• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prodi Administrasi Pendidikan, UPI, Bandung,Indonesia

ABSTRAK: Pendidikan adalah upaya yang disengaja dan terencana untuk mendorong perkembangan dan potensi "pembelajar" pembelajar mandiri individu untuk memberi manfaat bagi kepentingan hidup mereka baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Pendidikan adalah salah satu bentuk budaya manusia karena harus dilihat sebagai kegiatan yang selalu dinamis, mengikuti percepatan laju perubahan dan dinamika budaya masyarakat. Melalui pendidikan diharapkan dapat diorganisasikan dasar nilai-nilai, pemikiran, dan moralitas bangsa, agar mampu menghasilkan generasi yang tangguh dalam iman, kepribadian, kaya akan kecerdasan, dan unggul dalam penguasaan teknologi dan informasi. Untuk itu, kita membutuhkan pendidikan berbasis kearifan lokal. Tujuan pendidikan berdasarkan kearifan lokal sesuai dengan yang telah dinyatakan dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas Pasal 3, menyatakan bahwa: "Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa". Pendidikan kearifan lokal adalah bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal diturunkan dari generasi ke generasi melalui mulut ke mulut. Kearifan lokal ada dalam cerita rakyat, amsal, lagu, dan permainan orang. Kearifan lokal sebagai pengetahuan yang ditemukan oleh komunitas lokal tertentu melalui kumpulan pengalaman dalam mencoba dan terintegrasi dengan pemahaman tentang budaya dan sifat suatu tempat. Seiring dengan perkembangan zaman seiring dengan pesatnya arus informasi dan teknologi yang terus berubah, ada kecenderungan kearifan lokal mulai terpinggirkan. Perlu disosialisasikan kepada generasi muda agar budaya kebijaksanaan tidak hilang dalam waktu.

Kata Kunci: Kearifan lokal, Pendidikan, Manajemen

kompetitif berdasar nilai-nilai luhur budaya agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi diri sehingga menjadi manusia yang unggul, cerdas, visioner, peka terhadap lingkungan dan keberagaman budaya, serta tanggap terhadap perkembangan dunia.

Kearifan lokal adalah bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal biasanya diturunkan dari generasi ke generasi melalui kata-ofmouth. Kearifan lokal ada dalam cerita rakyat, amsal, lagu, dan permainan orang. Kearifan lokal sebagai pengetahuan yang ditemukan oleh komunitas lokal tertentu melalui sekumpulan pengalaman dalam mencoba dan terintegrasi dengan pemahaman tentang budaya dan keadaan alam suatu tempat (Padmanugraha, 2010: 12).

Dalam Pedoman Implementasi Pendidikan Abad 21 (2017), ada beberapa kemampuan kritis yang harus dikuasai dalam PA21 yang, sebagaimana dicatat oleh para sarjana Amerika, menyatakan empat (4) kemampuan khusus yang paling penting: Kreativitas, Komunikasi, Kolaborasi, dan Kritis ( 4). Sejalan dengan itu James (2017) menyebutkan kejadian ini ada juga upaya untuk menambahkan 2C di PA21 yaitu kewarganegaraan dan karakter. Selain itu, pedoman ini juga mengacu pada Model Osler dan Starkey (2005) yang menjelaskan dalam aspek kewarganegaraan pelajar harus mengetahui peran masing-masing warga negara mengenai status, hak, praktik, dan kompetensi. Sedangkan dalam aspek pengembangan karakter juga, PA21 diharapkan memiliki kemampuan dan keterampilan untuk memimpin dan berkolaborasi dengan orang lain. Pendidikan Abad 21 dalam Keanekaragaman Budaya: Bagan dan Harapan (Unduh Gratis PDF). Tersedia dari: https: //

www. pintu penelitian net / publikasi / 320858903.Pendidikan_Abad_ke_21 Dalam Variasi Budaya Cabaran_ dan_Harapan [diakses 24 Mei 2018].

Salah satu peraturan Kabupaten Purwakarta melalui peraturan Bupati No. 69 tahun 2015 sebagai sebuah produk kebijakan merupakan dasar penerapan nilai-nilai kearifan lokal Sunda yang terbentuk dalam 7 Poe Atikan Pendidikan Purwakarta Berkarakter. Pendidikan berkarakter diselenggarakan dengan berpedoman kepada nilai kesundaan, 7 (tujuh) Poe Atikan Pendidikan Purwakarta Istimewa

Dalam konteks inilah studi lapangan ini dilaksanakan untuk melihat bagaimana tata kelola sekolah dengan menginternalisasi nilai- nilai budaya menjadi nilai yang kohesif dan merefleksi dalam karakter yang kuat.

Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas, maka untuk memudahkan dalam melakukan penelitian dan mengarahkan dalam pembahasan, maka penulis mengidentifikasi beberapa permasalahan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut.

1. Jenis kearifan local apa saja yang diterapkan dalam tata kelola sekolah di SMPN 10 Purwakarta?

2. Bagaimana proses penerapan nilai-nilai kearifan local tersebut dalam tata kelola sekolah di SMPN 10 Purwakarta?

3. Bagaimana peran kepala sekolah dalam menjaga dan melestarikan nilai-nilai local tersebut dalam tata kelola sekolah

4. Bagaimana bentuk Karakter yang terbentuk terhadap siswa, guru dan tenaga kependidikan sebagai hasil dari proses tata kekola sekolah berbasis kearifan local di SMPN 10 Purwakarta?.

MANAJEMEN SEKOLAH

Grindle (1980:7) dalam bukunya Politics and Policy Implementation in the Third World, berpendapat “Its success or failure can be evaluated in terms of the capacity actually to deliver programs as designed. In turn, overall policy implementation can be evaluated by measuring programs outcomes against policy goals.” Pada intinya menurut Grindle, berhasil

tidaknya sebuah kebijakan atau program, sangat ditentukan oleh pelaksananya di lapangan.

Sebaliknya, keberhasilan sebuah implementasi hanya dapat diukur berdasarkan dampak positif yang ditimbulkan.

KEARIFAN LOKAL

Kearifan lokal atau sering disebut kearifan lokal dapat dipahami usaha manusia dapat dipahami sebagai upaya manusia dengan menggunakan indera (kognisi) -nya untuk bertindak dan berperilaku terhadap sesuatu, benda, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Definisi tersebut diatur secara etimologis, di mana kebijaksanaan dipahami sebagai kemampuan seseorang untuk menggunakan alasannya dalam bertindak atau bertindak sebagai hasil dari penilaian terhadap suatu objek atau peristiwa yang terjadi. Sebagai istilah kearifan sering diartikan sebagai kearifan atau kearifan (Ridwan, 2007: 2-3).

METODE

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan bentuk penelitian kualitatif. Analisis data Dalam penelitian ini digunakan metode analisis kualitatif deskriptif. Analisis data deskriptif kualitatif adalah metode yang menggambarkan secara kualitatif fakta, data, objek, bahan dalam bentuk ekspresi, wacana melalui interpretasi yang tepat dan sistematis (Wibowo, 2014) Pemecahan masalah difokuskan untuk: Manajemen Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal Analisis analitik kualitatif perspektif dengan menafsirkan data dan fakta-fakta yang ditemukan dalam penelitian teoritis-taktis. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung melalui studi lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh melalui literatur, literatur dan dari tokoh adat, figur asli dari sumber data dan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahan

ilmiahnya. Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik pengumpulan data dalam bentuk diskusi, studi dokumentasi, dan studi pustaka, analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan mentabulasi data yang diperoleh sesuai dengan tujuan penelitian.

PEMBAHASAN

Mengembangkan pendidikan berbasis kearifan lokal

Kearifan lokal inilah yang membuat budaya suatu bangsa berakar. Budaya etnis lokal sering berfungsi sebagai sumber atau referensi untuk kreasi baru, misalnya dalam bahasa, seni, tatanan komunitas, teknologi, dan sebagainya, yang kemudian ditampilkan dalam kehidupan lintas budaya. Motivasi untuk mengeksplorasi kearifan lokal sebagai isu sentral, secara umum, adalah untuk mencari dan akhirnya, jika diinginkan, untuk membangun identitas bangsa, yang mungkin hilang oleh proses persilangan dialektik atau dengan akulturasi dan transformasi yang telah, adalah, dan akan terus terjadi sebagai hal yang tak terhindarkan.

Pengembangan kearifan lokal yang relevan dan kontekstual memiliki arti penting bagi perkembangan suatu bangsa, terutama jika dilihat dari sudut ketahanan budaya, serta memiliki arti penting bagi identitas kawasan itu sendiri. Pengembangan kearifan lokal suatu daerah akan mendorong rasa bangga terhadap budaya dan juga bangga terhadap wilayahnya karena telah ikut berkontribusi dalam pengembangan budaya bangsa. Karya seni budaya, digali dan sumber-sumber lokal, jika disajikan dalam 'wajah atau wacana keindonesiaan' tidak diragukan lagi akan memiliki kontribusi yang luar biasa untuk penciptaan identitas yang sama sekali baru bagi bangsa secara keseluruhan.

Kearifan lokal yang terdapat pada beberapa kelompok/ masyarakat adat di Indonesia banyak mengandung nilai luhur budaya bangsa yang masih kuat menjadi identitas karakter warga masyarakatnya. Namun disisi lain, nilai kearifan lokal sering kali diabaikan, karena dianggap tidak sesuai dengan perkembangan zamannya. Padahal dari kearifan lokal tersebut dapat di promosikan nilai-nilai luhur yang bisa

dijadikan model dalam pengembangan budaya bangsa Indonesia.

Konsep pendidikan berbasis budaya adalah pendidikan yang diselenggarakan untuk memenuhi standar nasional pendidikan yang diperkaya dengan keunggulan komparatif dan kompetitif berdasar nilai-nilai luhur budaya agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi diri sehingga menjadi manusia yang unggul, cerdas, visioner, peka terhadap lingkungan dan keberagaman budaya, serta tanggap terhadap perkembangan dunia.

Berdasarkan pada aperaturan Bupati Kab.

Purwakarta No. 69/2015 tentang 7 Poe Atikan Purwakarta Istimewa semua sekolah termasuk SMP Negeri 2 dan 5 Kab Purwakarta megimplementasikan kebijakan tersebut melalui berbagai program dan kegiatan di sekolah.

Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan bahwa impelemntasi 7 Poe Atikan tersebut diaktualisasikan dengan berbagai program, sebagai berikut:

a. Setiap Hari Senin adalah Ajeg Nusantara, yatitu kegiatan yang bertujuan menumbuhkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Pada hari tersebut bentuk kegiatannya, adalah:

1. Siswa diwajibkan mengenakan seragam Pramuka pada pelaksanaan upacara bendera,

2. Siswa melalui bimbingan guru membuat karya/kerajinan yang berasal dari daerah seluruh nusantara,

3. Siswa diperkenalkan keragaman yang ada di Indonesia, baik budaya, bahasa, agama, suku, kuliner, dan berbagai kearifan lokal lainnya.

b. Setiap hari Selasa adalah Mapag di Buana, yaitu kegiatan yang bertujuan untuk mempeluas wawasan terhadap dunia. Pada hari ini siswa melalui bimbingana dan arahan guru melaksanakan berbagai program/kegiatan, sebagai berikut:

1. Meteri pembelajaran diintegrasikan dengan wawasan global, seperti sejarah, tokoh dunia, para ilmuwan, dan sebagainya.

2. Seluruh warga sekolah didorong untuk memiliki semangat kompetitif dan berwawasan luas,

3. Siswa dilatih untuk mengoperasikan komputer pada kegiatan pembelajaran, 4. Khusus untuk mata pelajaran IPA, siswa

malalui bimbingan guru dilatuh untuk melakukan praktikum di laboratorium.

c. Setiap hari Rabu adalah Maneuh di Sunda, yaitu kegiatan yang bertujuan untuk mengembalikan pemahaman warga sekolah tentang jati diri sebagai orang Sunda. Pada hari ini kegiatan yang dilaksanakan, sebagi berikut:

1. Seluruh warga sekolah mengenakan pakaian adat Sunda,

2. Pada waktu tertentu siswa melalui bimbingan guru diajak langsung bercocok tanam di Sawah dan di Ladang sebagai nilai masyarakat Sunda,

3. Siswa diperkenalkan berbagai jenis permainan tradisional Sunda beserta kesenia lainnya,

d. Setiap hari Kamis adalah Nyanding Wawangi, yaitu kegiatan yang memberikan ruang kepada setiap siswa untuk berekspresi sesuai bakat dan minat masing-masing. Pada hari tersebut kegiatan yang dilaksanakan adalah:

1. Siswa melalui bimbingan guru diarahkan untuk menciptakan suatu hasil karya sesuai dengan minat masing-masing, 2. Kegiatan seni, olahraga, dan materi

pembelajaran dilakukan dengan memberikan ruang gerak kepada siswa untuk memilih sesuai bakat dan minat, e. Setiap hari Jumat adalah Pemurnian , suatu

kegiatan yang bertujuan mendekatkan diri kepada Pencipta Yang Maha Kuasa sesuai dengan ajaran agama mereka. Bentuk kegiatan hari ini, sebagai berikut:

1. Semua siswi mengenakan agama / seragam mereka sendiri,

2. Sebelum kegiatan belajar dimulai dengan membaca Alquran dan berdoa dhuha untuk Muslim, dan untuk agama non-Muslim untuk masing-masing guru agama mereka,

3. Semua warga sekolah wajib sholat Jum’at berjama’ah di masjid,

4. Para siswa melalui bimbingan guru diarahkan lagsung ke masyarakat untuk memberikan santunan/sedekah bagi

keluarga miskin atau orang tua jompo dan yatim.

5. Materi pembelajaran diajarkan dengan mengintegrasikan dengan nilai agama.

f. Setiap hari Sabtu dan Mingggu adalah Betah di Imah, yaitu memberikan waktu ustirahat bagi siswa agar lebih mengenal dan dekat dengan keluarga dan lingkungannya. Pada hari ini kegiatannya adalah:

1. Semua warga sekolah beraktiftas di rumah masing-masing dan ikut serta membantu aktiftas keluarganya,

2. Para siswa ditugaskan untuk membantu orang tua dan mengenal lebih dekta aktiftas orng tua masing-masing..

Secara umum, kegiatan sehari-hari yang mencerminkan budaya kualitas dalam proses pembelajaran di sekolah adalah sebagai berikut:

1. 6:30 pm pintu masuk sekolah;

2. Berjabat tangan dan mencium guru;

3. Melaksanakan piket kelas;

4. Berdoalah sebelum dan sesudah belajar;

5. Membaca buku non teks pelajaran selama 15 menit;

6. Mengikuti pembelajaran dengan tertib;

7. Lakukan sholat dhuha;

8. Membawa makan dan minum dari rumah, dan makan bersama-sama pada jam istirahat, serta saling berbagi makanan;

9. Membawa kantong plastik (keresek) untuk dijadikan tempat sampah, dan membawanya pulang;

10. Untuk memanggil teman sekelas dengan nama aa atau teh , dan memanggil saudara kelas dengan saudari itu;

11. Berpakaian rapi;

12. Membiasakan bersikap sopan dengan sikap tubuh (rengkuh) jika bertemu dangan guru dan orang yang lebih tua

13. Membiasakan cuci tangan;

14. Membiasakan pola hidup hemat dengan Menabung;

15. Pakaian Seragam

16. Hari Senin, pakaian pramuka;

17. Hari Selasa dan Rabu, bagi peserta didik laki-laki, pakaian Kampret dan ikat kepala (pakaian khas Sunda);

a) Hari Kamis, pakaian batik;

b) Hari Jum’at, busana Muslim/Muslimah

(laki-laki mengenakan sarung dan peci), dan dan bagi Peserta Didik yang beragama bukan Islam menyesuaikan.

Dalam pelaksanaan nya tata kelola sekolah berbasis kearifan local memerlukan Sosialisasi.

Bentuk sosialsisasi secara sederhana meliputi isi, proses, cara, dan agen sebagai unsur- unsur yang bekerja dalam suatu sistem sosial, baik itu sebagai kelompok, keluarga, maupun masyarakat luas. Parson (1995: 232) menyatakan bahwa ”Sosialisasi itu digunakan dalam pengertian yang lebih luas dan menunjuk kepada proses belajar orientasi-orientasi yang bermakna fungsional bagi berjalannya suatu sistem peran yang komplementer”.

Berdasarkan hasil temuan di lapangan setelah melakukan observasi, wawancara dan studi dokumentasi, maka temuan yang penulis dapatkan yang memiliki hubungan dengan kebijakan, manajemen, perencanaan dan kepemiminan di SMP Negeri 10 Kab.

Purwakarta, adalah sebagai berikut:

1. Kebijakan

Implementasi nilai-nilai kearifan lokal Sunda dalam proses pendidikan di sekolah didasari dengan suatu kebijakan, antara lain:

a. Kabupaten regulasi. Purwakrta No. 69/2015 dari 7 Poe Pendidikan , b. Tata tertib sekolah,

c. Program Kerja Sekolah,

d. SK pengangkatan Guru Pamong, dan e. MoU dengan kelompk industri, dan

organisasi lainnya yang mendukung program sekolah untuk penguatan nilai budaya.

2. Manajemen

Sebagai upaya implementasi nilai-nilai kearifan lokal Sunda di sekolah, maka proses manajemen telah dilakukan dengan berbagai macam strategi, antara lain:

a. Ada visi, misi, dan tujuan sekolah, b. Struktur organisasi sekolah, c. Organisasi komite sekolah,

d. Pengelolaan operasional anggaran pendapatan dan biaya sekolah,

e. Koordinasi dan komunikasi dengan seluruh stakeholder,

f. Penataan sarana dan prasarana yang

memadai, seperti ruang kelas, kantor, perpustakaan, laboratorium, halaman, fasilitas olahraga dan seni, kamar kecil, dan berbagai sarana lainnya,

g. Peningkatan kompetensi guru melalui kegiatan pelatihan dan workshop baik oleh sekolah maupun institusi pemerintah.

3. Perencanaan

Sebagai upaya implementasi kebijakan 7 Poe Atikan Purwakarta Istimewa, maka bentuk perencanaan yang dilakukan adalah, sebagai berikut:

a. Rencana strategis dan rencana operasional sekolah,

b. Pengadaan sarana dan prasarana yang sesuai standard pelayanan minimal (SPM),

c. Reakreditasi Sekolah,

d. Peningkatan kualitas kompetensi guru, dan

e. Implementasi SPMI.

4. Kepemimpinan

Efektifitas dan efesiensi pelaksanaan 7 Poe Atikan adalah terbangunnya kemampuan kepemimpinan di sekolah yang ditandai dengan beberapa hal, antara lain:

a. Komunikasi antara seluruh warga sekolah yang terbuka, baik kepala sekolah dengan guru dan staf, sesama guru, serta guru dan siswa,

b. Pengembilan keputusan sesuai dengan hasil musyawarah,

c. Perwakilan orang tua melalui komite ikut serta dalam proses penetapan kebijakan di sekolah,

d. Pola kepemimpinan di sekolah cenderung pada pendekatan kharismatik KESIMPULAN

Sekolah memiliki peran untuk mencerdaskan anak bangsa dan mengembangkan potensi peserta didik. Tidak hanya itu, sekolah juga merupakan tempat untuk mendidik siswa agar berperilaku sopan dan santun serta memiliki karakter yang baik atau karakter positif sesuai dengan nilai-nilai karakter yang terkandung dalam kemendiknas 2010. Sekolah dalam

mewujudkan tujuan pendidikan tersebut dapat melakukan dan membiasakan anak untuk melakukan kegiatan-kegiatan baik di sekolah yang menitikbertakan pada tata kelola sekolah berbasis kearifan lokal. Tat kelola sekolah berbasis kearifan local tersebut bermula dari diterbitkannya Peraturan Bupati Kab. Purwakrta No. 69/2015 tentang 7 Poe Atikan. Hal tersebutberdampak terhadap tata kelola sekolah.

Hari Ajaran Pendidikan Purwakarta Istimewa, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi nilai sebagai berikut :

a. Senin, ajeg nusantara, memiliki makna menumbuhkan rasa cinta nasional atau nasional;

b. hari Selasa, mapag di buana, mengandung makna memperluas wawasan terhadap dunia;

c. hari Rabu, maneuh di sunda, mengandung makna kembali pada jati diri sebagai orang sunda;

d. hari Kamis, nyanding wawangi, mengandung makna memberikan ruang untuk kebebasan berekspresi;

e. Jumat, menyucikan diri, mengandung makna mendekat kepada Yang Mahakuasa; dan

f. hari Sabtu dan Minggu, betah di imah, mengandung makna mencintai rumah sebagai tempat bernaung keluarga.

DAFTAR PUSTAKA

Padmanugraha, AS 2010. Pandangan Akal Sehat tentang Kearifan dan Identitas Lokal: Pengalaman Penduduk Asli Jawa Kontemporer. Makalah yang Dipresentasikan dalam Konferensi Internasional tentang Kearifan Lokal untuk Pembangunan Karakter, Yogyakarta

Peraturan Bupati Kabupaten. Purwakrta No. 69/2015

https: // www. researchgate. net / publication / 320858903.Pendidikan_Abad_ke_21 In Cultural Variety Cabaran_ dan_Harapan [accessed 24 May 2018].

Grindle Merilee S. 1980. Politik dan Implementasi Kebijakan di Dunia Ketiga,

Princeton University Press. Jersey baru.

Ridwan, Norma. 2007. Landasan Keilmuan Kearifan Lokal. Makalah dalam Jurnal Studi Islam dan Budaya Ibda’.Vol. 5. No.

1. Jan— Jun 2007. Hlm. 27-38.

PENDAHULUAN

Era revolusi industry 4.0 merupakan era yang sedang berlangsung saat ini, ditandai dengan kemajuan teknologi yang belum pernah terjadi sebelumnya yang memiliki Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, seperti robotika, internet, kendaraan otomatis, percetakaan 3D, nanoteknologi, bioteknologi,

penyimpanan energy, dan industry lain yang menghilangkan batas-batas tradisional untuk menciptakan peluang baru (Wynne, 2017 : 5).

Era masyarakat 5.0 merupakan istilah yang digunakan dalam Rencana Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kelima, ditinjau oleh Dewan Ilmu Pengetahuan. Teknologi, dan Inovasi Pemerintahan Jepang yang diberlakukan

Kepala Sekolah Sebagai Inovator Dalam Menciptakan Sdm

Indonesia Unggul Menyongsong Society 5.0