• Tidak ada hasil yang ditemukan

B\ J

Antibodi spesifik

(f!!lJ!) ~r

/ Sel plasma matang

/ @) ""'114

Antigen

®~~/~4

Selblas

~~

Sel plasma Sel memori

(belum rnatang) Limfosit B

If--

Segmen aferen Segmen eferen

Antigen + lg G/lg M

PROPER DIN

,,,

lg A endotoksin, dll

...

Gambar 5-3. Respons imun humoral*

...

.,,.

Non-imunologik/(enzim) ,.."I

"",,,,,. I I

' I I

/ I

I I

I I

/ I I

JALAN KLASIK

I I

1 (anafllatol(sin) \

/

(anafllatoksin, faktor kemotaktik)

I C3a

vc

4 )

aderensi opsonisasi

JALAN ALTERNATIF

Gambar 5-4. Aktivasi komplemen*

Pada aktivasi secara klasik, setelah terjadi ikatan antigen dengan lgG atau lgM, maka sub unit C1, ialah C1q akan melekat pada kompleks Ag-Ab dan memicu reaksi bertingkat tersebut.

Pada aktivasi alternatif, agregasi lgA atau kadang- kadang lgG dan lgM akan memicu faktor D yang akan langsung memicu C3 tanpa melalui C1, C4 dan C2Oleh karena itu, aktivasi secara altematif merupakan satuan protein tersendiri yang langsung memicu C3 tanpa melalui C1, C4 dan C2Kedua cara aktivasi tersebut akan memecah komponen C3. C3 selanjutnya memecah Cs yang akan meneruskan pemecahan Cs, C7, CB dan cg sehingga terjadi lisis. Lisis sel merupakan mekanisme aktivitas biologik komplemen dan fungsi yang sama juga terdapat pada mekanisme pertahanan serta reaksi hipersensitivitas tipe II, meskipun lisis sel bukan merupakan efek akhir.

Aktivasi komplemen mengakibatkan terben- tuknya fragmen peptida aktif biologis yang meng- hasilkan peradangan. Hal tersebut tidak hanya akan membantu aktivasi komplemen, tetapi juga akan mengaktivasi respons imun dan respons peradangan.

Berbagai komponen komplemen mempunyai keaktivan biologis, namun yang terpenting ialah C5a Komplemen ini dapat menyebabkan penarikan secara kimiawi neutrofil, monosit, dan eosinofil;

menyebabkan degranulasi sel mas serta perem- besan protein dari pembuluh darah. Neutrofil akan teraktivasi untuk lebih cepat bermigrasi serta me- ningkatkan aktivitas metabolik laktose monofosfat.

C5a seperti juga C3a mampu merangsang migrasi neutrofil dan monosit. Mekanisme ini akan menarik berbagai fagosit ke daerah terjadi- nya reaksi antigen-antibodi. Adanya berbagai sel peradangan merupakan langkah penting untuk terjadinya fagositosis serta eliminasi kompleks antigen-antibodi atau bahan infeksi. c3b serta CSb merupakan opsonin yang akan menyelubungi bakteri serta bahan lain sehingga mempermudah terjadinya fagositosis. C3, C5a dan bagian kecil

c2

yang disebut sebagai

c2

kinin, menyebabkan dilatasi vaskular dan pelepasan protein. c3a dan CSa memacu degranulasi sel mas yang akan me- ngeluarkan histamin. Bagian Cs dapat meng- aktivasi sistem pembekuan. Aktivasi komplemen

juga mengakibatkan aktivasi sistem kinin dan terbentuknya kinin vasoaktif.

Aktivasi komplemen melalui jalur alternatif dapat dipicu oleh lebih banyak materi dibanding- kan dengan jalur klasik, misalnya pecahan lgG,

lgM, lgA dan lgE. Racun kobra, endotoksin, sel

bakteri dan berbagai polisakarida merupakan berbagai bahan yang dapat memicu komplemen melalui jalur alternatif. Bahan tersebut akan mengakibatkan aktivasi faktor D kemudian membentuk kompleks dengan c3b dan dengan faktor B yang akan memecah C3. Setelah pemecahan C3, aktivasi selanjutnya sama dengan yang terjadi pada jalur klasik.

Selain aktivasi melalui jalan klasik dan alter- natif, bakteri atau enzim dapat memicu komplemen tanpa adanya ikatan antigen-antibodi. Enzim akan langsung memacu c1 •• C3, dan Cs. C1 dapat di- aktifkan oleh presipitasi lg, virus tertentu, protein C-reaktif, protein stafilokokus, dan heparin. C3 diaktivasi oleh plasmin, protease jaringan dan trombin. Enzim lisosom pada PMN serta racun laba-laba akan langsung memicu Cs. Berbagai zat tersebut di atas turut berpartisipasi sebagai zat mediator untuk komplemen pada reaksi peradangan. Komponen komplemen merupakan mediator yang mengatur peradangan dan proses infeksi.

3. IMUNITAS SELULAR

Seperti sistem imun humoral yang melibat- kan sel B serta imunoglobulinnya, maka sistem imun selular melibatkan sel T dengan limfokin- nya (Ii hat gambar 5-4 ). Sel T meliputi 80-90%

jumlah limfosit darah tepi di antara 90% jumlah limfosit timus. Sel T hanya mempunyai sedikit imunoglobulin pada permukaannya dibandingkan dengan sel B sehingga apabila dilakukan inkubasi dengan antiimunoglobulin manusia dan diperiksa dengan mikroskop imunofluoresens tidak akan terjadi fluoresensi. Namun, sel T mempunyai reseptor pada permukaan sel yang dapat berikatan dengan sel darah merah kambing. Apabila sel T diinkubasi dengan sel darah merah kambing akan terbentuk roset yang terdiri atas beberapa sel darah merah mengelilingi sel T.

Segmen aferen Segmen eferen

RESPON IMUN SELULAR

Antigen

.. ,. /~-=---~

lififX.

Limfokin

"

®

Limfosit T

® /I.!'@'--..~-?

S•IBI~ ~ ~ --@JJ8·

Limfosit tersensitisasi spesifik

Limfosit T

teraktivas~ (~

~J

Sel memori

Gambar 5-5. Aktivasi sel imunokompeten oleh antigen pada respons imun selular*

AKTIVITAS OPSONISASI Bakteri

'":·" ....

Gambar 5-6. Proses fagositosis (dengan cara opsonisasi) bakteri*

Sebelum sel T dapat bereaksi terhadap antigen, maka antigen tersebut harus diproses serta disajikan kepada sel T oleh makrofag atau sel Langerhans, disebut sebagai sel penyaji antigen (SPA = antigen presenting ce//s/APC). Setelah terjadi interaksi antara makrofag, antigen dan sel T, maka sel tersebut akan mengalami transformasi blastogenesis sehingga terjadi peningkatan aktivitas

*dikutip dari daftar pustaka 1 dengan modifikasi

*dikutip dari daftar pustaka 3 dengan modifikasi

metabolik. Selama mengalami proses transformasi tersebut sel T akan mengeluarkan zat yang disebut sebagai limfokin, yang mampu merangsang dan mempengaruhi reaksi peradangan selular.

Berbagai macam limfokin, yang mampu me- rangsang dan mempengaruhi reaksi peradangan selular, antara lain faktor penghambat migrasi makrofag Macrophage Inhibitory Factor {MIF);

faktor aktivasi makrofag Macrophage Activating Factor (MAF); faktor kemotaktik makrofag; faktor penghambat leukosit Leucocyte Inhibitory Factor (LF); interferon dan limfotoksin. Berbagai mediator tersebut mampu mempengaruhi makrofag, PMN, limfosit dan berbagai sel lain sehingga terjadi reaksi hipersensitivitas lambat (tipe IV). Contoh dalam bidang penyakit kulit ialah dermatitis kontak alergik.

Reaksi peradangan yang dipicu oleh limfokin dimulai dengan aktivasi limfosit oleh adanya kontak dengan antigen spesifik yang mampu mengeluarkan faktor kemotaktik limfokin dan akan membawa sel radang ke tempat kontak.

Berbagai sel tersebut akan tertahan di tempat aktivasi limfosit oleh faktor penghambat migrasi makrofag dan faktor penghambat leukosit.

Selanjutnya, makrofag akan diaktivasi oleh faktor aktivasi makrofag menjadi sel pemusnah (killer cell) yang mengakibatkan kerusakan jaringan. Terjadi jalinan amplifikasi yang melibat- kan faktor mitogenik limfosit, akan menyebabkan limfosit lain berperan serta pada respons hiper- sensitivitas lambat ini. Makrofag dapat juga ber- peran pada respons imun dengan jalan menge- luarkan monokin, misalnya interleukin 1 yang melibatkan limfosit untuk berperan serta pada reaksi peradangan tersebut. Sejalan dengan terikatnya antigen spesifik pada permukaan sel T, maka sel T akan mengalami proliferasi klonal untuk memproduksi turunan limfosit yang secara genetik diprogramkan untuk berekasi dengan antigen spesifik yang telah mengaktivasi sel pendahulu/ prekusor nya. Proliferasi klonal biasanya terjadi di jaringan limfoid.

Sistem imun selular akan diatur oleh subset sel T, disebut sebagai sel T penekan dan sel T penolong yang akan mengatur derajat respons imun dan sintesis antibodi, sehingga kedua sel tersebut di atas merupakan penghubung antara sistem imun selular dan sistem imun humoral, sekarang dikenal sebagai sel T regulator (regulatory T cell/ Treg cells). Sel T reg dipicu oleh SPA/sel dendrit yang belum matang. Jumlah sel T reg yang tidak mencukupi akan menyebabkan autoimunitas yang bersifat organ spesifik. Sel tersebut jug a berperan dalam melakukan kontrol derajat dan lamanya respons imun terhadap mikroba.

4. SISTEM FAGOSITOSIS

Fagosit ialah sel yang mampu memusnah- kan benda asing. Sistem fagositosis terutama ter- diri atas PMN, monosit dan makrofag. Makrofag tidak hanya mampu mengadakan fagositosis, tetapi juga penting untuk memajan antigen kepada limfosit T, memproduksi berbagai komplemen tertentu, serta mengeluarkan lisosom, aktivator plasminogen, protease tertentu dan monokin.

Fagosit akan tertarik ke daerah kerusakan jaringan oleh faktor kemotaksis yang dikeluarkan oleh berbagai jaringan dengan berbagai macam

cara. Limfosit yang terkativasi akan mengeluar-

kan limfokin. Bagian komplemen yaitu C Sa merupakan faktor kemotaktik yang juga akan memproduksi faktor kemotaktik. Fagosit mampu mengetahui sumber faktor kemotaktik tersebut dan bermigrasi ke arahnya. Melalui mekanisme tersebut fagosit akan sampai ke tempat antigen.

Kadang-kadang antigen merupakan kompleks imun atau bakteri, maupun bahan infeksius berselubung antibodi dan komplemen.

Neutrofil dan monosit mempunyai reseptor pada permukaannya untuk C3 dan bagian F dari lgG sehingga mampu mengikat lg dan men~lan­

nya bersama dengan antigen yang melekat.

Setelah berada di dalam sel, vakuol berisi antigen akan menyatu dengan vakuol yang berisi enzim proteolitik. Oleh proses tersebut antigen akan dirusak dan dihancurkan. Fagosit yang berasal dari sel makrofag-monosit juga penting untuk memproses antigen dan merangsang penge- luaran substansi aktif biologis yang akan memicu respons imun serta peradangan.

Apabila terjadi infeksi, antibodi (lgG, lgM, lgA) akan terikat pada bakteri dan mengaktivasi komplemen (lihat gambar 5-5). c3b dan CSb akan mengopsonisasikan bakteri untuk persiapan fagositosis. cs. dan peptida yang dikeluarkan bakteri bertindak sebagai faktor kemotaktik yang mampu menarik fagosit ke arah infeksi. Fagosit menangkap dan memusnahkan bakteri.

5. MEDIATOR

Terdapat beratus macam substansi kimia, disebut sebagai mediator, yang mempengaruhi dan memicu respons imun dan proses peradang-

an. Komplemen merupakan salah satu mediator

tersebut. Terdapat pula mediator peradangan lain termasuk slow reacting substance of anaphylaxis (SRSA), prostaglandin, faktor permeabilitas limfonoduli, protease, fibrinolisin dan faktor kemotaktik. Beberapa mediator dikeluarkan oleh sel, misalnya sel mas, limfosit, neutrofil, eosinofil, makrofag, dan trombosit. Beberapa dikeluarkan oleh plasma atau jaringan.

Histamin merupakan mediator penting, tidak saja sebagai penyebab vasodilatasi, pengeluaran protein, dan menimbulkan rasa gatal, tetapi juga secara langsung akan memicu respons peradang- an, misalnya dengan mengurangi respons blasto- genesis limfosit. Serotonin merupakan mediator yang terdapat pada traktus gastrointestinalis dan otak. Dikeluarkan oleh sel PMN dan mencegah pembentukan granuloma dan trombosis.

Kinin merupakan polipeptida yang dapat me- nyebabkan vasodilatasi serta peningkatan per- meabilitas kapiler. Kinin dihasilkan oleh perkursor plasma atau terbentuk pada aktivasi komplemen, pembekuan darah, atau pada proses fibrinolisis.

6. SITOKIN

Merupakan sistem komunikasi terintegarsi yang menyebabkan pergerakan dan interaksi antarsel. Sitokin terdiri atas lebih dari 20 protein bermolekul kecil dan merupakan "hormon" sistem imun. Sitokin akan terikat pada reseptor permukaan spesifik, dan mempunyai efek berbeda untuk sel yang berbeda, atau berbeda untuk setiap kadar tertentu pada sel yang sama. Berbagai sitokin dapat mempunyai efek yang sama pada sel yang berbeda, dan umumnya akan bekerja sama untuk saling mempengaruhi. Sehingga umumnya sel akan bereaksi terhadap 'campuran' sitokin yang dapat berubah-ubah setiap saat.

Umumnya sitokin dinamakan sesuai dengan fungsinya (interferon, tumor necrosis factor, T cell growth factor). Namun kemudian diketahui bahwa satu jenis sitokin dapat mempunyai berbagai fungsi, sehingga dibentuk Komite International (1978), dan sitokin baru yang ditemukan disebut sebagai interleukin (between white cell disingkat dengan IL) serta diberi nomor mulai dari IL-1 sampai IL-18, meski berbagai nama lama tetap dipertahankan,

sehingga kadang-kadang menimbulkan kerancuan pengertian, misalnya:

• Interleukin, dengan pengecualian IL-1, umum- nya berasal dari sel T dengan 'segudang' aktivitas.

• Interferon. Penting guna membatasi replikasi virus, tetapi juga berperan pada regulasi sel NK (IFN-a,13) dan makrofag (IFN-y)

Tumor necrosis factor. Terutama berperan pada proses inflamasi, tumpang tindih dengan

IL-1, tetapi juga mempunyai efek antitumor.

Colony-stimulating factor. Terutama ber- tanggung-jawab untuk kematangan berbagai jenis leukosit pada sumsum tulang. Hanya IL-3 yang dinamakan interleukin.

Transforming growth factor. Umumnya berperan sebagai penghambat suatu proses, misalnya inflamasi dan penyembuhan Iuka.

Kemokin. Merupakan kelompok molekul ber- kaitan dengan pergerakan sel (kemotaksis)

Akhir-akhir ini minat terhadap penggunaan sitokin untuk menghambat suatu proses yang terjadi dalam tubuh sangat besar. Sitokin inhibitor alami dapat berbentuk antibodi, reseptor bebas, atau antagonis yang dibuat khusus (specially tailored antagonist). TNF adalah salah satu sitokin dengan sifat antagonis yang telah banyak diteliti atau dicobakan pada berbagai proses inflamasi.

Dapat diperkirakan bahwa pada masa men- datang produksi sitokin dan antitoksin akan berkembang dengan pesat.

Definisi mengenai apa yang termasuk dan yang tidak termasuk dalam kata sitokin belum seluruhnya disepakati. Beberapa di antara yang disepakati sebagai sitokin dapat dilihat pada tabel 5.2.

RINGKASAN

Respons imun terjadi sebagai akibat peristiwa yang menyangkut antigen, limfosit, antibodi, limfokin/sitokin, mediator kimia, dan sel efektor untuk melindungi tubuh manusia terhadap ber- bagai bahan asing yang merugikan, serta untuk menyingkirkan jaringan mati atau rusak.

Tabel 5-2. Sitokin*

Sitokin Berat mol (kDa) Sumber Aktivitas utama

IL-1 17 Makrofag Aktivasi sel B.T.peningkatan suhu tubuh

IL-2 15-20 SelT Proliferasi sel B.T.

IL-3 14-30 SelT Pertumbuhan banyak jenis sel

IL-4 15-19 SelT Pertumbuhan sel B

IL-5 45 SelT Pertumbuhan sel B dan eosinofil

IL-6 26 SelT Stimulasi sel B dan hati

IL-7 25 SelT Diferensiasi dini sel B

IL-8 8,5 SelT Penarikan PMN dan monosit

IL-9 32-39 SelT Pertumbuhan sel mas

IL-10 19 SelT Menghambat kerja sitokin lain

IL-11 23 Stroma sumsum tlg Hematopoesis

IL-12 50 SelB Stimulasi sel T dan NK

IL-13 12 SelT Sama dengan IL-4, menghambat IFN- y

TGF13 12,5 (x2) SelT Menghambat kerja sitokin lain

IFNa 23 Sebagian besar sel Antivirus, ekspresi MHC I IFNl3 23 Sebagian besar sel Antivirus, ekspresi MHC I

IFN-y 15-25 Sel T dan NK Antivirus, ekspresi MHC II, aktivasi makrofag TN Fa 17 (x3) Makrofag lnflamasi, peningkatan suhu tubuh (syok) TNF13(LT) 17 (x3) SelT lnflamasi, peningkatan suhu tubuh (syok)

GMCSF 18-24 Banyak sel Pertumbuhan sel mieloid

GCSF 20 Mono sit Pertumbuhan granulosit

MCSF 22 (x2) Monosit Pertumbuhan monosit

*EPO 36 *Ginjal Eritropoisis

Keterangan:

IL: interleukin; TGF: transforming growth factor; IFN: interferon; TNF: tumor necrosis factor; LT: limfotoksin; CSF:

colony stimulating factor (G: granulocyte; M: monocyte; GM: granulocyte!monocyte); EPO: erythropoietin

Terjadi kerjasama yang erat antara respons imun alami, yang digunakan tubuh untuk melin- dungi diri secara cepat, dengan respons imun didapat yang lebih spesifik, mempunyai memori dan berlangsung lebih lama. Meski terbentuk demi kebaikan tubuh, namun kadang-kadang terjadi penyimpangan respons, misalnya ketidak- mampuan tubuh untuk mengekspresikan respons imun yang akan mengakibatkan terjadinya infeksi.

Sebaliknya respons imun yang berlebihan akan memicu terjadinya penyakit autoimun, Meskipun secara alami tubuh telah membentuk sel T regulator untuk mengatur kekurangan mau- pun kelebihan respons imun yang dibentuk tubuh, namun hal tersebut belum tentu bermanfaat.

*dikutip dari daflar pustaka 4 dengan modifikasi

DAFTAR PUSTAKA

1. Bellanti JA. Immunology II. Philadelphia: WB Saunders; 1978.

2. AbbasAK, Lichtman AH, Pillai S. Basic Immunology Functions and Disorders of the Immune System.

4t11 ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2014.

3. Modlin RL, Miller LS, Bangert C, Stingl G. Innate and adaptive immunity in the skin. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.

a ••

ed. New York: McGraw-Hill;

2012. p 105-25.

4. Playfair JHL, Lydyard PM. Medical Immunology.

2"d ed. Edinburg: Churchill Livingstone, Hartcourt Publ; 2000.

5. Roitt I. Essential Immunology, 5t11 ed. Oxford:

Blackwell Scientific Publ; 2002.

Dalam dokumen ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN (Halaman 52-58)