• Tidak ada hasil yang ditemukan

DERMATOFITOSIS

Dalam dokumen ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN (Halaman 120-128)

O/eh

Sandra Widaty, Unandar Budimulja

DEFINISI

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaring- an yang mengandung zat tanduk, misalnya stra- tum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan golongan jamur dermatofita.

Jamur ini dapat menginvasi seluruh lapisan stratum korneum dan menghasilkan gejala melalui aktivasi respons imun pejamu.

SINONIM

Tinea, ringworm, kurap, teigne, herpes sirsinata.

ETIOLOGI

Dermatofita ialah golongan jamur yang me- nyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencemakan keratin. Dermato- fita termasuk kelas Fungi imperfecti, yang terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton,

dan Epidemophyton. Selain sifat keratofilik masih banyak sifat yang sama di antara dermatofita, misalnya sifat faali, taksonomis, antigenik, kebutuhan zat makanan untuk pertumbuhannya, dan penyebab penyakit.

Hingga kini dikenal sekitar 41 spesies derma- tofita, masing-masing 2 spesies Epidermophyton,

17 spesies Microsporum, dan 21 spesies Tricho- phyton. Telah juga ditemukan bentuk sempurna (perfect stage) pada spesies dermatofita ter- sebut. Adanya bentuk sempurna yang terbentuk oleh dua koloni yang berlainan "jenis kelaminnya"

ini menyebabkan dermatofita dapat dimasukkan ke dalam famili Gymnoascaceae. Dari beberapa spesies dermatofita, misalnya genus Nannizzia dan Arthroderma masing-masing dihubungkan dengan genus Microsporum dan Trichophyton.

Untuk kepentingan klinis dan epidemiologis, dermatofita yang menginfeksi manusia dibagi berdasarkan tempat hidupnya, yaitu geofilik untuk jamur yang berasal dari tanah antara lain M.

Gypseum; golongan zoofilik berasal dari hewan,

misalnya M. Canis; antropofilik khusus untuk jamur yang bersumber dari manusia contohnya T rubrum.

KLASIFIKASI

Terdapat berbagai variasi gambaran klinis dermatofitosis, hal ini bergantung pada spesies penyebab, ukuran inokulum jamur, bagian tubuh yang terkena, dan sistem imun pejamu. Selanjutnya untuk kemudahan diagnosis dan tatalaksana maka dermatofitosis dibagi menjadi beberapa bentuk, yaitu:

- tinea kapitis, dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala

- tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jenggot

- tinea kruris, dermatofitosis pada daerah genito- krural, sekitar anus, bokong, dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah

- tinea pedis et manum, dermatofitosis pada kaki dantangan

- tinea unguium, dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki

- tinea korporis, dermatofitosis pada kulit glabrosa pada bagian lain yang tidak termasuk bentuk 5 tinea di atas.

Selain 6 bentuk tinea masih dikenal istilah yang mempunyai arti khusus, yaitu:

- tinea imbrikata: dermatofitosis dengan susunan skuama yang konsentris dan disebabkan Tricho- phyton concentricum

- tinea favosa atau favus: dermatofitosis yang terutama disebabkan Trichophyton schoenleini:

secara klinis antara lain terbentuk skutula dan berbagai seperti tikus (mousy odor).

- tinea fasialis, tinea aksilaris, yang juga menunjuk- kan daerah kelainan.

- tinea sirsinata, arkuata yang merupakan pe- namaan deskriptif morfologis.

Keempat istilah tersebut dapat dianggap sebagai tinea korporis. Selain itu, dikenal istilah tinea inkognito, yang berarti dermatofitosis dengan bentuk klinis tidak khas oleh karena telah diobati dengan steroid topikal kuat.

GEJALA KUNIS

Tinea glabrosa atau dermatofitosis pada kulit tidak berambut mempunyai morfologi khas.

Penderita merasa gatal dan kelainan berbatas tegas, terdiri atas macam-macam efloresensi kulit (polimorfi). Bagian tepi lesi lebih aktif (lebih jelas tanda-tanda peradangan) daripada bagian tengah sehingga kepustakaan lama menyebutkannya se- bagai eczema marginatum yang mencerminkan deskripsi klinis lesi dermatofitosis.

Gambaran klinis dermatofitosis yang bervariasi tidak hanya bergantung pada spesies penyebab dan sistem imun pejamu namun juga pada adanya keterlibatan folikel rambut. Bergantung pada berat ringannya reaksi radang dapat dilihat berbagai macam lesi kulit.

Di bawah ini akan dibahas bentuk-bentuk klinis yang sering dilihat sesuai dengan lokalisasinya.

a. Tinea pedis (Athlete's foot, ringworm of the foot, kutu air)

Tinea pedis ialah dermatofitosis pada kaki, terutama pada sela-sela jari dan telapak kaki : 1. Tinea pedis yang tersering dilihat adalah

bentuk interdigitalis. Di antara jari IV dan V terlihat fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis. Kelainan ini dapat meluas ke bawah jari. Kelainan ini dapat meluas ke bawah jari (subdigital) dan juga ke sela jari yang lain. Oleh karena daerah ini lembab, maka sering dilihat maserasi. Aspek klinis maserasi berupa kulit putih dan rapuh.

Bila bagian kulit yang mati ini dibersihkan, maka akan terlihat kulit baru, yang pada umumnya juga telah diserang oleh jamur.

Bentuk klinis ini dapat berlangsung ber- tahun-tahun dengan menimbulkan sedikit keluhan atau tanpa keluhan sama sekali.

Pada suatu ketika kelainan ini dapat disertai infeksi sekunder oleh bakteri sehingga ter- jadi selulitis, limfangitis, limfadenitis, dan dapat pula terjadi erisipelas, yang disertai gejala-gejala umum.

2. Bentuk lain ialah yang disebut moccasin

foot. Pada seluruh kaki, dari telapak, tepi

sampai punggung kaki terlihat kulit me- nebal dan bersisik; eritema biasanya ringan dan terutama terlihat pada bagian tepi lesi.

Bersifat kronik dan sering resisten pada pengobatan. Di bagian tepi lesi dapat pula dilihat papul dan kadang-kadang vesikel.

3. Pada bentuk subakut terlihat vesikel, vesiko-pustul dan kadang-kadang bula. Kelainan ini dapat mulai pada daerah sela jari, kemudian meluas ke punggung kaki atau telapak kaki. lsi vesikel berupa cairan jernih yang kental. Setelah pecah, vesikel tersebut meninggalkan sisik yang berbentuk lingkaran yang disebut koleret. lnfeksi sekunder oleh bakteri dapat terjadi juga pada bentuk ini. Jamur terdapat pada bagian atap vesikel. Untuk menemukannya, sebaiknya diambil atap vesikel atau bula untuk diperiksa secara sediaan langsung atau untuk dibiak.

Tinea pedis banyak terlihat pada orang yang dalam kehidupan sehari-hari banyak bersepatu tertutup disertai perawatan kaki yang buruk dan para pekerja dengan kaki yang selalu atau sering basah. Penderita biasanya orang dewasa.

Tinea manum adalah dermatofitosis pada tangan. Klinis tampak bentuk hiper- keratosis dan penebalan lipat. Semua bentuk kelainan di kaki dapat terjadi pula pada tangan.

b. Tinea. unguium (dermatophytic onychomy- cosis, ringworm of the nail)

linea unguium adalah kelainan kuku yang disebabkan oleh jamur dermatofita.

Terdapat beberapa bentuk klinis. 1. Bentuk subungual distalis

Bentuk ini mulai dari tepi distal atau distolateral kuku. Proses ini menjalar ke proksimal dan di bawah kuku terbentuk sisa kuku yang rapuh. Kalau proses berjalan terus, maka permukaan kuku bagian distal akan hancur dan yang terlihat hanya kuku rapuh yang menyerupai kapur.

2. Leukonikia trikofita atau lekonikia mikotika.

Kelainan kuku pada bentuk ini merupa- kan leukonikia atau keputihan di permukaan kuku yang dapat dikerok untuk dibuktikan adanya elemen jamur. Kelainan ini dihu- bungkan dengan Trichophyton mentagro- phytes sebagai penyebabnya.

3. Bentuk subungual proksimalis

Bentuk ini mulai dari pangkal kuku bagian proksimal terutama menyerang kuku dan membentuk gambaran klinis yang khas, yaitu terlihat kuku di bagian distal masih utuh, sedangkan bagian proksimal rusak.

Biasanya penderita tinea unguium mem- punyai dermatofitosis di tempat lain yang sudah sembuh atau yang belum. Kuku kaki lebih sering diserang daripada kuku tangan.

c. linea kruris (eczema marginatum, dhobie itch, jockey itch, ringworm of the groin)

linea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus.

Kelainan ini dapat bersifat akut atau me- nahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genitokrural saja, atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain.

Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas. Pera- dangan pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya. Efloresensi terdiri atas macam-macam bentuk yang primer dan sekunder (polimorf). Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan.

linea kruris merupakan salah satu bentuk klinis yang sering dilihat di Indonesia.

d. Tinea korporis (tinea sirsinata, tinea glabrosa, Scherende Flechte, kurap, herpes sircine trichophytique)

linea korporis merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh tidak berambut (glabrous skin).

1. Kelainan yang dilihat dalam klinik merupa- kan lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang- kadang dengan vesikel dan papul di tepi.

Daerah tengahnya biasanya lebih tenang.

Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi-lesi pada umumnya merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain. Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir yang polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Bentuk dengan tanda

radang yang lebih nyata, lebih sering dilihat pada anak-anak daripada orang dewasa karena umumnya mereka mendapat infeksi baru pertama kali.

2. Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang akut biasanya tidak terlihat lagi.

Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea corporis et cruris atau sebaliknya tinea cruris et corporis. Bentuk menahun yang disebabkan oleh Trichophyton rubrum biasanya dilihat bersama-sama dengan tinea unguium.

3. Bentuk khas tinea korporis yang disebab- kan oleh Trichophyton concentricum disebut tinea imbrikata. Penyakit ini terdapat di ber- bagai daerah tertentu di Indonesia, misalnya Kalimantan, Sulawesi, Papua, Kepulauan Aru dan Kei, dan Sulawesi Tengah. linea imbrikata mulai dengan bentuk papul ber- wama coklat, yang perlahan-lahan menjadi besar. Stratum komeum bagian tengah ini terlepas dari dasamya dan melebar. Proses ini setelah beberapa waktu mulai lagi dari bagian tenga, sehingga terbentuk lingkaran- lingkaran skuama yang konsentris. Bila dengan jari tangan kita meraba dari bagian tengah ke arah luar, akan terasa jelas skuama yang menghadap ke dalam.

Lingkaran-lingkaran skuama konsentris bila menjadi besar dapat bertemu dengan lingkaran-lingkaran di sebelahnya sehingga membentuk pinggir yang polisiklik. Pada permulaan infeksi penderita dapat merasa sangat gatal, akan tetapi kelainan yang menahun tidak menimbulkan keluhan pada penderita. Pada kasus menahun, lesi kulit kadang-kadang dapat menyerupai iktiosis.

Kulit kepala penderita dapat terserang, akan tetapi rambut biasanya tidak.

4. Bentuk lain tinea korporis yang disertai kelainan pada rambut adalah tinea favosa atau favus. Penyakit ini biasanya dimulai di kepala sebagai titik kecil di bawah kulit yang berwama merah kuning dan ber- kembang menjadi krusta berbentuk cawan (skutula) dengan berbagai ukuran. Krusta tersebut biasanya ditembus oleh satu atau dua rambut dan bila krusta diangkat ter- lihat dasar yang cekung merah dan mem-

basah. Rambut kemudian tidak berkilat lagi dan akhirnya terlepas. Bila tidak di- obati, penyakit ini meluas ke seluruh kepala dan meninggalkan parut dan botak. Berlainan dengan tinea korporis, yang disebabkan oleh jamur lain, favus tidak menyembuh pada usia akil balik.

Biasanya dapat tercium bau tikus (mousy odor) pada para penderita favus. Kadang- kadang penyakit ini dapat menyerupai dermatitis seboroika. Tinea favosa pada kulit dapat dilihat sebagai kelainan kulit papulovesikel dan papuloskuamosa, disertai kelainan kulit berbentuk cawan yang khas, yang kemudian menjadi jaringan parut. Favus pada kuku tidak dapat dibedakan dengan tinea unguium pada umumnya, yang disebabkan oleh spesies dermatofita yang lain. liga spesies dermatofita dapat menyebabkan favus, yaitu Trichophyton schoenleini, Trichophyton violaceum, dan Microsporum gypseum. Berat ringan bentuk klinis yang tampak, tidak bergantung pada spesies jamur penyebab, akan tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat kebersihan, umur, dan ketahanan penderita sendiri.

e. Tinea kapitis (ringworm of the scalp) linea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh spesies dermatofita. Kelainan ini dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerah-merahan, alo- pesia, dan kadang-kadang terjadi gambaran klinis yang lebih berat, yang disebut kerion.

Di klinik tinea kapitis dapat dilihat sebagai 3 bentuk yang jelas, yaitu:

1. Gray patch ringworm merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh genus Microsporum dan sering ditemukan pada anak-anak. Penyakit mulai dengan papul merah kecil di sekitar rambut.

Papul ini melebar dan membentuk bercak, yang menjadi pucat dan bersisik.

Keluhan penderita adalah rasa gatal.

Warna rambut menjadi abu-abu dan tidak berkilat lagi. Rambut mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut terserang oleh jamur, sehingga dapat terbentuk alopesia setempat. Tempat- tempat ini terlihat sebagai grey patch.

Grey patch yang dilihat di dalam klinik tidak menunjukkan batas-batas daerah sakit dengan pasti. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood dapat dilihat fluoresensi hijau kekuning-kuningan pada rambut yang sakit melampaui batas-batas grey patch tersebut. Pada kasus-kasus tanpa keluhan, pemeriksaan dengan lampu Wood ini banyak membantu diagnosis.

Tinea kapitis yang disebabkan oleh Microsporum audouini biasanya disertai tanda peradangan ringan, hanya sekali- sekali dapat terbentuk kerion.

2. Kerion adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis, berupa pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang yang padat di sekitarnya. Bila penyebabnya Microsporum canis dan Microsporum gypseum, pembentukan kerion 1rn lebih sering dilihat, agak kurang bila penyebabnya Trichophyton tonsurans, dan sedikit sekali bila penyebabnya adalah Trichophyton violaceum. Kelainan ini dapat menimbulkan jaringan parut dan berakibat alopesia yang menetap.

Jaringan parut yang menonjol kadang- kadang dapat terbentuk.

3. Black dot ringworm, terutama disebabkan oleh Trichophyton tonsurans dan Trichophy- ton violaceum. Pada permulaan penyakit, gambaran klinisnya menyerupai kelainan yang disebabkan oleh genus Microsporum.

Rambut yang terkena infeksi patah, tepat pada muara folikel, dan yang tertinggal adalah ujung rambut yang penuh spora.

Ujung rambut yang hitam di dalam folikel rambut ini memberi gambaran khas, yaitu black dot. Ujung rambut yang patah, kalau tumbuh kadang-kadang masuk ke bawah permukaan kulit.

Tentang tinea kapitis favosa sudah diurai- kan pada pembicaraan tentang tinea favosa.

PENUNJANG DIAGNOSIS

Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis terdiri atas pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pemeriksaan lain, misalnya pemeriksaan histopatologik, per- cobaan binatang, dan imunologik tidak diperlukan.

Pada pemeriksaan mikologik untuk men- dapatkan jamur diperlukan bahan klinis, yang dapat berupa kerokan kulit, rambut, dan kuku.

Bahan untuk pemeriksaan mikologik diambil dan dikumpulkan sebagai berikut: terlebih dahulu tempat kelainan dibersihkan dengan spiritus 70%, kemudian untuk:

1. Kulit tidak berambut (glabrous skin)

Dari bagian tepi kelainan sampai dengan bagian sedikit di luas kelainan sisik kulit dan kulit dikerok dengan pisau tumpul steril;

2. Kulit berambut

Rambut dicabut pada bagian kulit yang mengalami kelainan. Kulit di daerah tersebut dikerok untuk mengumpulkan sisik kulit. Pemeriksaan dengan lampu Wood dilakukan sebelum pengumpulan bahan untuk mengetahui lebih jelas daerah yang terkena infeksi dengan kemungkinan adanya fluoresensi pada kasus-kasus tinea kapitis tertentu;

3. Kuku

Bahan diambil dari bagian kuku yang sakit dan diambil sedalam-dalamnya sehingga mengenai seluruh tebal kuku, bahan di bawah kuku diambil pula.

Pemeriksaan langsung sediaan basah dilaku- kan dengan mikroskop, mula-mula dengan pem- besaran 10x10, kemudian dengan pembesaran 1 Ox45. Pemeriksaan dengan pembesaran 1Ox100 biasanya tidak diperlukan.

Sediaan basah dibuat dengan meletakkan bahan di atas gelas alas, kemudian ditambah 1-2 tetes larutan KOH. Konsentrasi larutan KOH untuk sediaan rambut adalah 10% dan untuk kulit dan kuku 20%. Setelah sediaan dicampur dengan larutan KOH, ditunggu 15-20 menit hal ini diperlukan untuk melarutkan jaringan. Untuk mempercepat proses pelarutan dapat dilakukan pemanasan sediaan basah di atas api kecil. Pada saat mulai ke luar uap dari sediaan tersebut, pemanasan sudah cukup. Bila terjadi penguapan, maka akan terbentuk kristal KOH, sehingga tujuan yang diinginkan tidak tercapai. Untuk melihat elemen jamur lebih nyata dapat ditambahkan zat warna pada sediaan KOH, misalnya tinta Parker superchroom blue black.

Pada sediaan kulit dan kuku yang terlihat adalah hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet ( artrospora) pad a kelainan kulit lama dan/atau sud ah

diobati. Pada sediaan rambut yang dilihat adalah spora kecil (mikrospora) atau besar (makrospora).

Spora dapat tersusun di luar rambut (ektotriks) atau di dalam rambut (endotriks). Kadang-kadang dapat terlihat juga hifa pada sediaan rambut.

Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap paling baik pada waktu ini adalah medium agar dekstrosa Sabouraud. Pada agar Sabouraud dapat ditambahkan antibiotik saja (kloramfenikol) atau ditambah pula klorheksimid. Kedua zat tersebut diperlukan untuk menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan.

DIAGNOSIS BANDING

Tinea pedis et manum harus dibedakan dengan dermatitis, yang biasanya batasnya tidak jelas, bagian tepi tidak lebih aktif daripada bagian tengah. Adanya vesikel-vesikel steril pada jari- jari kaki dan tangan (pomfoliks) dapat merupakan reaksi id, yaitu akibat setempat hasil reaksi hipersensitivitas terhadap antigen yang berada di lokasi lain. Efek samping obat topikal juga dapat memberi gambaran serupa yang menyerupai eksim atau dermatitis, sehingga perlu dipikirkan adanya dermatitis kontak. Pada hiperhidrosis terlihat kulit mengelupas atau maserasi. Kalau hanya terlihat vesikel-vesikel, biasanya terletak sangat dalam dan terbatas pada telapak kaki dan tangan. Kelainan tidak meluas sampai di sela- sela jari.

Penyakit lain yang harus mendapat perhatian adalah kandidosis (erosio interdigitalis blastomisetika), membedakannya dengan tinea pedis murni kadang-kadang agak sulit. lnfeksi sekunder dengan spesies Candida atau bakteri lain juga sering menyertai tinea pedis, sehingga pemeriksaan laboratorium dan interpretasi yang bijaksana diperlukan untuk membedakan satu dengan yang lain.

Sifilis II dapat berupa kelainan kulit di telapak tangan dan kaki. Lesi yang merah dan basah dapat merupakan petunjuk. Dalam hal ini umum- nya akan terdapat tanda-tanda lain sifilis. Tinea unguium yang disebabkan macam-macam derma- tofita memberikan gambaran akhir yang sama berupa kuku distrofik.

Psoriasis yang menyerang kuku pun dapat berakhir dengan kelainan yang sama. Lekukan- lekukan pada kuku (nail pits), yang terlihat pada psoriasis tidak didapati pada tinea unguium. Lesi- lesi psoriasis pada bagian lain badan dapat me- nolong membedakannya dengan tinea unguium.

Banyak penyakit kulit yang menyerang bagian dorsal jari-jari tangan dan kaki dapat menyebab- kan kelainan yang berakhir dengan distrofi kuku, misalnya: paronikia, dermatitis, akrodermatitis perstans.

Tidaklah begitu sukar untuk menentukan diagnosis tinea korporis pada umumnya, namun ada beberapa penyakit kulit yang dapat mericuh- kan diagnosis itu, misalnya dermatitis seboroika, psoriasis, dan pitiriasis rosea. Kelainan kulit pada dermatitis seboroika selain dapat menyerupai tinea korporis, biasanya dapat terlihat pada tempat- tempat predileksi, misalnya di kulit kepala (scalp), lipatan-lipatan kulit, misalnya belakang telinga, daerah nasolabial, dan sebagainya.

Psoriasis dapat dikenal dari kelainan kulit pada tempat predileksi, yaitu daerah ekstensor, misalnya lutut, siku, dan punggung. Kulit kepala berambut juga sering terkena pada penyakit ini. Adanya lekukan-lekukan pada kuku dapat pula menolong untuk menentukan diagnosis. Pitiriasis rosea, yang distribusi kelainan kulitnya simetris dan terbatas pada tubuh dan bagian proksimal anggota badan, sukar dibedakan dengan tinea korporis tanpa herald patch yang dapat membedakan penyakit ini dengan tinea korporis. Pemeriksaan laboratorium yang dapat memastikan diagnosisnya. Tinea korporis kadang-kadang sukar dibedakan dengan dermatitis seboroika pada sela paha. Lesi-lesi di tempat-tempat predileksi sangat menolong menentukan diagnosis.

Psoriasis pada sela paha dapat menyerupai tinea kruris. Lesi-lesi pada psoriasis biasanya lebih merah, skuama lebih banyak dan lamelar. Adanya lesi psoriasis pada tempat lain dapat membantu menentukan diagnosis. Kandidosis pada daerah lipat paha mempunyai konfigurasi hen and chicken.

Kelainan ini biasanya basah dan berkrusta. Pada wanita ada tidaknya fluor albus dapat membantu pengarahan diagnosis. Pada penderita-penderita diabetes melitus, kandidosis merupakan penyakit yang sering dijumpai.

Eritrasma merupakan penyakit yang ter- sering berlokalisasi di sela paha. Efloresensi yang

sama, yaitu eritema dan skuama, pada seluruh lesi merupakan tanda-tanda khas penyakit ini. Pemeriksaan dengan lampu Wood dapat menolong dengan adanya fluoresensi merah (coral red).

Tinea barbe kadang-kadang sukar dibedakan dengan sikosis barbe, yang disebabkan oleh piokokus. Pemeriksaan sediaan langsung dapat membedakan kedua penyakit ini.

Berbagai kelainan pada kulit kepala berambut harus dibedakan dengan tinea kapitis. Pada umumnya pemeriksaan dengan lampu Wood pad a kasus-kasus tertentu dan pemeriksaan langsung bahan klinis dapat menentukan diagnosis. Pada alopesia areata rambut di bagian pinggir kelainan mula-mula mudah dicabut dari folikel, akan tetapi pangkal yang patah tidak nampak. Pada kelainan ini juga tidak terdapat skuama. Bercak-bercak seboroika pada kulit kepala yang berambut kadang-kadang membingungkan. Biasanya lesi dermatitis seboroika pada kulit kepala lebih me- rata. Dermatitis seboroika biasanya mempunyai lesi-lesi kulit yang simetris distribusinya. Psoriasis pada kulit kepala berambut biasanya disertai kelainan-kelainan di tempat lain yang memberi pengarahan diagnosis yang baik.

Impetigo yang menyertai pedikulosis kapitis menimbulkan kelainan yang kotor dan berkrusta, tanpa rambut yang putus. Kerion kadang-kadang sukar dibedakan dengan karbunkel, walaupun tidak begitu nyeri. Trikotilomania merupakan kelainan berupa rambut putus tidak tepat pada kulit kepala, daerah kelainan tidak pernah botak seluruhnya dan batas kelainan tidak tegas. Pada orang dewasa, lupus eritematosus dan bentuk- bentuk lain alopesia yang menimbulkan sikatriks (pseudopelade Brocq) memerlukan pemeriksaan lebih lengkap untuk membedakannya dengan favus. Pemeriksaan dengan lampu Wood menunjukkan fluoresensi pada rambut yang terserang oleh favus.

PENGOBATAN

Tersedia bermacam pengobatan topikal mau- pun sistemik untuk berbagai tipe dermatofitosis.

Sejalan dengan penetrasi dermatofita ke dalam folikel rambut, maka lnfeksi yang mengenai daerah berambut memerlukan pengobatan oral.

Selama ini pengobatan standar untuk tinea kapitis di Amerika Serikat adalah griseofulvin, sedang- kan golongan triazol dan alilamin menunjukkan

keamanan, efikasi dan manfaat lebih karena penggunaannya yang memerlukan waktu singkat, namun semenjak tahun 2007, terbinafin juga direkomendasi untuk pengobatan tinea kapitis pada anak berusia diatas 4 tahun, khususnya yang disebabkan oleh T tonsurans.

Dosis pengobatan griseofulvin berbeda-beda.

Secara umum, griseofulvin dalam bentuk fine particle dapat diberikan dengan dosis 0,5-1 g untuk orang dewasa dan 0,25-0,5 g untuk anak- anak sehari atau 10-25 mg/kg berat badan.

Diberikan 1-2 kali sehari, lama pengobatan bergantung pada lokasi penyakit, penyebab penyakit, dan keadaan imunitas penderita.

Setelah sembuh klinis pengobatan dilanjutkan hingga 2 minggu. Untuk mempercepat waktu penyembuhan, kadang-kadang diperlukan tindakan khusus atau pemberian obat topikal tambahan.

Efek samping griseofulvin jarang dijumpai, yang merupakan keluhan utama ialah sefalgia, dizziness dan insomnia. Efek samping yang lain dapat berupa gangguan traktus digestivus ialah nausea, vomitus, dan diare. Obat tersebut juga bersifat fotosensitif dan dapat mengganggu fungsi hepar.

Obat per oral, yang juga efektif untuk derma- tofitosis yaitu ketokonazol yang bersifatfungistatik.

Pada kasus-kasus resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan obat tersebut sebanyak 200 mg/

hari selama 10 hari-2 minggu pad a pagi hari setelah makan. Ketokonazol merupakan kontra- indikasi untuk penderita kelainan hepar.

Sebagai pengganti ketokonazol yang mem- punyai sifat hepatotoksik terutama bila diberikan lebih dari sepuluh hari, dapat diberikan suatu obat triazol yaitu itrakonazol yang merupakan pemilihan yang baik. Pemberian obat tersebut untuk penyakit kulit dan selaput lendir oleh penyakitjamur biasanya cukup 2 x 100-200 mg sehari dalam kapsul selama 3 hari. Khusus untuk onikomikosis dikenal sebagai dosis denyut selama 3 bulan.

Cara pemberiannya sebagai berikut, diberikan 3 tahap dengan interval 1 bulan. Setiap tahap selama 1 minggu dengan dosis 2 x 200 mg sehari dalam kapsul.

Hasil pemberian itrakonazol dosis denyut untuk onikomikosis hampir sama dengan pemberian terbinafin 250 mg sehari selama 3 bulan. Ke- lebihan itrakonazol terhadap terbinafin adalah efektif terhadap onikomikosis.

Dalam dokumen ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN (Halaman 120-128)