• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desy Nurkartika

PENDAHULUAN

Era revolusi industry 4.0 merupakan era yang sedang berlangsung saat ini, ditandai dengan kemajuan teknologi yang belum pernah terjadi sebelumnya yang memiliki Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, seperti robotika, internet, kendaraan otomatis, percetakaan 3D, nanoteknologi, bioteknologi,

penyimpanan energy, dan industry lain yang menghilangkan batas-batas tradisional untuk menciptakan peluang baru (Wynne, 2017 : 5).

Era masyarakat 5.0 merupakan istilah yang digunakan dalam Rencana Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kelima, ditinjau oleh Dewan Ilmu Pengetahuan. Teknologi, dan Inovasi Pemerintahan Jepang yang diberlakukan

Kepala Sekolah Sebagai Inovator Dalam Menciptakan Sdm

Indonesia Unggul Menyongsong Society 5.0

oleh Kabinet Perdana Menteri Jepang pada Januari 2016 (Salgues, 2018). Dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi dalam dunia pendidikan di era revolusi industri 4.0 dan menyongsong masyarakat 5.0 ini diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang unggul. SDM unggul dapat dikembangkan dengan kualitas pendidikan yang baik baik di lembaga pendidikan formal non formal maupun informal. Dalam lembaga pendidikan formal diperlukan fungsi kepemimpinan yang efektif dan professional dalam hal ini adalah kepala sekolah. Kepala sekolah sebagai pemimpin pada era revolusi industri 4.0 seperti sekarang ini merupakan pemimpin digital yang harus menjadi pemimpin yang efektif, memiliki keterampilan membangun dan mendorong tim, kreatif, inovatif dalam menyelesaikan masalah dan tantangan, mampu meningkatkan untuk meningkatkan dan mengembangkan organisasinya dengan memanfaatkan berbagai inovasi yang ada pada era revolusi industri 4.0.

Kepala sekolah inovatif harus berkolaborasi menciptakan iklim organisasi dan menumbuhkan budaya inovatif untuk memunculkan pemikiran inovatif dari para anggota sekolah yang lain sehingga seluruh anggota sekolah berfikir kreatif dan bekerja dengan cara yang baru untuk menghadapi tantangan pendidikan di era masyarakat 5.0.

Dalam unsur-unsur masyarakat 5.0, masyarakat 5.0 mengutamakan keunggulan gagasan, kemampuan beradaptasi, mobilitas, reaktivitas ide dan pengetahuan yang tercermin dari insfrastruktur, pengetahuan dan keterampilan sebagai dunia baru (Salgues, 2018).

METODE

Metode penulisan yang dilakukan merupakan kajian literatur yang membahas mengenai inovasi kepemimpinan di era revolusi industri 4.0 menyongsong masyarakat 5.0..

PEMBAHASAN

Masyarakat yang mampu mengandalkan teknologi yang berkembang pada revolusi industry 4.0 disebut super smart society atau society 5.0. Society 5.0 atau masyarakat 5.0 merupakan sebuah istilah yang dicetuskan oleh pemerintah Jepang digunakan dalam Rencana Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kelima, ditinjau oleh Dewan Ilmu Pengetahuan.

Teknologi, dan Inovasi Pemerintahan Jepang.

Definisi Society 5.0 adalah “A Human centered society that balances economic advancement with the resolution of social problems by a system that highly integraes cyberspace and physical space.”. Perkembangan teknologi yang muncul pada era revolusi industry 4.0 yang ditandai dengan perkembangan Artificial Intelligence, Robotics, Automation, Big Data dan Internet of Things mulai membawa masyarakat menuju Society 5.0 (Faruqi, 2019).

Perubahan dan perkembangan teknologi menjadi faktor penyebab perubahan karakteristik masyarakat. Masyarakat 1.0 merupakan masyarakat yang terjadi pada zaman revousi kognitif dimana Homo sapiens atau manusia menjadi masyarakat berburu dan pengumpul dan memanfaatkan teknologi berupa tombak dan batu berujung lancip untuk berburu.

Berkembangnya bahasa dan imajinasi, maka manusia mulai memanfaatkan sumber daya alam untuk bercocok tanam dan munculah revolusi agricultural dan mulai menetao dalam suatu daerah sehingga masyarakat 2.0 terbentuk.

Munculnya revolusi industry pada abad ke 18 sampai abad ke 19 menyebabkan perubahan dinamika kehidupan manusia, dengan adanya mesin yang dioperasikan, dan pabrik semakin banyak. Revolusi industry ini menyebabkan semakin majunya ilmu pengerahuan, perdagangan semakin luas dan komunikasi dan jarak jauh bisa ditempuh lebih cepat disinilah masyarakat 3.0 terbentuk. Perkebangan teknologi seperti perangkat computer, otomatisasi mesin dan semakin terintegrasi aktivitas-aktivitas manusia dengan perangkat visual seperti internet menjadikan kehidupan masyarakat menjadi kompleks, disinilah masyarakat 4.0 terbentuk. Semakin pesatnya perkembangan teknologi meyebabkan muncul

kebijakan dari pemerintah Jepang yang mendukung revolusi industry dengan tetap menanamkan nilai-nilai yang ada di masyarakat, maka muncul lah masyarakat 5.0 dimana manusia mampu memadukan antara ruang cyber dengan ruang fisik. Masyarakat 5.0 ini akan mendapatkan kualitas hidup yang tinggi dan nyaman dengan memikmati kemajuan teknologi (Pradipta, 2019).

Menyambut era industry 4.0, Indonesia memerlukan SDM yang unggul dan inovatif.

Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) dalam pidatonya di Simposium Internasional Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah menyatakan Sumber Daya Manusia (SDM) haruslah memiliki kompetensi untuk menghadapi tantangan di masa depan, yaitu kreativitas, kolaborasi, komunikasi, pemikiran kritis, kemampuan berlogika, dan kepedulian terhadap sesama.

Sejalan dengan pernyataan tersebut, untuk menciptakan SDM unggul, beberapa hal yang diprioritaskan oleh pendidikan saat ini yaitu pendidikan karakter dan pengamalan pancasila, deregulasi dan debirokratisasi dengan pemotongan semua regulasi yang menghambat terobosan dan peningkatan investasi, meningkatkan investasi dan inovasi dengan menerapkan kebijakan pemerintah yang harus kondusif untuk menggerakkan sektor swasta agar meningkatkan investasi di sector pendidikan, penciptaan lapangan kerja yang menerapkan semua kegiatan pemerintah berorientasi pada penciptaan lapangan kerja dengan mengutamakan pendekatan pendidikan dan pelatihan vokasi yang baru dan inovatif, serta pemberdayaan teknologi dengan memperkuat teknologi sebagai alat pemerataan baik daerah terpencil maupun kota besar harus mendapatkan kesempatan dan dukungan yang sama untuk pembelajaran. Dengan begitu pemimpin haruslah yang bisa menciptakan sesuatu hal yang baru dengan menciptakan lingkungan yang aman bagi bawahannya dalam mencetuskan gagasan dan mengkritik atasan.

Upaya menciptakan SDM yang unggul tidak terlepas dari peran sekloah untuk mewujudkannya, baik kepala sekolah, pendidik

dan tenaga kependidikan, manajemen sekolah, pemerintah dan seluruh komponen pendidikan lainnya. Dalam lingkungan sekolah, kepala sekolah kepala sekolah sebagai pemimpin memegang peran penting serta harus mampu menciptakan lingkungan sekolah yang bisa mencetek siswa berkarakter, penuh integritas dan kreatif. Diawali dengan perbaikan karakter kepala sekolah, guru, dan anggota sekolah laiinya yang bisa dicontoh oleh peserta didik.

Kepala sekolah dan guru diharapkan mampu menggerakkan siswa dengan berbagai metode pembelajaran yang inovatif sehingga siswa terdorong dan termotivasi dalam pembelajaran karena guru merupakan kunci dan pemain utama dalam proses pendidikan.

Johnson dalam Arifin (2019) mengemukakan bahwa pendidikan dalam era 4.0 dimaknai sebagai pendidikan yang menghubungkan setiap orang yang belajar, dengan sumber belajar apapun, dan mesin yang menyebabkan pembelajaran menjadi lebih professional sehingga ekosistem yang baru ini menghasilkan pendidikan yang lebih cerdas dan terintegrasi. Pendidikan dalam era 4.0 tidak terlepas dari sistem pembelajaran abad 21 yang harus memiliki kecakapan abad 21 diantaranya : (1) kecakapan belajar dan inovasi meliputi kreativitas & inovasi, berpikir kritis dan memecahkan masalah, komunikasi &

kolaborasi; (2) kecakapan informasi, media, dan teknologi meliputi literasi informasi, literasi media dan literasi teknologi informasi; (3) kecakapan hidup dan karir, meliputi luwes dan mampu beradaptasi, memiliki inisiatif &

mengarahkan diri, memiliki kemampuan social

& lintas budaya, serta produktif dan akuntabel (Chaeruman, 2018). Pada era 4.0 ini, proses pembelajaran di kelas harus menerapkan pendekatan diantaranya (Afrianto, 2018):

berpusat pada siswa (student centered), pembelajaran kontekstual (contextual learning), pembelajaran terintegrasi masyarakat (community integrated learning), pembelajaran kolaboratif (collaborative learning), dan pembelajaran berbasis teknologi (technology- based learning).

Untuk menghadapi revolusi industry 4.0, Kemendikbud menerapkan metode new learning yang memiliki karakteristik student centered, multimedia, collaborative work, information exchange, dan critical thinking and informed decision selaras dengan kecakapan abad 21 yang harus dimiliki siswa. Salah satu bentuk implementasi dari new learning yaitu digitalisasi sekolah, E Modul Pendidikan, dan Pendidikan Keluarga dalam Jaringan.

Program digitalisasi sekolah yang diluncurkan oleh Kemendikbud merupakan salah satu bentuk inovasi dalam bidang pendidikan dengan memanfaatkan teknologi informasi dalam berbagai aspek pengajaran guna mempermudah proses pembelajaran.

Berbagai aplikasi penunjang proses pembelajaran seperti buku sekolah elektronik, bank soal, laboratorium maya, peta budaya, wahana jelajah angkasa, pengembangan keprofesian berkelanjutan ,dan kelas maya dapat dengan mudah diakses oleh siswa dan guru.

Berbagai program tersebut dapat dijadikan sebagai inspirasi dan batu loncatan kepala sekolah dalam membuat dan mengembangkan inovasi lainnya pada organisasi sekolah. Kepala sekolah harus mampu menciptakan berbagai inovasi dalam organisasinya. Inovasi atau innovation sendiri merupakan segala hal yang baru atau merupakan suatu pembaharuan.

Innovation adalah suatu gagasan, barang, kejadian teknik, metode atau praktik yang diamati, disadari, dirasakan, dan diterima sebagai hal yang baru oleh seseorang atau kelompok masyarakat (Komariah, 2010).

Sedangkan menurut Sa’ud (2014), inovasi ialah suatu ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik itu berupa hasil invensi maupun diskoveri yang diadakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan suatu masalah tertentu.

Inovator dalam kepemimpinan pendidikan harus memiliki kompetensi diantaranya : (1) memfasilitasi pengembangan, penyebarluasan, dan pelaksanaan pembelajaran yang dikomunikasikan dengan baik sehingga

didukung oleh komunitas sekolah, (2) membantu, membina, dan mempertahankan lingkungan sekolah dan program pengajaran yang kondusif bagi proses pembelajaran peserta didik dan pertumbuhan professional pendidik dan tenaga kependidikan, (3) menjamin bahwa pengoperasian sumber daya manusia yang digunakan untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman, sehat, efisien dan efektif, (4) bekerjasama dengan orang tua murid dan anggota masyarakat, menanggapi kepentingan dan kebutuhan komunitas yang beragam dan memobilisasi sumber daya masyarakat, memahami dan mempengaruhi lingkungan politik, social ekonom dan budaya yang lebih luas (Agus Dharma 2003 dalam Syam 2012)

Kepala sekolah sebagai inovator tercemin dari cara melakukan pekerjaan secara konstruktif, kreatif, delegatif, integrative, rasional dan objektif, pregmatis, keteladanan, disiplin, serta adaptable dan fleksibel (Nurdin, 2009). Enam keterampilan berfikir inovatif : (1) memperhatikan, (2) personalisasi, (3) pencitraan, (4) bermain serius, (5) pertanyaan kolaboratif, dan (6) erfikir kreatif (Horth, 2014).

Dalam era masyarakat 5.0, inovasai dalam masyarakat 5.0 ditandai dengan perubahan paradigma dan sistem manajemen. Dalam Wynne, (2017) terdapat empat implikasi untuk paradigma yang baru dalam era revolusi industri 4.0 yaitu : (1) lebih berfokus kepada sistem daripada teknologi, (2) memberdayakan masyarakat untuk menguasai teknologi, (3) memprioritaskan desain masa depan, (4) fokus pada nilai-nilai kunci sebagai teknologi baru.

Inovasi kepala sekolah dapat dilaksanakan dalam bidang-bidang organisasi sekolah, seperti bidang kurikulum pendidikan, bidang kesiswaan, bidang sarana dan prasarana atau fasilitas sekolah, dan bidang hubungan masyarakat yang tidak terlepas dari peran tekonologi dan dapat direalisasikan dalam bentuk program rutin atau tahunan sekolah untuk menciptakan sekolah unggul dengan siswa yang berkarakter dan berintegritas tinggi.

Selain itu, lulusan pendidikan harus bisa kompetitif sehingga tidak hanya memahami literasi lama seperti membaca, menulis dan matematika tetapi mampu memahami literasi

data dengan menggunakan informasi di dunia digital, literasi teknologi dengan memahami cara kerja mesin dan aplikasi teknologi, serta literasi manusia dengan memahami aspek humanities, komunikasi dan desain. Inovasi program tersebut hendaknya dibuat secara rinci dan berkesinambungan harus di evaluasi, diperbaharui atau disempurnakan untuk mencerminkan inovasi yang telah dilakukan (Syam, 2012)

Dalam organisasinya, kepala sekolah perlu melalui tahapan yang menurut Roger (1983) dalam Komariah (2010) terdiri dari lima tahapan sebagai berikut:

a. Dimulai dari tahap pengetahuan (knowledge), yaitu saat seseorang membuka diri terhadap inovasi dan ingin mengetahui fungsi inovasi tersebut. Kepala sekolah harus bersikap terbuka terhadap inovasi, mengetahui dan menyadari perlunya inovasi untuk menciptakan perubahan dalam lingkungan sekolah. Pemikiran, ide, gagasan yang luas dan tidak terbatas berdasarkan pengalaman.

b. Tahap bujukan (persuasion), yaitu ketika seseorang atau kelompok membuka diri terhadap inovasi mulai menyenangi atau sebaliknya meragukan inovasi tersebut.

Kepala sekolah harus berusaha mengetahui lebih banyak tentang inovasi dan menafsirkan informasi yang diterimanya, mampu memproyeksikan penerapan inovasi dalam pemikiran berdasarkan kondisi dan situasi yang ada dengan menggambarkan bagaimana pelaksanaan inovasi sehingga mengarahkan kepada proses keputusan inovasi apakah menerapkan inovasi atau tidak (Sa’ud, 2014).

c. Tahap keputusan (decision), yaitu ketika seseorang atau kelompok pembuka inovasi mulai menampakkan sikapnya untuk menerima atau menolak inovasi. Kepala sekolah dapat melakukan percobaan dalam melakukan inovasi dengan berbagai cara sehingga dapat dilihat hasilnya apakah inovasi tersebut dapat diterima atau ditolak.

d. Tahap implementasi (implementation), yaitu ketika seseorang ataau kelompok mulai menerapkan atau menggunakan inovasi.

Ketika kepala sekolah telah menemukan keputusan dari hasil percobaan yang telah dilakukan, inovasi dapat diimplementasikan dalam bentuk praktik. Proses implentasi yang baik jika inovasi tersebut dapat dilaksanakan dengan rutin dan menujukkan perubahan atau pembaharuan.

e. Tahap konfirmasi (confirmation), yaitu tahap ketika seseorang atau kelompok mencari penguatan terhadap keputusan inovasi yang telah diambil.

f. Sinergi yang baik antara kepala sekolah, guru, lembaga pendidikan, dan komponen pendidikan yang lain dalam menciptakan SDM Indonesia yang unggul dengan melakukan inovasi-inovasi penggebrak dunia pendidikan sejalan dengan kompetensi SDM yang diharapkan yaitu menguasai teknologi, data dan humanis sehingga mampu menghadapi berbagai tantangan yang akan datang pada era 4.0 menuju terwujudnya masyarakat 5.0

KESIMPULAN

Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang unggul tidak serta merta terbentuk begitu saja. Pendidikan sebagai sentral untuk menciptakan SDM unggul sehingga mampu menyongsong perubahan kondisi dan kompleksitas tantangan pada era 4.0 dan menjadi masyarakat yang mampu mengembangkan teknologi dan humanis.

Perlunya mengedepankan inovasi untuk bisa menyelaraskan tujuan ini, kepala sekolah sebagai innovator di lembaga pendidikan jelas penting. Kepala sekolah yang memiliki visi, misi, kompetensi dan kualitas diharapkan mampu membuat perubahan yang sangat berarti dalam menyelesaikan tantangan pendidikan ini dengan membuat program-program yang inovatif dan mampu mendorong seluruh komponen pendidikan menjadi inovator pula.

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto. 2018. Being a Professional Teacher in the Era of Industrial Revolution 4.0:

Opportunities, Challenges and Strategies for Innovative Classroom Practies.

English Language Teaching and Research.

Volume 2, No. 1 Desember 2018

Arifin, Syamsul. 2019. Innovation Learning in Industri 4.0 Era : Evolution Educational 4.0. Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Direktorat Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Direktorat Pembelajaran

Chaeruman, Uwes A. 2018. Pembelajaran Abad 21. Seminar Nasional Pembelajaran Abad 21. Sawangan : Pusdiklat Kemendikbud 27 April 2018

Horth, David., and Dan Buchner. 2014.

Innovation Leadership : How to use innovation to lead effectively, work collaboratively, and drive result. White Paper – Center for Creative Leadership.

[Tersedia online : https://www.ccl.org/wp- content/uploads/2015/04/InnovationLeade rship.pdf,] (Diakses pada 4 Desember 2019)

Faruqi, Umar Al. 2019. Survey Paper : Future Service in Industri 5.0. Jurnal Sistem Cerdas 2019 Volume 02 No 01 ISSN : 2622-8254 Hal : 67 – 79

Komariah, Aan., dan Cepi Triana. 2010.

Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif. Jakarta : PT Bumi Aksara

Nurdin, Diding. 2009. Kepemimpinan Mutu Pendidikan. Bandung : PT Sarana Panca Karya Nusa

Makarim, Nadiem. 2019. Innovative School Leadership to Improve Student Learning and Wellbeing. Pidato Simposium Internasional Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah. Jakarta. 29 November 2019.

Pradipta, Rizaldy Rahadian. 2019. Masyarakat Baru 5.0. [Tersedia online : https://www.qureta.com/post/masyarakat- baru-5-o] (Diakses pada 4 Desember 2019)

Salgues, Bruno. 2018. Society 5.0 : Industry of The Future Technologies, Methods and Tools Volume 1. London : ISTE

Sa’ud, Udin Syaefudin. Inovasi Pendidikan.

Bandung : Alfabeta

Syam, Aminuddin. 2012. Kepemimpinan Pendidikan yang Inovatif. Jurnal Al

Ta’lim Jilid 1 Nomor 2 Juli 2012, halaman151-157

Wynne, Fionnula Herder., Rachel Amato., and Frank Uit de Weerd. 2017. Leadership 4.0 : A review of the thingking. United Kingdom : Oxford University.

PENDAHULUAN

Pemimpin yang memiliki karakter emphatic dan inovatif menjadi sosok yang diharapkan pada era 5.0 karena dirasa mampu membawa arah organisasi menuju perubahan dan kesiapan dalam menghadapi tuntutan era 5.0. Arti kata

“emphatic” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sungguh-sungguh, hebat.kuat, berkuasa.

Adapun pengertian inovasi, berasal dari kata “innovation” (bahasa Inggris) yang diterjemahkan segala hal yang baru atas pembaharuan (S. Wojowasito, 1972; Santoso S.

Hamijoyo, 1996). Inovasi kadang-kadang juga dipakai untuk menyatakan penemuan, karena hal yang baru itu hasil penemuan. Ada jugaa yang mengkaitkan antara pengertian inovasi dan

modernisasi, karena keduanya meembicarakan usaha pembaharuan. Inovasi adalah suatu ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan, atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat).

Inovasi ini diadakan untjk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah tertentu (udin Syaefudin Sa’ud (2008, hlm.2-3)

Lee Roy Beach (1993, hlm. 50) mendefinisikan visi sebagai berikut “Vision defines the ideal future, perhaps implying retention of the current culture and the activities, or perhaps implying change. (Visi menggamabarkan masa depan yang ideal, barangkali menyiratkan ingatan budaya yang sekarang dan aktivitas, atau barangkali menyiratkan perubahan). Gaffar (1995) dalam

Penguatan Visi Pemimpin Inovatif Dalam Mewujudkan

Produktivitas Pendidikan Pada Era 5.0