• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlawanan sebelum tahun

Dalam dokumen Untuk SMPMTs Kelas VIII (Halaman 74-78)

memerdekakan diri dari penjajahan pada tahun 1945.

A. Perlawanan sebelum tahun

Perlawanan rakyat sebelum tahun 1800 antara lain perlawanan rakyat Maluku dan Aceh melawan bangsa Portugis dan Spanyol, perlawanan rakyat Banten, Mataram, Gowa-Tallo, Banjar, dan Maluku melawan VOC.

a. Perlawanan terhadap Portugis dan Spa- nyol

1. Kerajaan-kerajaan di Maluku

Setelah merebut Malaka pada tahun 1511, Por- tugis melanjutkan pelayarannya ke Maluku. Baru pada tahun 1513, Portugis berhasil menguasai Ter- nate dan Tidore. Pada waktu itu Ternate dan Tidore sedang bermusuhan. Kedua kerajaan tersebut sa- ling bersaing agar dapat menguasai kawasan Malu- ku. Untuk memperoleh kekuatan baru sehingga dapat mengalahkan lawan, maka Ternate bersekutu dan menerima dengan baik kedatangan Portugis. Bahkan orang-orang Portugis diperbolehkan men- dirikan benteng di Ternate. Dengan bantuan Portugis, akhirnya Tidore dapat dikalahkan. Keme- nangan Ternate ini membuka jalan bagi Portugis untuk menerapkan sistem monopoli perdagangan di daerah tersebut.

Pada tahun 1521, datanglah kapal Spanyol. Ar- mada ini adalah sebagian dari armada Magelhaen dalam pelayarannya dari Filipina ke Spanyol. Ke- datangan kapal Spanyol tersebut dianggap sebagai musuh dan saingan oleh Portugis. Pada tahun 1524, Spanyol datang lagi ke Maluku. Kedatangan Spa- nyol diterima dengan baik oleh kerajaan Tidore.

Pada waktu itulah di Maluku berkembang per- saingan tajam antara Ternate yang bersekutu de- ngan Portugis dan Tidore yang bersekutu dengan Spanyol. Akhirnya, pecahlah perang antara Terna- te dan Tidore. Pada tahun 1529, Portugis bersama Ternate menyerang Tidore. Dalam peperangan ini, pasukan Portugis dan Ternate mengalahkan pasu- kan Tidore yang didukung Spanyol.

Pada tahun 1534, diadakan perjanjian antara Spanyol dan Portugis untuk membagi daerah ope- rasi. Perjanjian ini dikenal dengan nama Perjanjian Tordesillas. Sejak itu, kapal-kapal Spanyol tidak lagi berlayar di perairan Maluku. Dengan demikian, orang-orang Portugis bebas mengembangkan ke- kuasaan dan memonopoli perdagangan di Maluku. Di samping itu, sikap kasar dan motif penyebaran agama dari orang Portugis menimbulkan rasa tidak senang di kalangan orang-orang Maluku.

Ternate yang semula bersekutu dengan Portu- gis akhirnya memusuhi Portugis. Dalam suatu per- tempuran, orang-orang Ternate berhasil memba- kar benteng Portugis. Perlawanan terhadap Portu- gis juga datang dari orang-orang Tidore.

Puncak peperangan terjadi setelah diketahui bahwa Sultan Hairun dibunuh oleh Portugis. Sul- tan Hairun dibunuh dalam suatu jamuan makan yang diadakan Portugis pada tahun 1570. Akibat dari peristiwa tersebut, maka di bawah pimpinan

Baabullah (putra Sultan Hairun), rakyat Maluku menuntut balas dengan menyerang Portugis. Rak- yat Maluku berhasil mengusir Portugis dari per- airan Maluku Utara setelah berperang selama lima tahun (1570-1575). Kemenangan Baabullah terse- but membawa arti penting bagi masyarakat Ma- luku. Secara perlahan-lahan sistem monopoli perdagangan dihilangkan. Orang-orang Portugis terpaksa pindah ke pulau lain di Ambon sampai tahun 1605. Lama kelamaan, bangsa Portugis ter- desak oleh Belanda. Akhirnya, orang-orang Por- tugis meninggalkan Maluku. Mereka menetap di Pulau Timor bagian Timur (Timor Timur).

2. Kerajaan Aceh

Sebagai kerajaan pantai, Aceh pada akhir abad ke-16 mampu mempertahankan diri terhadap de- sakan orang-orang Barat. Di samping itu, sejak dahulu Aceh sudah melakukan hubungan niaga dengan Arab dan India. Ketika Portugis menguasai Malaka, mereka mencoba menghambat pelayaran orang Aceh ke Laut Merah. Bahkan Portugis mengi- rim armadanya untuk menangkap pelaut-pelaut Aceh. Orang-orang Portugis juga pernah mencoba mengadakan blokade terhadap Aceh untuk men- cegah hubungan Aceh dengan negara lain. Namun, Aceh mampu mengadakan perlawanan dan me- nembus blokade itu. Dengan demikian, Portugis ti- dak mampu membendung kegiatan perdagangan rempah-rempah Aceh ke Laut Merah.

Pada masa pemerintahan Alauddin R’ayat Syah, Aceh menghadapi kesulitan karena harus mengha- dapi persaingan dengan kerajaan Johor. Di samping itu, Aceh tidak mempunyai kekuatan untuk melakukan serangan terhadap Portugis di Malaka. Baru setelah Sultan Iskandar Muda memerintah (1607-1636), kemampuan angkatan perang mening- kat. Sultan Iskandar Muda mampu mengembalikan daerah-daerah yang pernah lepas dari pengaruh Aceh.

Kemampuan dan semangat juang Sultan Iskan- dar Muda tersebut didukung oleh cita-cita yang luhur, yaitu untuk mengusir Portugis dari Aceh, memperluas kerajaan Aceh, dan menyebarkan aga- ma Islam. Di bawah kepemimpinan Iskandar Mu- da, kerajaan Aceh berhasil memperluas daerahnya ke Sumatera dan Semenanjung Melayu. Selain itu, Aceh juga dapat menguasai daerah Sumatera Barat yang menghasilkan lada dan emas. Bahan perda- gangan ini amat berharga sehingga banyak dicuri oleh pedagang dari Gujarat, Cina, Belanda, dan Ing- gris.

b. Perlawanan terhadap VOC Belanda

VOC mempraktikkan monopoli dalam berda- gang di Indonesia. VOC beranggapan bahwa untuk melaksanakan monopoli perdagangan diperlukan kekuatan politik. Oleh karena itu, VOC berupaya memperoleh kekuasaan dengan menyerang serta merebut kedaulatan kerajaan-kerajaan di Nusan- tara. Akibatnya, timbullah reaksi dari raja-raja di Indonesia. Kerajaan-kerajaan yang memberontak melawan VOC antara lain adalah kerajaan Banten, kerajaan Mataram, kerajaan Gowa-Tallo (Makasar), kerajaan Banjar, dan masyarakat Maluku.

1. Kerajaan Banten

Setelah Portugis dapat menguasai Malaka, para pedagang mengalihkan jalur niaganya ke Selat Sun- da. Para pedagang tersebut kemudian mendirikan kantor-kantor dagang di Banten. Dengan demikian, Banten berkembang menjadi bandar internasional. VOC yang pada waktu itu memusatkan kegi- atannya di Batavia melihat kemajuan Banten se- bagai ancaman bagi monopoli perdagangannya. Oleh sebab itu, VOC berusaha memblokade daerah perdagangan Banten dengan menguasai wilayah Selat Sunda. Akibat tindakan VOC tersebut, terjadi- lah kontak senjata antara VOC dan pasukan keraja- an Banten.

Perlawanan Banten terus berlanjut sampai Sul- tan Ageng Tirtayasa memegang tampuk pemerin- tahan di Kerajaan Banten. Di bawah pemerintahan

Sultan Ageng Tirtayasa, Kerajaan Banten mengalami kemajuan sangat pesat karena dapat mematahkan serangan VOC dan merusak perkebunan VOC. Ke- majuan Banten tersebut terhambat setelah terjadi

perpecahan di kalangan istana Banten. Terjadi per- selisihan antara Sultan Ageng Tirtayasa dan Sul- tan Haji (putra mahkota). Sultan Haji sudah berha- sil dipengaruhi oleh VOC.

Untuk menyingkirkan ayahnya, Sultan Haji meminta bantuan VOC. Dengan bantuan VOC, pa- da tahun 1683, Sultan Haji dapat mengalahkan Sultan Ageng Tirtayasa. VOC Belanda menuntut imbalan atas jasa yang telah diberikan kepada Sul- tan Haji.

Pada tahun 1684, Sultan Haji menandatangani suatu perjanjian dengan VOC. Isi perjanjian itu menyatakan bahwa Banten menjadi daerah ta- klukkan VOC. Ia harus mengakui monopoli VOC, memberikan hak kepada VOC sebagai satu-satu- nya pihak yang menangani perdagangan, dan ber- sedia mengusir semua orang Eropa kecuali Belanda. Sultan Haji juga harus membayar biaya perang ketika menundukkan Sultan Ageng Tirtayasa dan mengizinkan VOC membangun benteng di Banten. Dengan adanya perjanjian tersebut, Banten secara praktis dikuasai VOC atau menjadi boneka VOC. Perlawanan-perlawanan rakyat Banten kemudian tidak mampu menandingi kekuatan VOC. Pada ta- hun 1752, muncul perlawanan rakyat Banten di bawah pimpinan Kyai Tapa dan Ratu Bagus Buang.

2. Kerajaan Mataram

Sultan Agung berkuasa di Mataram pada tahun 1613-1645. Ia bergelar Sultan Agung Hanyo- krokusumo. Pada masa pemerintahannya, Sultan Agung berusaha memperluas wilayah kekuasa- annya dengan menundukkan bupati-bupati pesisir. Ia adalah seorang muslim yang taat dan berusaha memperluas daerah pengaruh Islam. Masa peme- rintahannya merupakan masa kejayaan kerajaan Mataram Islam.

Di bawah kepemimpinannya, Sultan Agung ber- usaha mempersatukan wilayah Pulau Jawa men- jadi satu kesatuan di bawah kekuasaan Mataram. Dalam mencapai cita-cita mempersatukan seluruh Pulau Jawa, Sultan Agung mendapat hambatan da- ri VOC di Batavia. VOC tidak mengakui kekuasaan Mataram atas Banten. Dengan demikian, Banten harus ditundukkan juga. Akan tetapi, antara Ma- taram dan Banten ada Batavia yang menjadi tem- pat bercokolnya Belanda. Sultan Agung tahu bah- wa Belanda tidak suka melihat kekuasaan Mata- ram makin luas. Oleh sebab itu, Belanda yang menguasai Batavia harus diusir dari Pulau Jawa.

Pada tanggal 22 Agustus 1628, tentara Mata- ram berangkat ke Batavia melalui jalan darat dan laut. Tentara Mataram dipimpin oleh Tumenggung Bahurekso. Serangan ini dibantu oleh pasukan Pa- sundan yang dipimpin oleh Dipati Ukur. Tentara Mataram menyerbu benteng Holandia di Batavia pada tanggal 21 September 1628. Dalam serangan

itu, Bahurekso gugur dalam pertempuran. Tidak berapa lama datang pasukan bantuan dari Mata- ram dipimpin oleh Tumenggung Sura Agul Agul,

Kyai Dipati Maduredjo, dan Kyai Dipati Uposonto. Mereka bergerak menyerang kota, tetapi mendapat tembakan gencar dari meriam-meriam kapal VOC. Karena mengalami kesulitan, akhirnya pasu- kan Mataram membendung Sungai Ciliwung. Aki- batnya, tentara Belanda kekurangan air dan timbul wabah penyakit di Batavia. Akan tetapi, keadaan pasukan Mataram juga sudah sangat lemah. Me- reka kehabisan persediaan makanan. Di samping itu, pasukan Mataram banyak juga yang menjadi korban penyakit, seperti malaria. Oleh sebab itu, tentara Mataram terpaksa mundur dari Batavia.

Pada tahun 1629, Sultan Agung mengirimkan pasukan perangnya untuk kembali menyerang Be- landa di Batavia. Sultan Agung menambah jumlah tentara, mengadakan persiapan lebih matang, dan mendirikan lumbung-lumbung beras di sekitar Batavia. Serangan ini cukup merepotkan tentara Belanda. Walaupun lumbung-lumbung beras Ma- taram di Tegal dan Cirebon dibakar VOC, tetapi tentara Mataram pantang mundur. Dipati Puger

berhasil menghancurkan benteng Holandia. Setelah itu pasukan Mataram mengepung benteng Bom- mel. Akan tetapi, benteng tersebut tidak berhasil direbut. Pada saat pengepungan benteng Bommel,

Jan Pieterzoon Coen meninggal karena sakit kolera. Serangan Mataram yang kedua ini pun kurang ber- hasil dan tentara Mataram terpaksa kembali dalam keadaan lemah karena kelaparan.

Sekalipun usaha untuk menghancurkan VOC di Batavia dua kali gagal, namun sikap Sultan Agung tidak pernah kenal kompromi terhadap VOC. Bahkan serangan terhadap VOC terus dila- kukan di sepanjang Pesisir Utara Jawa Barat. Sul- tan Agung menempatkan pasukan Mataram di da- erah Karawang dan Sumedang. Selain itu, Sultan Agung juga mendirikan lumbung-lumbung beras sambil berharap serangan terhadap VOC di Bata- via dilancarkan lagi. Akan tetapi, cita-cita Sultan Agung tidak sempat terlaksana karena pada tahun 1645 Sultan Agung wafat. Ia digantikan oleh pu- tranya yang bergelar Amangkurat I (1645-1677). Amangkurat I ini berkompromi dengan VOC.

Sejak saat itulah pengaruh VOC mulai dira- sakan di Mataram sehingga timbul pemberon- takan-pemberontakan terhadap kekuasaan Raja Amangkurat I. Pemberontakan tersebut di antara- nya dilakukan oleh Trunojoyo yang dibantu oleh

Pangeran Kajoran pada tahun 1674. Trunojoyo berhasil menyerbu ibukota Mataram. Akibatnya, Sunan Amangkurat I terpaksa melarikan diri dan meninggal dalam perjalanan.

Sunan Amangkurat I digantikan Sunan Amang- kurat II. Sunan Amangkurat II naik tahta kerajaan

Mataram tahun 1677 berkat dukungan Belanda. Sebagai imbalannya, Mataram memberikan daerah Bandar Semarang, dan seluruh Priangan Barat, Ci- manuk, Karawang, serta seluruh Pantai Utara Jawa kepada VOC. Dengan demikian, Mataram tidak dapat lagi mengembangkan usaha maritimnya.

Dengan bantuan VOC, di bawah pimpinan An- thoni Hurd, dibantu Arupalaka serta Kapitan Jonker, Trunojoyo dapat ditangkap. Ia diserahkan kepada Amangkurat II untuk dihukum mati pada tahun 1680.

Perlawanan terhadap kekuasaan VOC di Pulau Jawa dilanjutkan oleh Untung Suropati. Perlawan- an Untung Suropati berlangsung dari tahun 1686 sampai tahun 1706. Untung Suropati bersekutu de- ngan Sunan Amangkurat II. Sunan Amangkurat II berbalik melawan VOC karena keberatan dengan perjanjian yang dilakukannya dengan VOC.

Untuk memadamkan perlawanan Untung Su- ropati, VOC mengutus Kapten Tack ke Kerajaan Mataram. Kapten Tack dan seluruh anak buahnya terbunuh. Atas jasanya mengalahkan pasukan Kapten Tack, Untung Suropatidiangkat sebagai bupati di Pasuruan. Pada tahun 1706, VOC dapat mengalahkan Untung Suropati di Kartasura.

3. Kerajaan Gowa – Tallo (Makasar)

Kerajaan Gowa – Tallo merupakan pusat per- dagangan di wilayah Indonesia bagian Timur. Kerajaan Gowa dengan Bandar Sombaopu meru- pakan pelabuhan penting yang menghubungkan Maluku dengan Malaka. Bandar Sombaopu adalah pelabuhan transit.

Oleh karena itu, VOC memandang perlu untuk menguasai pelabuhan Gowa. VOC berusaha mem- buka hubungan dengan raja dan meminta izin ber- dagang sekaligus membujuk raja untuk melarang orang asing selain VOC berdagang di Gowa. Itu berarti VOC ingin menanamkan monopoli perda- gangan. Akibatnya, timbullah bentrokan-bentrok- an bersenjata antara Makasar dan VOC.

Pada tahun 1616, terjadi insiden awal antara Gowa dan Belanda. Sekelompok pembesar Gowa diundang dalam suatu jamuan di kapal VOC. Akan tetapi akhirnya mereka dilucuti senjatanya. Seba- gai tindakan balasan, kapal VOC lain yang sedang mendarat di Ambon diserang dan awak kapalnya dibunuh.

Puncak perlawanan terjadi pada masa peme- rintahan Sultan Hasanuddin yang berkuasa pada tahun 1653-1669. Pada waktu itu, Belanda menga- du domba Sultan Hasanuddin dengan Arupalaka.

Arupalaka adalah bangsawan Soppeng-Bone yang pada tahun 1660 memberontak terhadap Gowa. Bone yang ditaklukkan Gowa pada tahun 1644 ter- nyata mendapat bantuan dari Belanda.

Pada tahun 1667, pertempuran meletus di dua tempat, yaitu di Buton dan Makasar. Dalam perang ini, Belanda mendapat bantuan dari pasukan Aru- palaka. Pertempuran itu mengakibatkan banyak korban jatuh. Bahkan C. Speelman (pimpinan pasukan Belanda) hampir saja tewas. Akhirnya, Makasar harus mengakui keunggulan Belanda. Sultan Hasanuddin harus menandatangani Perjan- jian Bongaya pada tanggal 18 November 1667.

Isi Perjanjian Bongaya, antara lain adalah se- bagai berikut.

 VOC memegang monopoli dagang di seluruh Sulawesi Selatan dan Tenggara.

 Arupalaka dikukuhkan menjadi Raja Bone.

 Makasar harus menyerahkan benteng-ben- tengnya kepada VOC.

 Makasar harus membebaskan seluruh daerah bawahannya, misalnya Sopeng, Luwu, Wajo, dan Bone.

 Makasar harus membayar kerugian akibat pe- rang.

Pasca Perjanjian Bongaya, banyak rakyat Ma- kasar pergi meninggalkan Gowa untuk mengem- bara dan memberikan bantuan kepada rakyat di daerah lain yang sedang melawan Belanda. Mereka itu, antara lain Karaeng Montemarano, dan Kara- eng Galesung yang ikut membantu Trunojoyo dari Madura melawan Belanda di Jawa Timur.

4. Kerajaan Banjar

Pada abad ke-16, orang Portugis mendatangi bandar Banjar untuk membeli kapur barus, berli- an, dan batu-batuan berharga lainnya. Pada tahun 1606, Belanda rupanya tertarik datang ke Banjar. Mereka mencari rempah-rempah terutama lada- nya. Belanda menghendaki agar hasil lada hanya dijual kepada Belanda dengan perjanjian kontrak. Akan tetapi, permintaan itu ditolak. Oleh sebab itu, terjadilah perselisihan antara Raja Banjar dan orang-orang Belanda yang mengakibatkan tewas- nya Gilles Michelszoon.

Pada tahun 1610, kapal-kapal Belanda datang lagi ke Banjar. Bandar Banjar ditembaki dari kapal- kapal Belanda sehingga banyak penduduk tewas. Setelah peristiwa itu, semakin banyak orang Belan- da datang ke Pelabuhan Banjar untuk berdagang. Pada tahun 1626, Belanda datang lagi untuk mencari lada. Kedatangan Belanda ini mendapat saingan dari Inggris dan Denmark. Dengan demi- kian, ruang gerak Belanda menjadi terbatas. Oleh karena itu, untuk meluaskan geraknya, Belanda ha- rus menyingkirkan pedagang Inggris dan Denmark. Pada tahun 1635, VOC memperoleh hak monopoli perdagangan lada dari Raja Banjar.

Dengan monopoli perdagangan tersebut, VOC makin berkuasa dan seringkali ikut campur tangan

dalam urusan pemerintahan Kerajaan Banjar. Re- aksi rakyat Banjar timbul setelah kebebasan me- reka dalam perdagangan terancam oleh VOC. Salah satu tokoh penentang VOC adalah Sultan Moham- mad Aliuddin Aminullah. Meskipun masyarakat Banjar berjuang mati-matian menentang kekua- saan VOC, namun tidak membuahkan hasil seperti yang mereka harapkan. Ketidakberhasilan serang- an Banjar terhadap VOC, antara lain disebabkan tidak adanya organisasi yang matang dan persen- jataan yang masih sederhana. Dengan demikian, kekuasaan VOC di Banjar semakin merajalela dan leluasa. VOC tidak hanya menguasai perdagangan, tetapi juga memengaruhi secara langsung pemerin- tahan Banjar.

5. Rakyat Maluku

Usaha Belanda untuk meluaskan kekuasaan- nya tidak terbatas hanya di Indonesia bagian barat, tetapi juga di Indonesia bagian timur. Pada tahun 1600, Belanda berhasil mengadakan suatu perjanji- an perdagangan dengan penguasa Ambon. Perjan- jian ini merupakan permulaan ditegakkannya mo- nopoli Belanda di Maluku. Belanda semakin kuat setelah pada tahun 1605 berhasil merebut benteng Portugis di Ambon.

Kehadiran orang-orang Belanda di Maluku yang ingin melakukan monopoli perdagangan me- nimbulkan reaksi dari rakyat Maluku. Perlawanan terhadap Belanda timbul di mana-mana. Pada ta- hun 1635, Kakiali dan Telukabesi memimpin rakyat Maluku melawan Belanda. Perlawanan rakyat Maluku meluas dari Ambon sampai Ternate.

Perlawanan rakyat Ambon di bawah pimpinan Kakiali dapat dipadamkan. Kakiali sendiri tewas dalam suatu pertempuran. Selanjutnya, perlawan- an dilakukan orang-orang Hitu yang dipimpin oleh Telukabesi. Pada tahun 1646, mereka dapat ditun- dukkan oleh Belanda. Banyak pemimpin Hitu di- tangkap kemudian dibuang ke Batavia.

Pada tahun 1649, VOC melaksanakan Pela- yaran Hongi, yaitu armada kora-kora yang diper- senjatai. Armada kora-kora yang dipersenjatai

Gambar 2.1.5

Pelayaran Hongi di Maluku. Armada ini berlayar sepanjang pantai dari pulau ke pulau untuk mengontrol perkebunan

rempah-rempah.

tersebut berlayar sepanjang pantai dari pulau ke pulau untuk menebang pohon rempah-rempah yang berlebihan. Pelayaran Hongi dipandang sebagai malapetaka bagi rakyat Maluku.

Pada tahun 1650, Saidi memimpin rakyat Maluku menentang VOC. Perlawanan rakyat Ma- luku yang dipimpin Saidi dapat dipadamkan oleh Belanda setelah berlangsung selama enam tahun. Tahun 1656, Saidi tertangkap dan dihukum mati. Akhirnya, VOC dapat menegakkan monopoli per- dagangan rempah-rempah dan menanamkan ke- kuasaannya di Maluku.

Dalam dokumen Untuk SMPMTs Kelas VIII (Halaman 74-78)