• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMURTADAN BESAR

Dalam dokumen Apa yang Perlu Anda Ketahui Tentang 28 (Halaman 184-190)

kepada Kristus, tetapi pada hari-hari terakhir, saat kemurtadan me rajalela, sebuah rombongan yang sisa dipanggil keluar untuk me-

KEMURTADAN BESAR

Aniaya pertama dialami oleh jemaat Kris- ten berasal dari Roma purbakala, kemudian diikuti oleh para pemimpinnya sendiri. Ke- murtadan ini bukanlah sesuatu yang meng- herankan—Yohanes, Paulus dan Kristus te- lah meramalkannya.

Pada saat-saat terakhir ceramah-ceramah yang diberikan Kristus, sebagian besar wak- tu-Nya digunakannya untuk mengkhotbah- kan dan mengingatkan murid-murid-Nya ten- tang datangnya penipuan. “Waspadalah su- paya jangan ada orang yang menyesatkan ka- mu!” kata-Nya, “Sebab Mesias-Mesias pal- su dan nabi-nabi palsu akan muncul dan me- reka akan mengadakan tanda-tanda yang dah- syat dan mukjizat-mukjizat, sehingga seki- ranya mungkin, mereka menyesatkan orang- orang pilihan juga” (Mat. 24:4, 24). Para pe- ngikut-Nya akan mengalami sebuah periode “siksaan yang dahsyat,” akan tetapi mereka akan hidup (Mat. 24:21, 22). Tanda-tanda yang mengesankan dalam alam akan menan- dai akhir aniaya ini dan akan menunjukkan dekatnya kedatangan Kristus kembali (Mat. 24:29, 32, 33).

Rasul Paulus memberikan amaran: “Aku tahu, bahwa sesudah aku pergi, serigala-se- rigala yang sangat ganas akan masuk ke te- ngah-tengah kamu dan tidak akan menya- yangkan kawanan itu. Bahkan dari antara ka- mu sendiri akan muncul beberapa orang, yang dengan ajaran palsu mereka akan beru- saha menarik murid-murid dari jalan yang benar dan supaya mengikut mereka” (Kis. 20:29, 30). “Serigala-serigala” ini akan mem- bawa jemaat kepada “kemurtadan,” atau “ke- sesatan”.

Kemurtadan ini pasti terjadi sebelum ke- datangan Kristus kembali, kata Paulus. Sama pastinya kenyataan bahwa hal itu belum ter- jadi adalah merupakan sebuah pertanda bah-

wa kedatangan Kristus belumlah datang. “Ja- nganlah kamu memberi dirimu disesatkan orang dengan cara yang bagaimanapun ju- ga!” katanya, “Sebab sebelum Hari itu harus- lah datang dahulu murtad dan haruslah di- nyatakan dahulu manusia durhaka, yang ha- rus binasa, yaitu lawan yang meninggikan diri di atas segala yang disebut atau yang di- sembah sebagai Allah. Bahkan ia duduk di Bait Allah dan mau menyatakan diri sebagai Allah” (2 Tes. 2:3, 4).

Pada zaman Paulus pun, dengan cara yang agak terbatas, kemurtadan ini telah mulai. Cara yang ditempuhnya sangat licik, “diser- tai rupa-rupa perbuatan ajaib, tanda-tanda dan mukjizat-mukjizat palsu, dengan rupa- rupa tipu daya jahat” (2 Tes. 2:9, 10). Sebe- lum akhir abad pertama, Yohanes mengata- kan bahwa “banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia.” Sesungguhnya, katanya, “Roh itu adalah roh antikristus dan tentang dia telah kamu de- ngar, bahwa ia akan datang dan sekarang ini ia sudah ada di dalam dunia” (1 Yoh. 4:1, 3). Bagaimanakah berlangsungnya sistem kemurtadan ini?

Pengaruh “manusia dosa”. “Begitu je- maat meninggalkan ‘kasih yang semula’ (Why. 2:4), maka hilanglah kemurnian dok- trin atau ajaran, ukuran tingkah laku kepri- badian yang tinggi serta ikatan yang tidak kelihatan yang mempersatukan, yang dise- diakan Roh Kudus itu. Dalam perbaktian, ke- sederhanaan telah digantikan dengan formal- isme. Popularitas dan kuasa perorangan se- makin mencengkam dan menentukan pilih- an para pemimpin yang pada mulanya me- ngembangkan kekuasaannya dalam jemaat lokal, yang mulai berusaha melebarkan sa- yap kuasanya atas jemaat tetangga atau sesa- manya.

“Penyelenggaraan jemaat setempat yang

tadinya di bawah pengaruh dan bimbingan Roh Kudus dialihkan kepada otoritas kege- rejaan di bawah pejabat tunggal, bishop, se- hingga jemaat secara pribadi takluk kepa- danya dan hanya melalui dialah ia dapat memperoleh keselamatan. Seterusnya yang dipikirkan ialah bagaimana memerintah je- maat bukannya melayaninya, dan yang di- anggap “terbesar” bukanlah anggapan bah- wa dirinya “pelayan untuk semua.” Oleh ka- rena itu, dikembangkanlah konsep hirarki ke- imamatan yang membuat jarak antara indi-

vidu dengan Tuhannya.”3

Sementara pentingnya individu dan je- maat lokal dikikis, uskup Roma muncul se- bagai kuasa yang paling tinggi di dunia Kris- ten. Berkat bantuan penguasa maka uskup yang tertinggi ini, yakni paus,4 telah diakui

sebagai kepala jemaat yang tampak di dunia ini secara universal, dikaruniai kuasa ter- tinggi atas seluruh pemimpin dunia.

Di bawah kepemimpinan kepausan,5 je-

maat tenggelam ke dalam kemurtadan yang lebih dalam. Kepopuleran jemaat yang se- makin bertambah-tambah mempercepat ke- merosotannya. Ukuran keimanan yang sema- kin rendah menyebabkan orang yang tidak bertobat pun merasa senang tinggal di da- lam jemaat. Orang-orang yang sama sekali tidak mengerti Kekristenan menggabungkan diri ke dalam jemaat hanya sekadar nama saja, mereka membawa masuk ajaran-ajar- an kekafiran, patung-patung dan mode-mode perbaktian, perayaan-perayaan, pesta-pesta dan lambang-lambang mereka.

Kompromi yang terjadi antara Kekristen- an dan kekafiran inilah yang membuat “ma- nusia dosa”—menjadi sebuah sistem agama palsu yang luar biasa besarnya, paduan ke- benaran dan kepalsuan. Nubuat dalam 2 Te- salonika 2 bukannya menghakimkan indivi- du-individu, melainkan memaparkan sistem agama yang bertanggung jawab atas kemur-

tadan besar itu. Di dalamnya banyak juga orang Kristen yang menjadi milik jemaat Tu- han karena mereka hidup menurut terang yang ada pada mereka.

Jemaat yang Menderita. Dengan terja- dinya kemerosotan rohani, jemaat Roma me- ngembangkan bentuk sekularisme yang lebih besar, yang semakin lebih dekat dan terikat kepada pemerintahan yang berkuasa. Gere- ja dan negara disatukan dalam persekutuan yang tidak kudus.

Di dalam bukunya yang sudah menjadi klasik, The City of God, Augustine—salah seorang Bapa gereja yang paling berpe- ngaruh—menyatakan cita-cita Katolik yang ideal, jemaat yang universal yang mengen- dalikan negara secara universal. Pemikiran Augustine inilah yang menjadi landasan teo- logi kepausan abad pertengahan.

Pada tahun 533, dalam sebuah surat yang disertakan dalam Kode Justinianus, Kaisar Justinianus mengumumkan uskup Roma ke- pala seluruh gereja.6 Ia pun mengakui penga-

ruh Paus untuk menumpas para penentang- nya.7

Ketika salah seorang jenderal dari Justi- anus membebaskan Roma, Jenderal Belisa- rius, pada tahun 538, uskup Roma telah di- bebaskan dari penguasaan Ostrogoth, orang- orang Aria yang mencoba menghalangi per- kembangan gereja Katolik. Kini uskup da- pat menjalankan hak istimewanya, yang di- nyatakan dalam dekret Justinianus tahun 533, yang menjadi jaminan baginya, ia pun dapat memperluas kuasa “Takhta Suci.” Ma- ka itulah awal 1260 tahun aniaya dahsyat sebagaimana yang terdapat dalam Kitab Suci, yang telah dinubuatkan lebih dahulu (Dan. 7:25; Why. 12:6, 14; 13:5-7).

Tragisnya, gereja dengan bantuan negara, mencoba memaksakan dekret-dekret dan pengajaran-pengajarannya kepada semua

orang Kristen. Banyak orang yang menye- rah dan undur dari keyakinannya karena ta- kut aniaya, sementara orang-orang yang te- tap setia kepada pengajaran Kitab suci men- derita aniaya yang kejam. Dunia Kristen menjadi medan pertempuran. Banyak orang yang dimasukkan ke dalam penjara atau dibunuh dalam nama Tuhan! Selama kurun waktu 1260 tahun aniaya itu berjuta-juta orang Kristen yang tetap setia kepada iman- nya mengalami penderitaan yang dahsyat, sedangkan yang lain membayar kesetiaan

mereka dengan kematian dalam Kristus.8

Setiap darah yang tumpah mencemarkan nama Allah dan Yesus Kristus. Tidak ada yang lebih merusak Kekristenan daripada aniaya yang tiada taranya ini. Pandangan mengenai sifat Tuhan diputarbalikkan kare- na perbuatan jemaat ini, dan doktrin purga- tori (api penyucian) dan siksaan yang kekal telah membuat orang menolak Kekristenan. Jauh sebelum Reformasi, sudah ada sua- ra-suara di dalam gereja Katolik yang me- nentang perbuatan yang kejam, pembunuhan Kristen yang tidak mengenal belas kasihan, pihak yang menentang ini diperlakukan de- ngan kejam, pernyataan yang angkuh dan akhlak yang merosot. Karena ketidaksudian gereja pada ketika itu maka Reformasi Pro- testan lahir pada abad keenam belas. Keber- hasilan ini merupakan tiupan angin kencang terhadap wibawa dan prestise jemaat Roma. Selama masa Reformasi pembalasan berda- rah kepausan dilakukan untuk menghancur- kan Reformasi, akan tetapi lambat laun ke- hilangan medan perang melawan kekuatan yang memperjuangkan kebebasan beragama dan sipil.

Akhirnya, dalam tahun 1798, 1200 tahun sesudah tahun 538 TM, Gereja Katolik Ro- ma menerima pukulan yang mematikan (ban-

Kemenangan-kemenangan hebat yang diperoleh pasukan Napoleon di Italia mem- buat Paus berada di bawah belas kasihan pemerintahan Perancis yang revolusioner, yang menganggap agama Roma sebagai mu- suh Republik yang tidak dapat dirujukkan lagi. Pemerintah Perancis menyuruh Napo- leon memenjarakan Paus. Ia kemudian me- merintahkan Jenderal Berthier memasuki Roma dan memaklumkan berakhirnya peme- rintahan Paus secara politis. Sebagai tawan- an Paus dibawa Jenderal Berthier ke Peran- cis, tempat ia meninggal di pengasingan.10

Penggulingan kepausan ini merupakan puncak rangkaian kejadian yang berhubung- an dengan kemundurannya. Peristiwa itu me- nandai akhir kurun waktu nubuat 1260 ta- hun. Banyak orang Protestan menafsirkan ke- jadian ini sebagai sebuah kegenapan nubua- tan.11

REFORMASI

Pengajaran-pengajaran yang tidak ber- landaskan Kitab Suci, yang didasarkan atas tradisi, aniaya yang tidak mengenal belas ka- sihan terhadap mereka yang berbeda penda- pat, korupsi, dan kemerosotan rohani dari ba- nyak imam merupakan sebagian besar fak- tor yang menyebabkan orang banyak berte- riak meminta reformasi diadakan dalam ge- reja yang sudah mapan.

Masalah doktrinal. Yang berikut adalah contoh-contoh doktrin yang tidak Alkitabiah yang justru membantu memajukan Reforma- si Protestan dan tetap memisahkan Protestan dan Katolik Roma.

1. Kepala jemaat di dunia ini adalah wakil Kristus. Doktrin ini menyatakan bah- wa hanya uskup Roma Raja wakil Kristus di dunia dan menjadi kepala jemaat yang ke-

lihatan. Bertentangan dengan pandangan Al- kitabiah mengenai kepemimpinan dalam ge- reja (baca bab 12 dalam buku ini), pengajar- an ini didasarkan atas perkiraan bahwa Kris- tus mengangkat Petrus sebagai kepala jemaat yang tampak di dunia ini dan Paus dianggap penerus Petrus.12

2. Infalibilitas gereja dan kepalanya.

Pengajaran yang paling kuat dan berperan mendatangkan wibawa bagi gereja Roma ialah pengajaran bahwa gereja tidak pernah melakukan kekeliruan (infalibilitas). Gereja menyatakan dirinya tidak pernah dan tidak akan pernah melakukan kesalahan. Penga- jaran ini didasarkan atas alasan yang beri- kut, yang sama sekali tidak didukung oleh Alkitab: Karena gereja itu Ilahi, maka seo- rang yang mewarisi sifat-sifatnya tentulah tidak pernah melakukan kesalahan. Lagi pula, sebagaimana yang dimaksudkan Allah, melalui gereja yang Ilahi ini, yang memim- pin semua orang yang baik menuju surga, mengharuskan gereja itu tidak mempunyai

pengajaran iman dan moral yang salah.13

Kristus akan memeliharanya dari segala ke- salahan melalui kuasa Roh Kudus.

Maka menurut logika yang sehat, yang mengingkari bahwa manusia pada dasarnya jahat (baca bab 7), maka pemimpin gereja pun tentu tidaklah pernah melakukan kesa- lahan.14 Dengan demikianlah, menurut litera-

tur Katolik pemimpin gereja memperoleh hak istimewa dari Ilahi.15

3. Memudarkan pekerjaan penganta- raan Kristus selaku imam besar. Karena pengaruh gereja Roma semakin bertambah- tambah maka perhatian umat percaya dialih- kan dari tugas pengantaraan Kristus sebagai Imam Besar surgawi—antitipe (penggenap- an atas apa yang telah dinubuatkan lebih da- hulu) korban persembahan harian yang ber-

kelanjutan dari upacara pelayanan bait suci menurut Perjanjian Lama (baca bab 4 dan 24)—kepada keimamatan yang di dunia yang dipimpin oleh pemimpinnya yang ada di Roma. Gantinya bergantung kepada Kris- tus mengenai pengampunan dosa dan kese- lamatan yang kekal (baca bab 9,10), umat percaya menaruh pengharapan mereka de- ngan beriman kepada Paus, imam-imam dan wali gereja. Berlawanan dengan pengajaran Perjanjian Baru mengenai keimamatan se- mua orang percaya, tugas keimamatan yang dilakukan para imam itu mutlak diyakini se- bagai yang vital untuk keselamatan.

Pelayanan keimamatan Kristus di surga, tempat Ia menggunakan korban pendamaian- Nya bagi umat percaya yang bertobat, ditia- dakan tatkala gereja jadikan misa pengganti Perjamuan Tuhan. Tidak seperti Perjamuan Tuhan—sebuah pelayanan yang didirikan Yesus sebagai lembaga peringatan atas ke- matian-Nya dan bayangan atas kerajaan- Nya yang akan datang (baca bab 16)—Ge- reja Roma menyatakan misa menjadi korban yang tidak berdarah dari imam manusia, kor- ban Kristus bagi Allah. Karena Kristus diper- sembahkan kembali, seperti waktu di Gol- gota dahulu, maka misa dianggap membawa anugerah istimewa kepada umat percaya dan

orang yang sudah meninggal dunia.16

Dengan mengabaikan Kitab Suci, menge- tahui hanya misa yang diselenggarakan imam manusia, khalayak menjadi kehilangan ber- kat yang langsung menuju Yesus Kristus Pe- ngantara kita. Oleh karena itu, janji dan un- dangan, “Sebab itu marilah kita dengan pe- nuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan pada waktunya” (Ibr. 4:16) men- jadi lenyap.

4. Faedah sifat amal yang baik. Pan-

dangan umum yang mengatakan bahwa amal baik seseorang dapat memperoleh jasa yang amat penting bagi keselamatan, dan bahwa iman tidak dapat menyelamatkan, berlawan- an dengan ajaran Perjanjian Baru (baca bab 9 dan 10). Gereja Katolik mengajarkan bah- wa amal baik yang menjadi basil anugerah yang dimasukkan ke dalam hati orang yang berdosa, sangat berjasa atau berfaedah yang berarti bahwa mereka dapat menuntut kese- lamatan. Dengan demikian, seseorang dapat saja melakukan amal baik yang melebihi apa yang diperlukan untuk keselamatan—seperti halnya juga untuk orang-orang yang kudus —sehingga dengan demikian dapat dikum- pulkan jasa tambahan. Jasa tambahan ini da- pat digunakan untuk kepentingan orang lain. Karena gereja beranggapan bahwa orang- orang berdosa dibenarkan atas kebenaran yang dimasukkan ke dalam hati, maka amal baik mempunyai peranan yang penting da- lam pembenaran seseorang.

Jasa atau faedah amal baik juga mema- inkan peranan yang penting dalam doktrin purgatori (api penyucian), yang menyatakan bahwa orang-orang yang tidak murni harus- lah dibersihkan, harus mengalami masa pe- hukuman sementara karena dosa-dosa mere- ka di dalam api penyucian sebelum mereka dapat diperkenankan masuk ke dalam surga yang menyenangkan. Melalui doa-doa dan perbuatan baik mereka, orang-orang beriman yang masih hidup dapat meringankan dan memendekkan penderitaan mereka dalam purgatori atau api penyucian itu.

5. Doktrin hukuman untuk menebus dosa dan pengampunan dosa. Hukuman untuk menebus dosa adalah sakramen yang dapat dilakukan orang Kristen untuk mem- peroleh pengampunan atas dosa-dosa yang mereka akui sesudah baptisan. Pengampun- an dosa ini sepenuhnya dapat dilakukan oleh

seorang imam, akan tetapi sebelum itu diper- oleh, orang Kristen haruslah lebih dahulu memeriksa hati nurani mereka, bertobat atas dosa-dosa mereka, dan bertekad tidak akan melukai hati Allah lagi. Mereka harus me- ngaku dosa-dosa mereka kepada imam dan melakukan hukuman untuk menebus dosa— melalui tugas-tugas yang diberikan dan yang ditentukan oleh sang imam.

Namun demikian, hukuman untuk me- nebus dosa ini belumlah lengkap untuk da- pat membebaskan orang berdosa sepenuh- nya. Mereka masih tetap harus menanggung hukuman sementara apakah di dalam kehi- dupan ini ataupun di dalam api penyucian. Untuk mengatasi hukuman ini gereja mendi- rikan lembaga pengampunan dosa (indulgen- ces), yang memberikan keringanan hukuman (remisi) atas hukuman yang bersifat semen- tara yang masih tetap ada sehubungan de- ngan dosa dan kesalahan orang yang telah dibebaskan. Pengampunan dosa yang bergu- na bagi orang yang masih hidup maupun me- reka yang berada dalam api penyucian, dija- min dengan syarat penyesalan dosa dan per- lakuan serta perbuatan yang baik, seringkali diwujudkan dalam bentuk pembayaran de- ngan uang kepada gereja.

Berkat jasa yang berlebih dari orang- orang yang mati syahid, para orang kudus, rasul-rasul dan terutama Yesus Kristus dan Maria, memungkinkan pengampunan dosa. Jasa mereka disimpan di dalam “perbenda- haraan jasa” dapat dialihkan kepada orang yang perhitungannya tidak memadai. Paus, yang dinyatakan sebagai pengganti Petrus, mengatur pengendalian kunci perbendahara- an ini dan dapat mengeluarkan orang dari hu- kuman sementara dengan memberikan kre- dit bagi mereka dari perbendaharaan itu.l7

6. Otoritas utama terletak pada gere-

ja. Selama berabad-abad gereja yang sudah

mapan menyerap banyak kepercayaan kafir, hari-hari perayaan dan lambang-lambang- nya. Apabila ada suara-suara yang diperde- ngarkan untuk menentang hal-hal yang sa- ngat dibenci ini, maka gereja Roma menya- takan bahwa merekalah satu-satunya yang dapat menafsirkan Alkitab. Gereja, bukan- nya Alkitab, yang mempunyai otoritas akhir (baca bab 1 dari buku ini). Gereja menya- takan bahwa dua sumber kebenaran Ilahi ter- dapat pada: (1) Kitab Suci dan (2) tradisi Katolik yang terdiri dari tulisan-tulisan Bapa Gereja, dekret dewan gereja, konsili-konsili, kredo yang disahkan, dan upacara-upacara gereja. Apabila doktrin gereja didukung oleh tradisi dan bukannya oleh Kitab Suci, maka tradisilah yang diutamakan. Orang biasa yang beriman tidak mempunyai hak untuk menafsirkan doktrin Allah yang dinyatakan dalam Kitab Suci. Otoritas hanyalah berada di tangan Gereja Katolik.

Fajar Hari Baru. Pada abad Keempat- belas John Wycliffe menganjurkan agar di- adakan reformasi gereja, bukan hanya di Ing- gris saja melainkan di seluruh dunia Kris- ten. Pada waktu Alkitab baru beredar hanya beberapa, ia sudah menyiapkan terjemahan yang pertama Alkitab ke dalam bahasa Ing- gris. Ia mengajarkan keselamatan hanya me- lalui iman saja dan hanya Alkitab saja yang menjadi dasar yang tidak bercacat-cela dari Reformasi Protestan. Sebagai bintang fajar Reformasi, ia mencoba membebaskan gere- ja Kristen dari kungkungan kekafiran yang telah merantainya dalam kebodohan. Ia membuka sebuah gerakan yang dimaksud- kan untuk membebaskan pikiran individu- individu serta membebaskan semua bangsa dari cengkeraman kesalahan agama. Tulisan- tulisan Wycliffe menyentuh jiwa Huss, Je- rome, Luther dan banyak lagi yang lain.

yang lebih suka menurut hati nurani, tidak kenal kompromi—mungkin adalah orang yang paling tangguh kepribadiannya dalam pergerakan Reformasi. Bahkan tindakannya lebih daripada yang lain, ia memimpin orang kembali kepada Kitab Suci dan kebenaran Injil yang agung dari hal pembenaran oleh iman, sementara ia menentang keselamatan karena perbuatan.

Pernyataan bahwa orang-orang beriman ti- dak menerima otoritas apa pun selain Kitab Suci, dan Luther memalingkan mata orang, dari amal baik manusia itu, dari pekerjaan manu- sia, imam-imam, dan hukuman untuk mene- bus dosa, kepada Kristus sebagai satu-satu- nya Pengantara dan Juruselamat. Adalah ti- dak mungkin, katanya, dengan amal manu- sia mengurangi dosa atau menghindari hu- kuman karenanya. Hanya orang yang berto- bat kepada Allah dan beriman dalam Kris- tus, orang-orang berdosa dapat diselamatkan. Karena ini merupakan sebuah karunia, di- beri dengan cuma-cuma, maka anugerah-Nya tidak dapat dibeli. Manusia dapat memiliki pengharapan tetapi bukan karena pemba- yaran melainkan karena darah Penebus yang tercurah di kayu salib.

Seperti sebuah ekspedisi arkeologi yang menemukan permata di bawah tumpukan barang yang terbuang selama berabad-abad, maka Reformasi mengungkapkan kebenaran yang sudah lama dilupakan. Pembenaran oleh iman, prinsip utama Injil, telah ditemu- kan kembali, sebagai suatu penghargaan baru terhadap korban pendamaian yang sekali dan menyeluruh dari Yesus Kristus serta pengan- taraan keimamatan-Nya yang lengkap. Ba- nyak pengajaran yang tidak berdasarkan Al- kitab, misalnya doa-doa bagi orang mati, pe- mujaan kepada orang saleh dan benda kera- mat, perayaan misa, penyembahan kepada Maria, purgatori, penebusan dosa, air yang suci, imam-imam yang tidak boleh menikah,

rosario, inkuisisi, transubstansi, pemberian minyak suci yang keterlaluan, ketergantung- an terhadap tradisi, dilepaskan dan diting- galkan.

Para Reformer Protestan hampir semua- nya sepakat dalam mengidentifikasi sistem kepausan sebagai “manusia dosa,” “rahasia ketidakadilan,” dan “tanduk kecil” yang ter- dapat dalam kitab Daniel, yang menganiaya umat Allah yang benar dalam kurun waktu 1260 tahun sebagaimana yang terdapat da- lam kitab Wahyu 12:6, 14 dan 13:5, sebe-

lum Kedatangan Kedua kali.19

Yang menjadi dasar pengajaran Protes- tantisme ialah doktrin yang terdapat dalam Alkitab, hanya Alkitab saja norma iman dan moral. Para Reformer atau Pembaru meng- anggap segala tradisi manusia tunduk kepa- da otoritas Kitab Suci. Dalam masalah iman keagamaan tidak ada otoritas—Paus, konsi- li, bapa-bapa gereja, para raja ataupun sar- jana—yang memerintah hati nurani. Sesung- guhnya dunia Kekristenan telah mulai bang- kit dari tidurnya dan di pelbagai negeri ke- bebasan beragama telah diumumkan.

Dalam dokumen Apa yang Perlu Anda Ketahui Tentang 28 (Halaman 184-190)