• Tidak ada hasil yang ditemukan

DERMATITIS KONTAK

Dalam dokumen ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN (Halaman 168-178)

Oleh

Sri Adi Su/arsito dan Retno

W.

Soebaryo

DEFINISI

Dermatitis kontak ialah dermatitis yang di- sebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada kulit.

JENIS

Dikenal dua jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak

alergik. Keduanya dapat bersifat akut maupun kronis.

Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi peradangan kulit non-imunologik, yaitu kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses pe- ngenalan/sensitisasi. Sebaliknya, dermatitis kontak alergik terjadi pada seseorang yang telah meng- alami sensitisasi terhadap suatu bahan penyebab/

alergen.

DERMATITIS KONTAK IRITAN (OKI) EPIDEMIOLOGI

Dermatitis kontak iritan dapat dialami oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Jumlah orang yang mengalami OKI diperkirakan cukup banyak, terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (OKI akibat kerja), namun angka secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain karena banyak pasien dengan kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan tidak mengeluh.

ETIOLOGI

Penyebab dermatitis jenis ini ialah pajanan dengan bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut dan vehikulum. Ter- dapat juga pengaruh faktor lain, yaitu: lama kontak, kekerapan (terus menerus atau berselang), oklusi yang menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian pula gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelem- baban lingkungan juga turut berperan.

Faktor individu juga turut berpengaruh pada OKI, misalnya perbedaan ketebalan kulit di ber- bagai tempat menyebabkan perbedaan permea- bilitas; usia (anak di bawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan dibandingkan dengan kulit putih); jenis kelamin (insidens OKI lebih banyak pada perempuan);

penyakit kulit yang pemah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan me- nurun), misalnya dermatitis atopik.

PATOGENESIS

Kelainan kulit oleh bahan iritan terjadi akibat kerusakan sel secara kimiawi atau fisis.

Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat kulit terhadap air.

Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran lemak (lipid membrane) keratinosit, namun sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria, atau kom- ponen inti. Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat

(M), diasilgliserida (DAG), platelet activating factor=PAF), dan inositida (IP3). M diubah men- jadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). PG dan

LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskular sehingga mempermudah transudasi pengeluaran komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mas untuk melepaskan histamin, LT dan PG lain dan PAF, sehingga terjadi perubahan vaskular.

DAG dan second messengers lain men- stimulasi ekspresi gen dan sintesis protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte- macrophage colony stimulating factor (GMCSF).

IL-1 mengaktifkan sel T-penolong!T-helper cell mengeluarkan IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2, yang mengakibatkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut.

Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNFa, suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pe- lepasan sitokin.

Rentetan kejadian tersebut mengakibatkan gejala peradangan klasik di tempat terjadinya kontak dengan kelainan berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila iritan kuat. Bahan iritan lemah akan mengakibatkan kelainan kulit setelah kontak berulang kali, yang dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi menye- babkan desikasi sehingga kulit kehilangan fungsi sawamya, Hal tersebut akan mempermudah kerusakan sel di lapisan kulit ya g lebih dalam.- GEJALA KUNIS

Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan. lritan kuat memberi gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain itu, juga banyak faktor yang mem- pengaruhi sebagaimana yang telah disebutkan, yaitu faktor individu (misalnya, ras, usia, lokasi, atopi, penyakit kulit lain), faktor lingkungan

(misalnya, suhu dan kelembaban udara, oklusi).

Berdasarkan penyebab dan pengaruh ber- bagai faktor tersebut, ada yang mengklasifikasi- kan OKI menjadi sepuluh jenis, yaitu: OKI akut, lambat akut (acute delayed irritancy), reaksi iritan, kronik kumulatif, reaksi traurnatik, exsiccation eczematid, reaksi pustular dan akneformis, iritasi

non-eritematosa, dermatitis karena friksi dan iritasi subyektif.

OKI akut

Penyebab OKI akut adalah iritan kuat, misal- nya larutan asam sulfat dan asam hidroklorid atau basa kuat, misalnya natrium dan kalium hidroksida. Biasanya terjadi karena kecelakaan di tempat kerja, dan reaksi segera timbul. lntensitas reaksi sebanding dengan konsentrasi dan lama kontak, serta reaksi terbatas hanya pada tempat kontak. Kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar, kelainan yang terlihat berupa eritema edema, bula, mungkin juga nekrosis. Tepi kelainan berbatas tegas, dan pada umumnya asimetris.

Luka bakar oleh bahan kimia juga termasuk dermatitis kontak iritan akut.

OKI akut lambat

Gambaran klinis dan gejala sama dengan OKI akut, tetapi baru terjadi 8 sampai 24 jam setelah berkontak. Bahan iritan yang dapat me- nyebabkan OKI akut lambat, misalnya podofilin, antralin, tretinoin, etilen oksida, benzalkonium klorida, asam hidrofluorat. Sebagai contoh ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga (dermatitis venenata); Keluhan dirasakan pedih keesokan harinya, sebagai gejala awal terlihat eritema kemudian terjadi vesikel atau bahkan nekrosis.

OKI kronik kumulatif

Merupakan jenis dermatitis kontak yang paling sering terjadi. Sebagai penyebab ialah kontak berulang dengan iritan lemah (misalnya deterjen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air (lihat gambar 20.1.)). OKI kumulatif mungkin terjadi karena kerjasama berbagai faktor. Oapat disebabkan suatu bahan secara tunggal tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi mampu sebagai penyebab bila bergabung dengan faktor lain. Kelainan baru terlihat nyata setelah kontak berlangsung beberapa minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian.

Gejala klasik berupa kulit kering, disertai eritema, skuama, yang lambat laun kulit menjadi tebal (hiperkeratosis) dengan likenifikasi, yang

difus. Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti Iuka iris (fisura), misalnya pada kulit tumit seorang pencuci yang mengalami kontak secara terus menerus dengan deterjen. Keluhan pasien umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit retak (fisura).

OKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu lebih banyak ditemukan di tangan dibandingkan dengan bagian lain tubuh.

Contoh pekerjaan yang berisiko tinggi untuk OKI kumulatif yaitu: pencuci, kuli bangunan, montir di bengkel, juru masak, tukang kebun, penata rambut.

Reaksi iritan

Reaksi iritan merupakan dermatitis kontak iritan subklinis pada seseorang yang terpajan dengan pekerjaan basah dalam beberapa bulan pertama, misalnya penata rambut dan pekerja logam Kelainan kulit bersifat monomorf dapat berupa skuama, eritema, vesikel, pustul dan erosi.

Umumnya dapat sembuh sendiri, atau berlanjut menimbulkan penebalan kulit (skin hardening), dan menjadi OKI kumulatif.

OKI traumatik

Kelainan kulit berkembang lambat setelah trauma panas atau laserasi. Gejala klinis menye- rupai dermatitis numularis, penyembuhan ber- langsung lambat, paling cepat 6 minggu. Lokasi tersering di tangan.

OKI non-eritematosa

OKI non-eritematosa merupakan bentuk subklinis OKI, yang ditandai dengan perubahan fungsi sawar (stratum korneum) tanpa disertai kelainan klinis.

OKI subyektif

Juga disebut OKI sensori; karena kelainan kulit tidak terlihat, namun pasien merasa seperti tersengat (pedih) atau terbakar (panas) setelah berkontak dengan bahan kimia tertentu, misalnya asam laktat.

OKI KUMULATIF

Bila jarak waktu iritasi pertama dan berikutnya cukup lama sehingga terjadi perbaikan fungsi sawar kulit, maka tidak akan menimbulkan kelainan (K-kerusakan; t-waktu; pk- penampilan klinis).

Bila waktu pajanan berikutnya lebih cepat dari waktu yang diperlukan untuk perbaikan fungsi kulit, maka akan terjadi kelainan kulit.

Gambar 20.1. DKI Kumulatif

HISTOPATOLOGIK

Gambaran histopatologik dermatitis kontak iritan tidak khas. Pada OKI akut (oleh iritan primer), dermis bagian atas terdapat vasodilatasi disertai sebukan sel mononuklear di sekitar pembuluh darah. Eksositosis di epidermis diikuti spongiosis dan edema intrasel, serta nekrosis epidermal.

Pada dermatitis berat kerusakan epidermis dapat berbentuk vesikel atau bula. Di dalam vesikel atau bula ditemukan limfosit dan neutrofil.

DIAGNOSIS

Diagnosis OKI didasarkan atas anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis. OKI akut lebih mudah diketahui karena terjadi lebih cepat sehingga pasien pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya.

Sebaliknya, OKI kronis terjadi lebih lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang luas, sehingga adakalanya sulit dibedakan dengan dermatitis kontak alergik. Untuk ini diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai.

PENGOBATAN

Upaya pengobatan yang terpenting pada OKI adalah menghindari pajanan bahan iritan yang menjadi penyebab, baik yang bersifat mekanik, fisis maupun kimiawi, serta menyingkirkan faktor yang memperberat. Bila hal ini dapat dilaksana- kan dengan sempurna, dan tidak terjadi komplikasi, maka OKI tersebut akan sembuh tanpa peng- obatan topikal, mungkin cukup dengan pemberian pelembab untuk memperbaiki sawar kulit.

Apabila diperlukan, untuk mengatasi pe- radangan dapat diberikan kortikosteroid topikal, misalnya hidrokortison, atau untuk kelainan yang kronis dapat diawali dengan kortikosteroid dengan potensi kuat. Pemakaian alat pelindung diri yang adekuat diperlukan bagi yang bekerja dengan bahan iritan, sebagai salah satu upaya pencegahan.

PROGNOSIS

Bila bahan iritan yang menjadi penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan dengan sempurna, maka prognosisnya kurang baik. Ke-

adaan ini sering terjadi pada OKI kronis dengan penyebab multi faktor dan juga pada pasien atopik.

DERMATITIS KONTAK ALERGIK (OKA) EPIDEMIOLOGI

Bila dibandingkan dengan OKI, jumlah pasien OKA lebih sedikit, karena hanya mengenai orang dengan keadaan kulit sangat peka (hipersensitif).

Diperkirakan jumlah OKA maupun OKI makin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang di- pakai oleh masyarakat. Namun, informasi mengenai prevalensi dan insidens OKA di masyarakat sangat sedikit, sehingga angka yang mendekati kebenaran belum didapat.

Dahulu diperkirakan bahwa kejadian OKI akibat kerja sebanyak 80% dan OKA 20%, tetapi data baru dari lnggris dan Amerika Serikat me- nunjukkan bahwa dermatitis kontak alergik akibat kerja karena temyata cukup tinggi yaitu berkisar antara 50 dan 60 persen. Sedangkan, dari satu penelitian ditemukan frekuensi OKA bukan akibat kerja tiga kali lebih sering dibandingkan dengan OKA akibat kerja.

ETIOLOGI

Penyebab OKA ialah bahan kimia sederhana dengan berat molekul rendah (< 1000 dalton), disebut sebagai hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dan dapat menembus stratum komeum sehingga mencapai sel epidermis bagian dalam yang hidup. Berbagai faktor berpengaruh ter- hadap kejadian OKA, misalnya potensi sensitisasi alergen, dosis per unit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan kelem- baban lingkungan, vehikulum dan pH. Juga faktor individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum komeum, ketebalan epidermis), status imun (misalnya sedang mengalami sakit, atau terpajan sinar matahari secara intens).

PATOGENESIS

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada OKA mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi imunologik tipe IV, atau reaksi hipersen- sitivitas tipe lambat. Reaksi ini terjadi melalui

dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi.

Hanya individu yang telah mengalami sensitisasi dapat mengalami OKA.

Fase sensitisasi

Hapten yang masuk ke dalam epidermis melewati stratum komeum akan ditangkap oleh sel Langerhans dengan cara pinositosis, dan diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom atau sitosol serta dikonjugasikan pada molekul HLA- DR untuk menjadi antigen lengkap. Pada awalnya sel Langerhans dalam keadaan istirahat, dan hanya berfungsi sebagai makrofag dengan sedikit kemampuan menstimulasi sel T. Akan tetapi, setelah keratinosit terpajan oleh hapten yang juga mempunyai sifat iritan, keratinosit akan melepaskan sitokin (IL-1) yang akan mengaktifkan sel Langer- hans dan mampu menstimulasi sel-T. Aktivasi ter- sebut akan mengubah fenotip sel Langerhans dan meningkatkan sekresi sitokin tertentu (misalnya IL- 1) serta ekspresi molekul permukaan sel termasuk MHC klas I dan II, ICAM-1, LFA-3 dan 87. Sitokin proinflamasi lain yang dilepaskan oleh keratinosit yaitu TNFa, yang dapat mengaktifasi sel-T, makrofag dan granulosit, menginduksi perubahan molekul adesi sel dan pelepasan sitokin serta juga meningkatkan MHC kelas I dan II.

TNFa menekan produksi E-cadherin yang mengikat sel Langerhans pada epidermis, juga menginduksi aktivitas gelatinolisis sehingga mem- perlancar sel Langerhans melewati membran basalis bermigrasi ke kelenjar getah bening setempat melalui saluran limfe. Di dalam kelenjar limfe, sel Langerhans mempresentasikan kom- pleks antigen HLA-DR kepada sel-T penolong spesifik, yaitu sel T yang mengekspresikan molekul CD4 yang dapat mengenali HLA-DR yang dipre- sentasikan oleh sel Langerhans, dan kompleks reseptor sel-T-CD3 yang mengenali antigen yang telah diproses. Keberadaan sel-T spesifik ini ditentukan secara genetik.

Sel Langerhans mensekresi IL-1 yang men- stimulasi sel-T untuk mensekresi IL-2 dan meng- ekspresi reseptor-IL-2 (IL-2R). Sitokin ini akan menstimulasi proliferasi dan diferensiasi sel T spesifik, sehingga menjadi lebih banyak dan berubah menjadi sel-T memori (sel T-teraktivasi) yang akan meninggalkan kelenjar getah bening dan beredar ke seluruh tubuh. Pada saat tersebut

individu telah tersensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu.

Menurut konsep 'danger' signal, sinyal anti- genik mumi suatu hapten cenderung menyebab- kan toleransi, sedangkan sinyal iritan menimbulkan sensitisasi. Dengan demikian terjadinya sensiti- sasi kontak bergantung pada adanya sinyal iritan yang dapat berasal dari alergen kontak sendiri, ambang rangsang yang rendah terhadap respons iritan, bahan kimia inflamasi pada kulit yang me- radang, atau kombinasi ketiganya. Jadi danger signal yang menyebabkan sensitisasi tidak hanya berasal dari sinyal antigenik sendiri, melainkan juga dari sifat iritasi yang menyertainya. Suatu tindakan mengurangi iritasi akan menurunkan potensi sensitisasi.

Fase elisitasi

Fase kedua (elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada pajanan ulang alergen (hapten) yang sama atau serupa (pada reaksi silang). Seperti pada fase sensitisasi, hapten akan ditangkap oleh sel Langerhans dan diproses secara kimiawi menjadi antigen, diikat oleh HLA- DR kemudian diekspresikan di permukaan sel.

Selanjutnya kompleks HLA-DR-antigen akan di- presentasikan kepada sel-T yang telah tersen- sitisasi (sel-T memori) baik di kulit maupun di kelenjar limfe sehingga terjadi proses aktivasi. Di kulit proses aktivasi lebih kompleks dengan hadir- nya berbagai sel lain. Sel Langerhans mensekresi IL-1 yang merangsang sel-T untuk memproduksi IL-2 dan mengekspresi IL-2R, yang akan menye- babkan proliferasi dan ekspansi populasi sel-T di kulit. Sel-T teraktivasi juga mengeluarkan IFN-y yang akan mengaktifkan keratinosit untuk meng- ekspresi ~CAM-1 dan HLA-DR. Adanya ICAM- 1 rnemungkinkan keratinosit untuk berinteraksi dengan sel-T dan leukosit lain yang mengekspresi molekul LFA-1. Sedangkan HLA-DR memungkin- kan keratinosit untuk berinteraksi langsung dengan sel-T CD4+, dan juga memungkinkan presentasi antigen kepada sel tesebut. Keratinosit meng- hasilkan juga sejumlah sitokin antara lain IL-1, IL-6, TNF-a, dan GMCSF, semuanya dapat mengaktivasi sel-T. IL-1 dapat merangsang keratinosit untuk menghasilkan eikosanoid. Sitokin dan eikosanoid ini akan mengaktifkan sel mas dan makrofag.

Sel mas yang berada di dekat pembuluh darah dermis akan melepaskan antara lain histamin, berbagai jenis faktor kemotaktik, PGE2 dan

PGD2, dan leukotrien 84 (L TB4 ). Eikosanoid baik yang berasal dari sel mas (prostaglandin) maupun dari keratinosit atau leukosit akan me- nyebabkan dilatasi vaskular dan meningkatkan permeabilitas sehingga molekul terlarut seperti komplemen dan kinin mudah berdifusi ke dalam dermis dan epidermis. Selain itu faktor kemotaktik dan eikosanoid akan menarik neutrofil, monosit dan sel darah lain dari dalam pembuluh darah masuk ke dalam dermis. Rentetan kejaclian tersebut akan menimbulkan respons klinik DKA. Fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24-48 jam.

GEJALA KUNIS

Pasien umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada tingkat keparahan dan lokasi dermatitisnya. Pada stadium akut dimulai dengan bercak eritematosa berbatas tegas kemu- dian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau

bula. Vesikel atau bula dapat pecah menyebabkan

erosi dan eksudasi (basah). DKA akut di tempat tertentu, misalnya kelopak mata, penis, skrotum, lebih didominasi oleh eritema dan edema. Pada OKA kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, berbatas tidak tegas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis; dengan kemungkinan penyebab campuran.

DKA dapat meluas ke tempat lain, misalnya dengan cara autosensitisasi. Skalp, telapak tangan dan kaki relatif resisten terhadap DKA.

Berbagai lokasi kejadian OKA

Tangan. Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di tangan, mungkin karena tangan merupakan or!~an tubuh yang paling sering digunakan untuk melakukan pe- kerjaan sehari-hari. Penyakit kulit akibat kerja, sepertiga atau lebih mengenai tangan. Tidak jarang ditemukan riwayat atopi pada pasien. Pada pekerjaan yang basah ('wet work'), misalnya memasak makanan, mencuci pakaian, pengatur rambut di salon, angka kejadian dermatitis tangan lebih tinggi.

Etiologi dermatitis tangan sangat kompleks karena banyak faktor yang berperan di samping atopi. Contoh bahan yang dapat menyebabkan dermatitis tangan, misalnya deterjen, antiseptik, getah sayuran, semen, dan pestisida.

Lengan. Alergen penyebab umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan (nikel}, sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman. OKA di ketiak dapat disebabkan oleh deodoran, antiperspiran, formaldehid yang ada di pakaian.

Wajah. Dermatitis kontak pada wajah dapat di- sebabkan oleh bahan kosmetik, spons (karet), obat topikal, alergen di udara (aero-alergen), nikel (tangkai kaca mata). Semua alergen yang berkontak dengan tangan dapat mengenai wajah, kelopak mata dan leher, misalnya pada waktu menyeka keringat. Bila terjadi di bibir atau sekitar- nya mungkin disebabkan oleh lipstik, pasta gigi, dan getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, maskara, eye shadow, obat tetes mata dan salap mata.

Telinga. Anting atau jepit telinga yang terbuat dari nikel, dapat menjadi penyebab dermatitis kontak pada telinga. Penyebab lain, misalnya obat topikal, tangkai kaca mata, cat rambut, hearing- aids, dan gagang telepon.

Leher. Sebagai penyebab antara lain kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari), parfum, alergen di udara, dan zat pewarna pakaian.

Badan. Dermatitis kontak di badan dapat disebab- kan oleh tekstil, zat pewama, kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut atau pewangi pakaian.

Genitalia. Penyebab antara lain antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita, alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi, deterjen. Bila mengenai daerah anal, mungkin disebabkan oleh obat antihemoroid.

Tungkai atas dan bawah. Dennatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh tekstil, dompet, kunci (nikel}, kaos kaki nilon, obat topikal, semen, maupun sepatu/sandal. Pada kaki dapat disebabkan oleh deterjen, dan bahan pembersih lantai.

Dermatitis kontak sistemik. Terjadi pada individu yang telah tersensitisasi secara topikal oleh suatu alergen, selanjutnya terpajan secara sistemik, oleh alergen yang sama

atau serupa (reaksi silang) kemudian timbul reaksi yang bervariasi, mulai terbatas pada tempat tersebut, bahkan dapat meluas sampai menjadi eritroderma. Penyebab misalnya nikel, formaldehid, dan balsam Peru.

DIAGNOSIS

Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cennat dan pemeriksaan klinis yang teliti.

Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai berdasarkan pada kelainan kulit yang ditemukan.

Misalnya, pada kelainan kulit berukuran numular di sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likeni- fikasi, dengan papul dan erosi, perlu ditanyakan apakah pasien memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam (nikel}. Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, berbagai bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, riwayat atopi, baik dari yang bersangkutan maupun keluarganya.

Pemeriksaan fisis sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola kelainan kulit sering kali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya.

Misalnya, di ketiak oleh deodoran; di pergelangan tangan oleh jam tangan; di kedua kaki oleh sepatu/

sandal. Pemeriksaan hendaknya dilakukan di tempat yang cukup terang, pada seluruh per- mukaan kulit untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena berbagai sebab endogen.

DIAGNOSIS BANDING

Kelainan kulit pada OKA sering tidak me- nunjukkan gambaran morfologik yang khas, Gambaran klinis dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau psoriasis. Diagnosis banding yang terutama ialah OKI. Pada keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan, apakah dermatitis tersebut merupakan dermatitis kontak alergik.

UJI TEMPEL

Tempat melakukan uji tempel biasanya di punggung. Untuk melakukan uji tempel diperlukan antigen, biasanya antigen standar, misalnya Allergan Patch Test Kit dan T.R.U.E. Test, kedua-

Dalam dokumen ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN (Halaman 168-178)