakan sebagai hiburan pada pesta keagamaan (laporan Viet Nam, 2005).; laporan Indonesia (2003) juga menyebutkan perkelahian ayam jantan sebagai aktivitas budaya, dan juga

breeding domba Garut untuk domba aduan.

Sama juga pertarungan sapi jantan juga popular di beberapa Negara (laporan dari Peru, 2004).

Memelihara ternak mungkin juga merupakan kegiatan kesenangan/hobi. Fungsi yang paling terkenal di region yang sudah maju seperti di Eropa dan Kaukasus. Menurut laporan dari Denmark (2003) “sapi potong, kuda, domba, kambing, kelinci, itik dan angsa, kalkun, burung unta dan rusa, utamanya dipelihara oleh pemelihara sebagai pengisi waktu, untuk bersenang-senang di waktu luang dan sebagai hobi pemuliabiakan”. Para peternak tersebut kurang dipengaruhi oleh motivasi komersial, sehingga kontribusinya menjadi penting pada pelestarian breed yang kurang menguntungkan.

Di Inggris, konservasi breed kuda dan pony

sangat bergantung pada antusias peternak skala kecil dan peternak paruh waktu (laporan United Kingdom, 2002). Spesies kecil seperti kelinci dan khususnya unggas, sering popular di antara para

breeder yang hobi. Contohnya laporan Turkey (2004) mencatat breed ayam asli Denizli dan

Gerze, popular di antara kelompok pemelihara ternak tersebut di atas. Motivasi yang sama dilakukan di tempat lain di dunia – laporan dari Sri Lanka (2003) mencatat bahwa itik, kalkun dan ayam mutiara dipelihara untuk tujuan kesenangan, dan laporan Pakistan (2003) menyinggung bahwa merak dan ayam hutan dipelihara sebagai binatang kesayangan.

Di beberapa tempat, kesukaan lama akan

breed khusus juga mempengaruhi kegiatan para

peternak tradisional skala kecil. Laporan dari Romania (2003), contohnya, melaporkan bahwa kesukaan petani membantu melestarikan sejumlah breed dan varietas domba, seperti

domba Tsurcana, Blackhead Ruda dan Corkscrew Walachian.

Produk makanan tertentu juga penting secara budaya di beberapa Negara. Contohnya termasuk popularitas daging domba Dhamari dan keju kambing Taez kambing merah di Yaman (laporan Yaman, 2002). Daging ayam kampung dianggap mempunyai rasa lebih baik dibanding ayam ras oleh konsumen di Malaysia. Demikian juga, laporan dari Philippina (2003) mencatat bahwa breed babi asli lebih disukai dan mempunyai harga yang lebih tinggi, khususnya negara yang mempunyai spesialisasi babi panggang atau pasar “lechon”. Contohnya dari Eropa dan Kaukasus termasuk kesukaan dari konsumen lokal di Albania untuk daging yang diproduksi secara tradisional dan keju dari domba dan kambing asli seperti Dukati; permintaan untuk kualitas keju Halloumi, yang membawa peningkatan jumlah pada breed kambing asli dan persilangannya di area perbukitan di Cyprus; dan potensi penggunaan dua jenis babi Croasia lokal yang terancam punah dari babi breed Black Slavonian dan Turopolje pada program kawin silang untuk

menghasilkan produk tradisional kualitas tinggi seperti sosis dengan rasa paprika dan ham (laporan Albania, 2002; laporan Croatia, 2003; laporan Cyprus, 2003).

Konsumen kaya yang mencari kualitas dan variasi dalam makanannya semakin meningkatkan permintaan akan produk khusus (“niche market”). Penjualan bagi para wisatawan

juga menjadi bagian penting untuk memasarkan produk makanan lokal yang khusus. Oleh karena itu pentingnya mempertahankan breed lokal untuk memenuhi permintaan tersebut sangat luas diakui, khususnya di Eropa dan Kaukasus. Akan tetapi, di beberapa negara, breed ternak

lokal untuk memenuhi permintaan pasar khusus tersebut justru menunjukkan populasi yang menurun. Di Nepal, contohnya, babi Bampudke, yang diakui untuk mutu dagingnya dilaporkan pada keadaan hampir punah (Laporan Nepal, 2004). Sama juga, keju yak dilaporkan sangat popular di Nepal, tetapi populasi ternak yak terus menurun (ibid.).

Dalam dokumen status dunia trkini Sumber Daya Genetik (Halaman 121-125)