• Tidak ada hasil yang ditemukan

“Menderita Karena Pencobaan.”

Dalam dokumen Apa yang Perlu Anda Ketahui Tentang 28 (Halaman 56-59)

segala sesuatu diciptakan, sifat-sifat Allah dinyatakan, keselamatan manusia dilengkapkan, dan dunia dihakimi Ialah Allah yang sejat

DUA SIFAT KRISTUS

II. “Menderita Karena Pencobaan.”

Kristus menderita sementara mendapat se- rangan pencobaan (Ibr. 2:18). Ia menjadi “ke- selamatan, dengan penderitaan” (Ibr. 2:10). Karena Ia sendiri menghadapi kuasa penco- baan, maka kita dapat mengetahui bahwa Ia tahu betul bagaimana menolong orang yang terkena pencobaan. Ia bersatu dengan orang yang terkena pencobaan, yang menjadi bagi- an manusia itu.

Bagaimanakah Kristus menderita di ba- wah tekanan pencobaan itu? Walaupun Ia mempunyai “daging yang dikuasai dosa ka- rena dosa,” kemampuan rohani-Nya bebas dari jenis noda dosa mana pun. Akibatnya, sifat-Nya yang kudus sangat sensitif. Segala yang berkaitan dengan yang jahat selalu me- nyakitkan-Nya. Dengan demikian, karena Ia menderita dalam penyempurnaan kekudus- an-Nya, pencobaan membuat Yesus men- derita melebihi derita yang mungkin dirasa- kan manusia lain.

Sejauh manakah Kristus menderita? Pe- ngalaman-Nya di padang belantara, Getse- mani dan Golgota menunjukkan bahwa Ia

melawan pencobaan sampai mengucurkan tetesan darah (bandingkan Ibr. 12:4).

Kristus bukan saja menderita karena ke- kudusan-Nya, la menghadapi pencobaan yang jauh lebih besar daripada yang mung- kin dihadapi sesama manusia. B.F. Wescott menulis, “Simpati terhadap orang berdosa dalam pencobaannya bukanlah bergantung pada pengalaman dosa melainkan atas pe- ngalaman bagaimana kuatnya godaan untuk melakukan dosa yang intensitasnya secara penuh yang hanya diketahui oleh orang yang tidak berdosa saja. Ia yang jatuh menyerah sebelum tekanan terakhir.”16 F.F. Bruce se-

pendapat dengan mengatakan, “Ia berhasil menahan setiap bentuk penggodaan yang mungkin dihadapi manusia, tanpa melemah- kan iman-Nya pada Allah atas melonggar- kan penurutan Dia kepada-Nya. Ketahanan demikian menuntut lebih dari yang diderita manusia.”17

Kristus juga menghadapi penggodaan yang begitu dahsyat yang belum pernah di- hadapi manusia—godaan untuk mengguna- kan kuasa Ilahi-Nya demi kepentingan diri- Nya. Ellen G. White berkata, “Ia telah mene- rima penghormatan di surga dan amat me- ngenal kuasa yang mutlak. Sulit bagi-Nya mempertahankan tingkat kemanusiaan, seba- gaimana bagi manusia untuk naik di atas si- fat-sifat mereka yang rendah dan merosot, dan sekaligus mengambil bagian sifat Ilahi.”18

d. Dapatkah Yesus Berdosa? Banyak orang Kristen berbeda pendapat mengenai pertanyaan apakah Kristus dapat berbuat do- sa. Kita sependapat dengan Philip Schaff yang berkata, “Jika Ia (Kristus) sudah dibe- kali sejak semula dengan kondisi tanpa ca- cat yang mutlak, atau ketidakmungkinan ber- buat dosa, maka ia tidak akan dapat menja- di manusia yang sesungguhnya, tidak pula dapat menjadi contoh yang patut kita tela-

dani, dalam kesuciannya, dengan kemam- puannya yang serba bisa dan warisan pem- bawaan, akan menjadi suatu kebetulan atau karunia lahiriah saja, dan godaan yang dih- adapinya merupakan sebuah pertunjukan

yang semu.”19 Karl Ullmann menambahkan,

“Sejarah penggodaan, betapapun itu dapat dijelaskan, tidak akan mengandung makna; dan pernyataan di dalam Surat Kiriman ke- pada orang Ibrani bahwa ‘ia telah terkena coba sama seperti kita,’ akan menjadi tidak bermakna.”20

6. Sifat Kemanusiaan Yesus yang Ti- dak Berdosa. Jelas bahwa sifat Ilahi Kris- tus tidak berdosa. Akan tetapi bagaimana dengan sifat kemanusiaan-Nya?

Alkitab menggambarkan kemanusiaan Yesus Kristus yang tidak berdosa. Kelahiran- Nya yang supra-alamiah—Ia ada karena Roh Kudus (Mat. 1:20). Sebagai seorang bayi yang baru lahir Ia pantas “disebut kudus” (Luk. l:35). Ia mengenakan wujud manusia dalam keadaan manusia yang berdosa, da- pat menanggung risiko dosa, tidak dalam do- sa. Ia bersatu dengan manusia, tetapi tidak dalam dosa.

Yesus “telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa,” yaitu “yang saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari orang-orang berdo- sa” (Ibr. 4:15; 7:26). Paulus menulis bahwa Ia “tidak mengenal dosa” (2 Kor. 5:21). Pe- trus memberikan kesaksian bahwa Ia “tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mu- lut-Nya” (1 Ptr. 2:22), dan membandingkan- Nya dengan ”anak domba yang tak berno- da” (1 Ptr. 1:19; Ibr. 9:24). “Dan di dalam Dia” kata Yohanes, “tidak ada dosa.... Kris- tus adalah benar” (1 Yoh. 3:5-7).

Yesus mengenakan sifat kita ke atas diri- Nya dan segala pertanggungan untuk itu, na- mun demikian Ia bebas dari warisan kemero- sotan dan dosa. Ia menantang para penen-

tang-Nya, “Siapakah di antaramu yang mem- buktikan bahwa Aku berbuat dosa?” (Yoh. 8:46). Waktu Ia menghadapi pengadilan yang amat kejam itu, Ia menyatakan, “Se- bab penguasa dunia ini datang dan ia tidak berkuasa sedikit pun atas diri-Ku” (Yoh. 14: 30). Yesus tidak mempunyai kecenderung- an kepada keinginan dan nafsu dosa Tidak ada satu pun dari serangan pencobaan yang begitu gencar yang dapat meretakkan keta- atan-Nya kepada Allah.

Yesus tidak pernah menyampaikan pe- ngakuan dosa atau mempersembahkan se- buah korban. Ia tidak pernah berdosa, “Bapa, ampunilah Aku,” melainkan,”Ya Bapa, am- punilah mereka” (Luk. 23:34). Ia senantiasa melakukan kehendak Bapa, bukan berusaha melakukan kehendak-Nya sendiri. Yesus se- lalu bergantung kepada Bapa (bandingkan Yoh. 5:30).

Tidak seperti sifat manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa, “sifat rohani” Kristus adalah suci dan kudus, “bebas dari segala

cacat dosa.”21 Salahlah beranggapan bahwa

Ia sama saja dengan kita, “manusia yang per- sis dengan kita.” Ia Adam yang kedua, Anak Allah yang unik. Jangan pula kita berang- gapan bahwa Ia “memiliki kecenderungan- kecenderungan dosa.” Manakala sifat kema- nusiaan-Nya dicobai dalam segala hal seba- gaimana layaknya umat manusia, Ia tidak pernah gagal, Ia tidak pernah berbuat dosa. Di dalam diri-Nya tidak pernah ditemukan

kecenderungan kepada yang jahat.22

Sesungguhnya, Yesus adalah contoh dan teladan manusia yang paling tinggi dan pa- ling kudus. Ia tidak berdosa, dan apa yang dilakukan-Nya menunjukkan kesempurnaan. Sesungguhnya Ia teladan yang sempurna dari hal manusia yang tidak berdosa.

7. Perlunya Kristus Mengenakan Si- fat Manusia. Alkitab memberikan pelbagai

alasan mengapa Kristus harus mengenakan sifat manusia.

a. Untuk Menjadi Imam Besar Bagi Umat Manusia. Sebagai Mesias, Yesus ha- rus menduduki jabatan imam besar atau pe- ngantara antara Allah dan manusia (Za. 6:13; Ibr. 4:14-16). Fungsi ini menuntut sifat ke- manusiaan, Kristus memenuhi kualifikasi: (i) Ia harus dapat mengerti “orang-orang yang jahil dan orang-orang yang sesat” kare- na Ia sendiri”penuh dengan kelemahan” (Ibr. 5:2). (ii) Ia “yang menaruh belas kasihan dan yang setia” karena dalam segala sesuatu Ia telah dijadikan “sama dengan saudara-sau- dara-Nya” (Ibr. 2:17). (iii) Ia “dapat meno- long mereka yang dicobai” karena “Ia sendiri telah menderita karena pencobaan” (Ibr. 2: 18). (iv) Ia menaruh simpati kepada orang yang lemah karena Ia “telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa”(Ibr. 4:15).

b. Untuk Menyelamatkan Orang yang Paling Hina Sekalipun. Untuk menjangkau orang di tempat mereka berada serta menye- lamatkan orang yang paling tidak menaruh harapan, Ia turun ke tingkat seorang hamba (Flp. 2:7).

c. Menyerahkan Hidup-Nya karena Dosa-dosa Dunia. Sifat Keilahian Kristus tidak dapat mati. Agar Kristus dapat mati ma- ka Ia harus mengenakan sifat manusia. Ia menjelma menjadi manusia dan membayar hukuman karena dosa, yakni dengan maut (Rm. 6:23; 1 Kor. 15:3). Sebagai manusia Ia merasakan maut bagi setiap orang (Ibr. 2:9).

d. Untuk Menjadi Teladan Kita. Un- tuk memberikan teladan bagaimana seharus- nya manusia hidup, Kristus harus mengha- yati hidup yang tidak berdosa sebagai makh- luk manusia. Sebagai manusia Adam yang

kedua Ia merontokkan mitos bahwa manu- sia tidak dapat menuruti hukum Allah dan dapat mengalahkan dosa. Ia menunjukkan bahwa mungkin saja bagi manusia menjadi tetap setia kepada kehendak Allah. Di tem- pat manusia Adam yang pertama gagal, ma- nusia Adam yang kedua dapat mengalahkan dosa dan Setan serta menjadi Juruselamat dan teladan yang sempurna bagi kita. Di da- lam kekuatan-Nya, kemenangan-Nya dapat menjadi bagian kita (Yoh. 16:33).

Dengan memandang kepada-Nya, manu- sia “diubah menjadi serupa dengan gambar- Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar” (2 Kor. 3:18). “Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang mem- bawa iman kita itu kepada kesempurnaan.... Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun me- nanggung bantahan yang sehebat itu terha- dap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan pu- tus asa” (Ibr. 12:2, 3). Sesungguhnya, Kris- tus “telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya” (1 Ptr. 2:21; banding- kan Yoh. 13:15).

Dalam dokumen Apa yang Perlu Anda Ketahui Tentang 28 (Halaman 56-59)