• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kekerasan Dipicu Ketidakadilan

Dalam dokumen Untuk SMPMTs Kelas VIII (Halaman 119-121)

Aksi kekerasan yang kerap terjadi akhir-akhir ini dalam kasus penggusuran, unjuk rasa, maupun pen- tas musik dan pertandingan olahraga, antara lain, dipicu oleh ketakadilan yang terjadi di masyarakat. Kekerasan berpotensi akan selalu ter-jadi selama persepsi masyarakat terhadap ketidak-adilan tidak berubah.

Demikian benang merah perbincangan dengan psikolog sosial dari Universitas Indonesia Bagus Tak- win, sosiolog dari Universitas Indonesia Dr Imam B Prasodjo, sosiolog dari Universitas Negeri Padang Prof. Dr. Azwar Ananda, MA, dan psikolog dari Uni- versitas Negeri Padang, Prof. Dr. Prayitno, MSc. Ed, yang dihubungi secara terpisah.

Bagus Takwin berpandangan, masyarakat Indo- nesia pada dasarnya bukan masyarakat yang pemarah. Kalaupun muncul kekerasan, hal itu lebih disebabkan oleh penimbunan kekesalan dan reaksi terpendam yang berkepanjangan. “Akibatnya, per- soalan sepele ditanggapi dengan amarah,” ujar Bagus.

Menurut Bagus, dalam masyarakat nyaris tidak ada lembaga yang dapat diandalkan dan dipercaya untuk mengatasi ketidakadilan yang terjadi di masyarakat. “Kalaupun ada lembaga formal, di ma- ta publik sendiri masih berupa simbol yang kosong,” ujar Bagus. Masyarakat yang merasakan ketidakadil- an, baik subyektif maupun kolektif, kemudian mera- sa perlu bertindak sendiri.

“Lantas dengan cara apa? Yang lebih sering terja- di adalah penyelesaian dengan kekerasan,” ujar- nya. Hal itu tidak terlepas dari pengalaman masya- rakat selama ini, yakni secara umum persoalan yang dibawa ke lembaga formal cenderung tidak selesai sehingga keinginan yang tidak terpenuhi itu menjadi tertahan dan memunculkan frustrasi yang dapat me- ledak sewaktu-waktu. Selain itu, pengalaman bagai- mana kekerasan diguna-kan oleh oknum-oknum ter- tentu dalam penyelesai-an masalah dijadikan “mo- del” atau contoh oleh masyarakat untuk menyele- saikan berbagai perso-alan ketidakadilan.

Beberapa contoh

Dalam kasus penyerangan anggota TNI ter- hadap anggota Polri di Maluku Tengah, misalnya,

akar persoalannya, antara lain, karena faktor eko- nomi yang didukung tatanan struktural. “Tentara produk yang dilatih combatant atau berperang. Ia diajari kekerasan. Mau tak mau, tentara akan me- ngedepankan cara kekerasan untuk melaksanakan kepentingannya. Ini masalah struktural,” ujar sosiolog Imam Prasojo.

Di sisi lain, polisi yang perannya sebagai media- tor dan peredam di daerah konflik tidak begitu menonjol. “Jadi, muncullah sebuah kontradiksi da- lam sebuah sistem,” imbuhnya.

Dalam kasus kerusuhan antarsuporter sepak bola, faktornya antara lain karena ketidakadilan dan kebobrokan yang telanjang di depan masyarakat, tetapi tidak ada upaya serius mengatasinya.

Di sisi lain, secara kultural, masyarakat tidak didi- dik untuk berlapang dada menerima kekalahan dan mengakui keunggulan lawan. “Jika kalah justru melu- apkan emosinya dengan tindak kekerasan.” ujar Imam (Sumber: Disarikan dari Harian KOMPAS, Jumat, 15 Februari 2008).

A. Menjawab Pertanyaan

1. Ceritakanlah ulang artikel di atas dengan ba- hasa yang sederhana dan singkat!

2. “Tentara produk yang dilatih combatant atau berpe- rang. Ia diajari kekerasan. Mau tak mau, tentara akan mengedepankan cara kekerasan untuk melaksanakan kepentingannya.

Dapat dikategorikan pada teori apakah contoh penyimpangan di atas?

3. Teori penyimpangan sosial apa sajakah yang kamu temui dalam bacaan di atas? Jelaskan! 4. Apakah solusi yang ditawarkan artikel ter-

sebut untuk mengatasi penyimpangan sosial yang ada di Indonesia?

B. Portofolio

Buatlah sebuah kliping mengenai penyimpangan sosial (setidaknya tiga kasus) yang tengah terjadi di sekitar kita. Sumber dapat kamu dapatkan dari berbagai media cetak maupun media elektronik (termasuk internet). Kliping tersebut harus mampu mengungkapkan hal-hal berikut.

1. Jenis penyimpangan yang terjadi beserta tem- pat, tanggal, dan pelaku penyimpangan. 2. Pengaruhnya terhadap masyarakat sekitar. 3. Menggunakan teori yang sudah kamu pelajari,

jelaskan pendapatmu mengapa penyimpangan tersebut bisa terjadi.

Di atas sudah kamu ketahui bahwa orang jatuh ke dalam perilaku menyimpang karena melanggar nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam suatu masyarakat. Dalam kisah di atas di sebutkan bahwa Fikri terjerumus menggunakan narkoba ka- rena pengaruh pergaulan. Pertanyaannya adalah apakah mungkin perilaku menyimpang seperti itu dapat dicegah? Bagaimana mencegahnya?

Ilmu-ilmu sosial, terutama sosiologi, mengenal adanya pengendalian sosial. Ada juga yang menye- butnya sebagai pengontrolan atau kontrol sosial. Yang dimaksud tentu saja adalah upaya sadar yang dilakukan warga masyarakat atau seluruh kelom- pok sosial yang ada (termasuk seluruh agen sosiali- sasi) dalam mengontrol perilaku sosial warga ma- syarakatnya supaya sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat tersebut.

Ini artinya penyimpangan sosial dapat diken- dalikan atau dikontrol. Tentu kita semua sepakat, bahwa lebih baik tidak melakukan penyimpangan sosial. Tetapi jika perilaku menyimpang terjadi, di- butuhkan usaha atau upaya tertentu untuk mengatasinya. Upaya pengendalian atau penyele- saian masalah ini dilakukan dengan maksud agar nilai dan norma tetap berlaku di masyarakat. Sela- in itu, perilaku menyimpang juga dikendalikan de- ngan tujuan agar tercipta keharmonisan dalam ma- syarakat itu sendiri. Perilaku menyimpang yang tidak ditindak atau tidak diberi sanksi hanya akan menciptakan kebingungan dan kekacauan dalam masyarakat.

Upaya kontrol atau pengendalian sosial ini da- pat dilakukan dengan dua cara, yakni mekanisme kontrol sosial internal dan mekanisme kontrol so- sial eksternal.

M

asyarakat semakin khawatir dengan se- makin meningkatnya angka kriminalitas di kalangan remaja. Hampir setiap hari media massa menurunkan laporannya mengenai keterlibatan siswa SLTP tertentu dalam pencurian dengan kekerasan, penodongan, pelecehan seksual, tawuran antarsekolah, narkoba, dan sebagainya. Umumnya para orang tua berharap agar anak-anak mereka tidak terjerumus ke dalam tindakan kriminal apapun juga.

Ibu Fikri hanya bisa pasrah pada keadaan anak- nya semata wayang. Setelah ditinggal ayahnya ka- rena kawin lagi, Fikri anaknya semata wayang terlibat penggunaan narkoba. Setelah ditahan di kantor po- lisi, Fikri sekarang harus tinggal di rumah rehabilitasi. Dunia terasa gelap bagi Ibu Fikri. Sering ia terme- nung dalam doa dan berkata, “Ya Allah, apa salah dan dosa saya? Mengapa anakku menjadi seperti ini?”

Ya, Ibu Fikri mungkin saja tidak bersalah. Di ru- mah, Fikri diajari nilai-nilai yang baik. Fikri juga dibia- sakan sejak dini untuk hidup menurut norma-norma tertentu yang dijunjung tinggi agama dan masya- rakat. Tapi, pergaulan Fikri dengan teman-temanlah yang membuat Fikri terjerumus ke dalam lembah hitam penggunaan narkoba. Awalnya adalah coba- coba dan takut tidak dianggap sebagai anak gaul. Akhirnya semuanya jadi seperti sekarang ini. Tidak

banyak yang bisa diperbuat selain menunggu pro- ses pemulihan dan proses hukum yang harus dijalani Fikri. Sementara sang ibu terus berharap semoga Fikri kembali ke jalan yang benar dan tidak ada lagi anak-anak muda lain yang melakukan kesalahan yang sama.

Diskusikan dalam sebuah kelompok kecil!

1. Apa yang terjadi dengan Fikri? Bagaimana tang- gapan atau reaksi Ibu Fikri terhadap tindakan anaknya tersebut?

2. Menurut kamu, apakah Fikri adalah seorang anak yang baik sebelum terjerumus ke dalam pema- kaian narkoba? Apa dasar pemikiran kamu? 3. Mengapa Fikri dapat terjerumus ke dalam tindak-

an kriminal? Menurut kamu, apakah Fikri dapat menolak tawaran teman-temannya?

4. Faktor apa yang paling memengaruhi terje- rumusnya Fikri ke dalam tindakan kriminal? Me- nurut pendapatmu, apakah faktor tersebut se- karang sangat kuat dalam masyarakat? Bagai- mana kamu mengetahui atau mendeteksinya? 5. Apa kiat kamu untuk menghindari terjerumusnya

ke dalam tindakan kriminal kalau saja kamu ada pada posisi Fikri? Apakah kamu mempunyai usul- usul konkret bagaimana menghindari penyalah- gunaan narkoba di kalangan pelajar?

Dalam dokumen Untuk SMPMTs Kelas VIII (Halaman 119-121)