Uji klinis yang dimaksud adalah uji (test) yang dilakukan dokter guna menentukan apakah ada tanda atau fenomena kulit yang terjadi pada suatu penyakit berdasarkan patogenesis atau kejadian- nya. Uji klinis tersebut dianggap perlu dilakukan sebagai langkah awal guna menunjang diagnosis serta menyingkirkan diagnosisis banding, pada gejala dan tanda klinis yang mirip pada beberapa penyakit. Selanjutnya pada makalah ini akan di- sampaikan uji klinis yang penting dan sering dilakukan dalam praktek kedokteran sehari-hari, khususnya di bidang dermatologi.
Tanda Nikolsky:
Tanda Nikolsky merupakan satu teknik pemerik- saan guna menilai adanya epidermolisis secara cepat pada pasien dengan lesi vesikobulosa.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
Tanda Nikolsky langsung: bila dilakukan pene- kanan langsung dengan jari tangan pada vesikel/ bula kemudian terlihat bula melebar ke kulit di sekitarnya, berarti Nikolsky positif (terdapat epidermolisis).
Tanda Nikolsky tidak langsung: bila kulit di antara 2 bula ditekan dan digeser dengan telunjuk maka tampak kulit terangkat seakan-akan lepas dari dasarnya atau terbentuk bula, yang berarti terjadi
pelepasan epidermis (epidermolisis). Epidermolisis terjadi pada pasien dengan pemfigus vulgaris, staphylococcus scalded skin syndrome (SSSS), dan sindrom Stevens-Johnson (SSJ-TEN).
1. Fenomena tetesan lilin (kaarvetsvlek phenomen)
Fenomena ini terjadi pada pasien psoriasis.
Skuama psoriasis umumnya tebal, berlapis, kering, putih bening, transparat serupa mika. Bila pada lesi tersebut digores dengan benda berujung agak tajam (ujung kuku, punggung scalpel, atau pensil) maka bagian yang bening tersebut akan tampak lebih putih daripada sekitarnya, tidak transparan lagi, dan berbentuk linier sesuai goresan. 2. Fenomena Kobner (fenomena isomorfik)
Bila pada kulit sehat pasien dilakukan goresan atau digaruk berulang-ulang maka setelah kurang lebih 3 minggu (atau lebih), di tempat goresan/garukan tersebut akan muncul lesi serupa dengan lesi asal, hal ini disebut fenomena Kobner positif. Contohnya terjadi pada kulit pasien psoriasis dan liken planus.
3. Pitting nails
Psoriasis dapat mengenai kulit, mukosa, kuku, dan sendi. Gangguan keratinisasi di kuku menyebabkan permukaan kuku tidak rata dan terbentuk sumur-sumur (lubang- lubang di permukaan kuku) yang dapat dilihat dengan mata kasat dan disebut sebagai pitting nails.
4. Cermografisme
Adalah reaksi bila kulit digosok dengan benda tumpul, misalnya ujung kuku atau ujung pinsil yang tumpul maka di tempat tersebut muncul garis kemerahan diikuti urtika (edema berbentuk linier sesuai goresan), kadang disebut juga sebagai urtika akibat trauma fisik.
5. White dermographism
Bila di tempat goresan tidak timbul urtika linier melainkan garis putih, disebut se- bagai fenomena white dermographism.
Garis ini merupakan salah satu tanda minor pada dermatitis atopik. Namun, hal tersebut dapat terjadi pada 15% orang normal.
6. Carrier sign (tanda Carrier)
Tanda Darier merupakan salah satu cm yang dapat digunakan untuk membedakan
lesi pigmentasi di kulit dengan mastositosis atau urtikaria pigmentosa (UP). Bila kulit pasien UP digores dengan benda tumpul kemudian muncul urtika linier maka disebut tanda Darier positif. Fenomena ini terjadi akibat degranulasi sel mas di kulit dan melepaskan mediator yang menyebabkan vasodilatasi dan ekstravasasi cairan sehingga menimbulkan urtika di tempat yang digores.
7. Fenomena button hole
Fenomena ini merupakan sifat utama pada neurofibromatosis, neurofibrom (tumor saraf kulit) mempunyai kapsul atau kantong sehingga bila ditekan tumor tersebut akan melesak masuk ke dalam kantong tersebut.
Fenomena ini seakan-akan mirip dengan kancing yang masuk ke lubangnya.
8. Uji fungsi saraf motorik
Pada pasien kusta terjadi gangguan saraf sensorik, diikuti gangguan saraf otonom, dan fungsi saraf motorik. Fungsi saraf motorik yang mudah diperiksa adalah bagian radialis, medianus, ulnaris, dan peroneus komunis.
Berikut adalah cara pemeriksaan fungsi saraf motorik:
- saraf ulnaris: pemeriksa memegang digiti II, 111, IV jari tangan pad a posisi supinasio, pasien diminta merapatkan jari kelingkingnya. Jika pasien dapat merapatkan jari kelingking, lanjutkan memeriksa kekuatan otot letakkan selembar kartu di antara jari kelingking dan jari manis, minta pasien menahannya, dan tariklah kartu tersebut perlahan-lahan.
- saraf medianus: pada posisi tangan supinasio, oleh pemeriksa tangan ditahan dan ditekuk ke belakang, minta paisen mengangkat dan meluruskan ibujarinya ke atas. Bila dapat dilakukan tekan dan dorong dengan telunjuk ibujari tersebut dan perhatikan apakah pasien dapat menahannya.
- saraf radialis: Pada posisi pronasio, pegang- lah pergelangan tangan pasien, kemudian mintalah pasien mengepal dan menekukkan pergelangannya ke atas. Bila pasien dapat melakukannya, doronglah dengan telapak tangan pemeriksa bagian punggung tangan pasien guna menilai kekuatan otot, perhatikan apakah pasien dapat menahannya.
- saraf peroneus komunis: pasien dalam posisi duduk, angkat kakinya dan pegang
bagian betis pasien, kemudian mintalah pasien menekukkan kaki ke atas. Bila pasien dapat melakukannya, tekanlah dengan telapak tangan bagian punggung kaki pasien guna menilai kekuatan otot.
Mintalah pasien memutar kaki tersebut ke arah luar, bila pasien dapat melakukannya tekan dengan telapak tangan pemeriksa ke arah yang berlawanan (ke dalam/arah medial). Perhatikan apakah pasien dapat menahannya.
9. Pull test
Pull test merupakan uji diagnostik guna me- nilai kerontokan rambut. Rambut dianggap rontok patologis bila terjadi kerontokan >100 lembar per hari. Menilai cepat kerontokan rambut dengan menggunakan ibujari tangan dan telunjuk, sejemput rambut dijepit dan di- tarik dengan kekuatan sedang. Bila rambut tercabut maka disebut pull test positif. Se- lanjutnya rambut yang tercabut dilihat dengan mikroskop bagaimana bentuk akar rambut yang tercabut, bila bentuk akamya sangat kecil mirip tanda seru disebut bentuk exclamation hair, maka rambut tersebut rontok pada fase telogen.
UJI DIAGNOSIS DENGAN ALAT 1. Diaskopi
Teknik ini digunakan secara klinis untuk mem- bedakan antara eritema akibat pelebaran pembuluh darah dengan purpura (perdarahan bawah kulit akibat ekstravasasi eritrosit). Alat yang digunakan adalah kaca obyek atau spatel transparan atau loupe yang permukaannnya datar. Dengan meletakan kaca objek tersebut di atas lesi dan menekannya maka eritema akan menghilang, tetapi bila purpura maka wama merah akan menetap. Sebagai contoh adalah purpura pada penyakit demam ber- darah dan pada Henoch Shoenlein. Teknik diaskopi juga digunakan untuk memperlihat- kan wama apple jelly pada penyakit lupus vulgaris, sarkoidosis dan granuloma anulare.
2. Dermoskopi (dermoskopi, skin surface microscopy)
Alat dermatoskop merupakan gabungan antara loupe dan sinar sehingga dapat menilai lesi kulit secara lebih rinci. Permukaan kulit tampak lebih jelas, perbedaan relief kulit dan
wama menjadi lebih tajam. Alat ini cukup sensitif guna menilai perubahan wama dan relief kulit pada lesi melanositik dibandingkan dengan lesi non-melanositik. Perhatikan tanda-tanda pada setiap lesi; apakah asimetris (A) sisi kiri dan kanan tidak simetris, border/tepi lesi (B) apakah tepinya berbatas tegas, color (C) apakah perubahan wama/
pigmen merata, berapa ukuran diameter (D) apakah >6 mm, dan apakah permukaan lesi elevasi (E) meninggi.
3. Uji sensibilitas atau tes fungsi saraf sensoris
Uji ini dilakukan guna menilai gangguan sensi- bilitas kulit terutama pada lesi kulit pasien morbus Hansen atau kusta (lepra) daripada pasien dengan gangguan neurologi.
- Rasa raba: dengan sejumput kapas yang ujungnya dibuat lancip, diusapkan pada lesi kusta guna memeriksa rangsangan raba.
Pemeriksaan dilakukan dalam posisi duduk, kemudian pasien diminta membandingkan rangsang rasa raba tersebut pada lesi dan kulit sehat pasien (sebagai kontrol). Bila rasa rangsang raba tersebut pada lesi berkurang daripada kulit sehat maka disebut hipestesi, bila sama sekali tidak berasa disebut anestesi.
- Rasa nyeri: diperiksa dengan ujung se- potong kawat atau ujung jarum bagian yang tajam. Secara bergantian ujung yang tajam dan tumpul ditusukkan pada lesi kulit pasien kusta dibandingkan dengan kulit sehat. Pasien diminta menyebutkan apakah dapat membedakan mana yang dirasakan tumpul atau tajam. Bilamana pasien tidak dapat membedakan antara kedua rangsangan rasa, berarti terdapat gangguan sensoris rasa nyeri pada daerah tersebut.
- Perbedaan suhu: dengan menggunakan 2 buah tabung reaksi masing-masing berisi air hangat (40°C) dan air dingin (20°C) di- tempelkan secara bergantian pada lesi dan kulit sehat; pasien diminta menyebutkan mana yang dirasakan panas dan mana yang dingin. Adakah perbedaan rasa panas dan dingin pada lesi dibandingkan dengan kulit sehat. Bila tidak dapat membedakan kedua rangsangan rasa tersebut berarti terdapat gangguan sensoris.
4. Tes saraf otonom
- Uji Pensil Gunawan (uji hipohidrosis):
Pada pasien kusta terjadi gangguan saraf otonom yang ditandai hipohidrosis (gangguan berkeringat). Hipohidrosis juga dapat terjadi akibat atrofi pada kelenjar keringat. Pensil Gunawan adalah pensil tinta yang bila terkena air akan luntur (blobor). Dokter Gunawan menggunakan pensil tersebut guna menilai hipohidrosis atau anhidrosis pada lesi kusta. Pasien kusta diminta melakukan gerakan-gerakan (exercise) bagian tubuh yang terkena lesi kusta atau diberi minuman air hangat agar berkeringat. Pensil digoreskan mulai dari bagian tengah lesi kusta menuju kulit sehat sekitar lesi tersebut; karena keringat di luar lesi lebih banyak maka akan tampak goresan pensil tinta menjadi lebih tebal (blobor, merembes) pada kulit yang sehat.
- Cara lain adalah dengan menyuntikkan pilokarpin subkutan di perbatasan lesi kusta ditunggu sekitar beberapa menit, kulit normal akan berkeringat tetapi lesi kusta tetap kering.
5. Fenomena Auspitz
Fenomena Auspitz terjadi pada psonas1s, fenomena tersebut membuktikan adanya papilomatosis dan akantosis yang menjulang sampai di ujung papila dermis dan menyentuh lapisan bawah stratum komeum. Akibatnya, bila skuama psoriasis dikerok lembar demi lembar maka satu saat akan sampai ke bagian papilla dermis tersebut, sehingga secara klinis akan tampak titik-titik perdarahan pada permukaan kulit yang skuamanya terkupas.
6. Tzanck smear (Tzanck tes)
Tzanck tes adalah satu teknik standar diag- nostik gun a melakukan diagnosis cepat pad a kelainan kulit vesiko-bulosa pada saat ada keraguan kemungkinan infeksi oleh virus atau bukan. Misalnya lesi vesiko-bulosa yang disebabkan varisela-zoster atau herpes simpleks (walaupun tak dapat membedakan antara HSV-1 atau HSV-2) dengan vesiko bulosa pada pemfigus vulgaris. Caranya adalah mengerok dasar vesikel baru dengan pisau scalpel dan hasil kerokan tersebut dioleskan tipis ke permukaan kaca objek (slides). Slides dipulas dengan cairan Giemsa atau Wright, di bawah mikroskop
akan tampak sel akantolisis (sel keratinosit berinti besar) atau multinucleated giant cells, yang menunujukkan sel keratinosit tersebut telah terinfeksi virus.
7. Fluoresensi: pemeriksaan dengan lampu sinar Wood
Lampu Wood menghasilkan sinar yang me- mancarkan ultraviolet gelombang panjang yang tidak kasat mata, atau sinar gelap (black light) pada panjang gelombang 360 nm. Lampu Wood diletakkan pada jarak 10 cm dari permukaan kulit. Bila sinar tersebut mengenai permukaan kulit yang sakit atau urin di dalam ruang gelap, pada kondisi tertentu akan berfluoresen. Pada penyakit kulit, yaitu tinea kapitis atau tinea versikolor akan menghasilkan fluoresen warna kuning keemasan, pada eritrasma warna coral red, dan pada penyakit porfiria kutanea tarda tampak urin berfluoresensi warna coral red; sedangkan pada infeksi pseudomonas tampak berfluoresensi warna kehijau- an. Lampu Wood dapat digunakan untuk melihat perbedaan wama pada hiperpig- mentasi, pigmen yang terletak superfisial akan tampak lebih gelap; sedangkan pada hipopigmentasi misalnya vitiligo (depigmentasi lengkap) akan tampak lebih putih dengan batas yang tegas dibandingkan dengan kulit sekitarnya.
8. Uji tempel
Uji tempel merupakan salah satu uji kulit guna mengetahui penyebab alergi, biasanya pada dermatitis kontak alergik. Prinsipnya membuat miniatur dermatitis pada kulit pasien. Tes di- lakukan bila keadaan penyakit sudah tenang, pasien bebas obat antihistamin dan kortiko- steroid oral dan topikal sekurang-kurangnya 2 minggu sebelum uji kulit. Uji kulit mengguna- kan perangkat yang berisi berbagai alergen dan memakai fin chamber (tempat untuk me- lekatkan reagens dan menempelkannya ke kulit). Bahan uji kulit ditempelkan di punggung, ditutup dengan plester, kemudian dibuka dan dibaca pada jam ke 24, 48, 72 dan 96. Reaksi positif dan derajat kepositivan dinilai meng- gunakan standar baku.
9. Uji tusuk
Uji tusuk merupakan salah satu uji kulit guna mengetahui penyebab alergi terutama pada
pasien urtikaria atau pasien yang alergi terhadap berbagai alergen makanan, tungau debu rumah, debu rumah dan alergen hirup yang ada di lingkungan hidup. Uji kulit meng- gunakan perangkat alergen, dan jarum untuk uji kulit, serta alat guna mengukur diameter urtika dengan diameter kontrol. Pembacaan timbulnya urtika dilakukan 30 menit setelah uji kulit.
10. Ekstraksi komedo (Comedo extractor) Kadang-kadang sulit membedakan papul komedo dengan lesi kulit yang lain misalnya papul awal moluskum kontagiosum saat belum ada delle, komedo ekstraktor digunakan guna mengeluarkan komedo sebagai bukti bahwa pasien menderita akne vulgaris.
11. Uji TEWL
Alat transepidermal water loss (TEWL) adalah alat guna menilai besamya kehilangan cairan tubuh per jam. Biasanya alat tersebut sekali- gus mengukur kemampuan kulit menahan air (skin capacitance) disebut juga alat Tewameter. Pengukuran dan pembacaan hasil dilakukan dalam ruangan yang sudah ditentukan suhu dan kelembabannya.
12. Uji aceto-white
Uji ini digunakan untuk melihat langsung kulit atau mukosa yang terinfeksi virus human papilloma (HPV). Larutan asam asetat 5%
dioleskan di permukaan kulit atau mukosa yang diduga terinfeksi HPV, bila terinfeksi di kulit yang diolesi asam asetat akan tampak bagian yang berwama putih yang menunjukkan infeksi HPV positif.
LABORATORIUM
Dokter diharapkan dapat memilih dan meng- ambil jaringan yang tepat (representative) guna pemeriksaan laboratorium, bila tersedia dan me- mungkinkan melakukan pemeriksaan laboratorium sederhana dan membaca serta menginterpretasi- kan hasilnya.
1. Pengambilan duh tubuh
Cara pengambilan duh tubuh pada perempuan yang menikah atau sudah menikah dilakukan di ruang pemeriksaan tertutup, pemeriksa didampingi perawat. Pasien dipersilahkan
membuka pakaian dalam (celana dalam) dan berbaring dalam posisi litotomi pada kursi ginekologi. Pemeriksa memakai sarung tangan. Daerah vulva dibersihkan dengan kapas yang sudah basah dengan larutan KMn04. Spekulum atau cocor bebek steril dipilih ukuran yang sesuai dengan pasien.
Spekulum dalam keadaan tertutup dimasukan kedalam vagina dengan posisi tegak lurus, kemudian diputar 90°; Buka spekulum dan posisikan agar serviks uteri terlihat kemudian spekulum di kunci. Pakailah sengkelit yang steril, sudah dibakar membara dan sudah dingin, ambil duh tubuh dari serviks, fomiks posterior, dan dinding vagina. Kunci spekulum dibuka, tutup spekulum putar kembali dengan arah tegak lurus, keluarkan perlahan-lahan.
Sekret uretra dapat diambil dengan sengkelit.
Pewamaan cairan duh tubuh dengan pulasan KOH, Gram, atau ditetesi NaCl 0,9%, sesuai indikasi.
2. Pengambilan pus
lnfeksi bakteri di kulit ditandai pustul (pustule) atau kumpulan nanah. Pus dapat diambil langsung, diusap dengan kapas lidi atau diaspirasi dengan jarum suntik atau dengan sengkelit: pus pada impetigo vesiko- bulosa diambil dari kulit. Pada infeksi menular seksual (IMS) pus pada perempuan dapat diambil dari endoserviks, forniks posterior dan uretra; pada uretra laki-laki sengkelit dimasukan 1-2 cm agar mencapai fosa navikularis. Pada pen:ieriksaan langsung pus dioleskan tipis di kaca objek kemudian dipulas dengan pewarnaan Giemsa atau Gram atau lainnya bergantung pada diagnosis dugaan. Bila diperlukan sebagian bahan disiapkan untuk kultur dan resistensi, bahan dimasukkan ke media transport.
3. Bahan pemeriksaan pada infeksi treponema lnfeksi treponema dapat mengenai kulit dan genitalia, atau organ lainnya. lnfeksi di kulit misalnya ulkus tropikum (disebabkan Borelia vincenti dan Basil fusiformis) dan framboesia (disebabkan Treponema perlenue). Genitalia dan ekstra genital dapat terserang sifilis (dise- babkan Treponema palidum) yang meng- akibatkan lesi kulit berupa papul, vesiko- bulosa, ulkus, atau keratoderma. Berbagai ulkus genital perlu dibedakan secara laboratoris. Untuk pemeriksaan ulkus genital
akibat sifilis (ulkus bersih, tidak nyeri, tepi keras) dibutuhkan serum rangsang dari ulkus tersebut (ulkus dipencet dari 2 sisi sampai keluar serum rangsang). Untuk treponema digunakan pulasan dengan tinta hitam (tinta cina) atau disebut pulasan Burri. Treponema yang mati dapat dilihat dengan mikroskop cahaya. Ulkus genital juga dapat disebabkan oleh virus herpes (ulkus dangkal, multipel, berkelompok) dan oleh basil Unna ducreyi (ulkus mole, ulkus kotor, nyeri dan bergaung).
Pada ulkus mole bahan pemeriksaan diambil dari tepi ulkus bergaung.
4. Pemeriksaan lainnya ialah pemeriksaan serologik dengan bahan dari serum darah.
Tes serologi untuk sifilis yang cepat adalah tes flokulasi, yaitu venereal disease research labolatory (VDRL) atau rapid plasma regain (RPR), dan treponema pallidum hemagluti- nation assay (TPHA). Yang lebih akurat tentu saja dengan pemeriksaan treponema yang lebih spesifik, misalnya microhemaggluti- nation-treponema pal/idum (MHA-TP), atau fluorescent treponemal antibody-absorption (FTA-AbS).
5. lnfeksi parasit dan jamur Skabies
Skabies adalah infeksi kulit oleh Sarcoptes scabiei. Bentuk lesi awal dapat berupa papul eritematosa dan vesikel miliar. Sarkoptes me- lakukan kegiatan di malam hari, menggali kulit dan membentuk terowongan (kunikula), me- lakukan kopulasi, dan meletakkan telumya. Pemeriksaan langsung dilakukan dengan jarum suntik untuk mencari kutu dewasa dengan cara mencongkel vesikel (biasanya sulit bagi yang belum ahli); atau dengan kerokan scalpel, kerokan diletakkan di atas gelas objek, ditutup dengan kaca penutup, kemudian dilihat dengan menggunakan mikroskop. Pada pemeriksaan dapat dilihat kutu dewasa, larva dan telumya.
Jamur
Jamur kulit disebabkan antara lain oleh golongan dermatofit atau non-dermatofit atau kandida, bahan pemeriksaan dapat diambil dari kerokan kulit, kuku, dan usapan pada mukosa. Jamur kandida dapat menyerang vagina dan mengeluarkan duh tubuh, duh tubuh merupakan bahan
pemeriksaan juga bahan dari usapan serviks. Kulit dibersihkan dengan alkohol 70-96% guna menghilangkan lemak kulit.
Untuk dermatofit bahan pemeriksaan dioleskan pada objek kaca dan ditetesi KOH 10-20%, sedangkan untuk jamur kandida selain KOH dapat diwamakan dengan Gram.
Elemen jamur berupa hifa pendek dan spora bulat (pitiriasis versikolor), hifa panjang dan artrospora (tinea/ dermatofitosis), pseudohifa dan blastospora (kandidiasis) dapat dilihat dengan mikroskop cahaya.
Bilamana perlu mengetahui sampai pada genus atau resistensi dapat dilakukan kultur menggunakan media agar tertentu misal- nya DTM atau agar dekstrosa Sabouraud, hasilnya diharapkan dapat diketahui sekitar 2 minggu.
PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGIK Biopsi dilakukan sesuai indikasi. Bila ada keraguan dalam menegakkan diagnosis penyakit kulit, biopsi dan pemeriksaan histopatologik me- rupakan pemeriksaan penunjang pilihan. Biopsi dapat dilakukan dengan menggunakan pisau skalpel atau biopsi plong (punch)
Memilih lesi
Penting diperhatikan dalam memilih lesi.
Pilih lesi yang baru muncul (lesi primer), bila kecil dapat diambil seluruh lesi (biopsi in-toto), bila besar atau ada inflamasi di sekitar lesi biopsi dapat diambil dari tepi lesi dengan menyertakan lesi kulit yang sehat. Bila ada infeksi sekunder sebaiknya diobati dulu.
Biopsi kulit
Lesi kulit yang representatif diberi tanda, lakukan a dan antiseptik pada lesi dan sekitarnya.
Tutup dengan duk steril yang sesuai. Biopsi dengan pisau skalpel dapat dilakukan dengan bentuk elips. Bila terdapat berbagai macam lesi, dapat dipilih beberapa lesi yang berbeda. Bila melakukan biopsi plong, kulit diregangkan dulu tegak lurus terhadap garis kulit, agar hasilnya menjadi elips dan memudahkan regangan kulit pada waktu menutup Iuka. Kedalaman lesi sampai mencapai subkutis, tampak jaringan lemak kekuningan pada bagian bawah lesi.
Penyimpanan dan pengirimanjaringan biopsi Jaringan yang sudah bersih dimasukkan ke dalam larutan fiksasi formalin 10% atau larutan buffer formalin, volume cairan sekitar 20x jaringan agar jaringan terendam dengan baik. Jaringan dikirim guna pemeriksaan histopatologik. Bergan-tung pada kebutuhan, pewarnaan dapat dengan hema- toksilin eosin, orsein giemsa, PAS dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsoe-Daili ES, Menaldi SL, lsmiarto SP, Nilasari H. Kusta. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003. h. 22-5.
2. Grag A, Levin NA, Bernhard JD. Approach to dermatologic Diagnosis: Structure of skin lesions and fundamental of clinical diagnosis. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest B, Pwller AS, Leffell DJ (editors). Fitzpatrick's Dermatology in
General Medicine. 7"' ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2008.h. 23-40.
3. Grossman MC, Silvers DN. The Tzanck: can dermatologists accurately interpret it? J Am Dermatol. 1992;27:403-5.
4. Scope A, Helpem AC. Diagnostic procedure and devices. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BX, Paller AS, Leffel DJ. Fitzpatrick's in General Medicine. 7"' ed. New York: Mc GrawHill- Companies; 2008.p.40-3.
5. Seivasan H. Prevention of disabilities in patients with leprosy. A practical Guide. Geneva: WHO; 1993.
6. Spate STY. Diagnostic Technique. Dalam: Fitzpatrick JE, Morelli JG. Dermatology Secrets in color. 3«l ed.
Philadelphia: Mosby Elsevier; 2007.p. 27-34.
7. Sularsito SA. Histopatologi kulit. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. llmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2009.h. 23-33.