• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIFAT JEMAAT

Dalam dokumen Apa yang Perlu Anda Ketahui Tentang 28 (Halaman 166-173)

Tuhan dan Juruselamat Mengikuti umat yang percaya kepada Tuhan pada zaman Perjanjian Lama, kita dipanggil keluar dari dunia; dan

SIFAT JEMAAT

Alkitab menggambarkan jemaat itu se- bagai lembaga Ilahi, menyebutnya “jemaat Allah” (Kis. 20:28; 1 Kor. 1:2). Yesus mendi- rikan jemaat dengan otoritas llahi (Mat. 18:17, 18). Kita dapat mengerti sifat jemaat Kristen dengan memperhatikan akarnya pa- da Perjanjian Lama dan pelbagai metafora

Perjanjian Baru yang membicarakan hal itu.

Akar Jemaat Kristen. Perjanjian Lama menggambarkan jemaat sebagai suatu per- kumpulan yang diorganisasi dari Umat Al- lah. Sejak dari mula pertama, keluarga yang takut akan Allah, dalam silsilah Adam, Set, Nuh, Sem dan Abraham adalah penjaga ke- benaran. Di tengah-tengah keluarga ini, tem- pat sang ayah adalah selaku imam, demiki- anlah jemaat itu dapat dilihat dalam bentuk- nya yang kecil atau mini. Kepada Abraham, Allah memberikan janji yang melimpah, dan melalui keturunannyalah Allah menjadikan- nya suatu bangsa. Tugas bangsa Israel ada- lah sekadar perluasan apa yang telah diberi- kan kepada Abraham: Akan menjadi berkat bagi semua bangsa (Kej. 12:1-3), menunjuk- kan kasih Allah kepada dunia ini.

Bangsa yang dibawa Allah keluar dari Mesir disebut “jemaat (atau “perkumpul- an,”) di padang gurun” (Kis. 7:38). Anggota- anggotanya dianggap “kerajaan imam dan bangsa yang kudus” (Kel. 19:6),”umat-Nya yang kudus” (Ul 28:9; bandingkan Im. 26: 12)—gereja-Nya.

Allah menempatkan mereka di Palestina, pusat kebudayaan besar dunia. Tiga benua besar—Eropa, Asia dan Afrika—bertemu di Palestina. Di sinilah orang Yahudi menjadi “pelayan” bagi bangsa yang lain, untuk me- nyampaikan undangan kepada mereka supa- ya bergabung sebagai umat Allah. Pendek ka- ta, Allah memanggil mereka keluar untuk memanggil bangsa-bangsa bergabung (Yes. 56:7). Ia ingin, melalui bangsa Israel, mem- bangun jemaat terbesar di atas dunia ini— sebuah jemaat yang menampung wakil-wakil semua bangsa untuk berbakti bersama-sama, mempelajari Allah yang benar, dan kemudi- an kembali kepada masing-masing bangsa- nya dengan membawa pekabaran keselamat- an.

Saat Allah terus memperhatikan keperlu- an umat-Nya, justru bangsa Israel melibat- kan diri dalam penyembahan berhala, isola- si, nasionalisme, keangkuhan, dan pemujaan diri sendiri. Umat Allah telah gagal memenu- hi misi yang diemban mereka.

Di dalam Yesus, bangsa Israel berada di antara dua mata air. Umat Allah rindu kepa- da seorang Mesias untuk membebaskan bangsa mereka, tetapi bukan seorang Mesias yang membebaskan mereka dari diri mereka sendiri. Di kayu salib, kemerosotan rohani bangsa Israel menjadi nyata sekali. Dengan menyalibkan Kristus mereka menunjukkan secara lahiriah kemerosotan yang mereka alami secara batiniah. Tatkala mereka berte- riak, “Kami tidak mempunyai raja selain da- ripada Kaisar!” (Yoh. 19:15), mereka meno- lak memperkenankan Allah memerintah atas mereka.

Di atas kayu salib ada dua tugas yang ber- tentangan mencapai klimaksnya: yang per- tama, bahwa sebuah jemaat yang cenderung kepada diri sendiri sehingga buta terhadap Seorang yang telah mewujudkannya; yang kedua, bahwa Kristus, yang begitu memusat- kan perhatian dalam kasih terhadap umat itu Ia binasa menggantikan tempat mereka un- tuk memberikan kekekalan kepada mereka. Sementara penyaliban mengartikan ber- akhirnya misi bangsa Israel, tetapi kebang- kitan Kristus membuka jemaat Kristus de- ngan misinya; proklamasi Injil keselamatan melalui darah Kristus. Apabila orang Yahu- di telah kehilangan misi maka mereka men- jadi hanya sekadar bangsa yang lain dan ber- henti sebagai jemaat Allah. Di tempat mere- ka Tuhan mendirikan sebuah bangsa yang baru, sebuah jemaat, yang mau melaksana- kan tugas lanjutan yang diberikan-Nya un- tuk dunia ini (Mat. 21:41, 43).

Jemaat Perjanjian Baru, yang begitu erat berkaitan dengan iman masyarakat Israel

zaman dulu,4 terdiri dari orang-orang Yahu-

di yang ditobatkan dan orang-orang yang bu- kan Yahudi yang percaya kepada Yesus Kris- tus. Oleh karena itu, orang Israel sejati ialah semua orang yang beriman dan menerima Yesus Kristus (baca Gal. 3:26-29). Paulus menggambarkan hubungan baru secara or- ganis dari bangsa yang berbeda-beda ini de- ngan gambaran dua pohon—pohon zaitun yang baik dan yang liar, menggambarkan dari sudut yang sepadan, bangsa Israel dan yang bukan Israel. Orang Yahudi yang tidak menerima Kristus tidak lagi menjadi anak- anak Allah (Rm. 9:6-8), digambarkan dengan dahan yang sudah patah dari batangnya, se- mentara orang Yahudi yang menerima Kris- tus masih tetap pada batang itu.

Paulus menggambarkan orang-orang yang bukan Yahudi yang menerima Kristus adalah sebagai cabang dari pohon zaitun yang liar yang dicangkokkan kepada pohon yang baik itu (Rm. 11:17-25). Ia mengajar- kan kepada orang Kristen yang bukan Yahudi ini menaruh hormat kepada warisan Ilahi, alat yang telah dipilih oleh Tuhan dengan berkata sebagai berikut: “Jikalau akar adalah kudus, maka cabang-cabang juga kudus. Ka- rena itu apabila beberapa cabang telah dipa- tahkan dan kamu sebagai tunas liar telah di- cangkokkan di antaranya dan turut menda- pat bagian dalam akar pohon zaitun yang pe- nuh getah, janganlah kamu bermegah ter- hadap cabang-cabang itu! Jikalau kamu ber- megah, ingatlah, bahwa bukan kamu yang menopang akar itu melainkan akar itu yang menopang kamu” (Rm. 11:16-18).

Jemaat Perjanjian Baru amat berbeda dari pasangannya jemaat Perjanjian Lama. Gere- ja kerasulan menjadi organisasi yang man- diri, terpisah dari bangsa Israel. Batas-batas kebangsaan dirontokkan, sehingga memberi- kan jemaat ciri-ciri yang universal. Gereja tidak lagi menjadi gereja nasional, melain-

kan menjadi jemaat yang misionaris, diada- kan untuk menyelesaikan rencana Allah se- mula, yang ditegakkan kembali atas mandat Ilahi, berlandaskan pada pendirinya, Yesus Kristus: Menjadikan “semua bangsa murid- Ku” (Mat. 28:19).

Jemaat Digambarkan secara Metafo- rik. Gambaran secara metaforik jemaat Per- janjian Baru melukiskan sifat jemaat.

1. Jemaat sebagai satu tubuh. Metafora tubuh menekankan kesatuan jemaat dan hubungan fungsional setiap anggota secara keseluruhan. Salib memperdamaikan semua orang percaya menjadi “di dalam satu tubuh” (Ef 2:16). Melalui Roh Kudus mereka “te- lah dibaptis menjadi satu tubuh” (1 Kor. 12: 13)—jemaat. Inilah wadah tempat Ia mem- berikan kepenuhan-Nya. Orang-orang per- caya adalah anggota tubuh-Nya (Ef. 5: 30). Akibatnya, Ia memberikan kehidupan roha- ni melalui kuasa dan anugerah-Nya kepada setiap orang percaya. Kristus menjadi “kepa- la tubuh” (Kol. 1:18), “kepala jemaat” (Ef. 5:23).

Di dalam kasih-Nya, Allah telah mem- berikan kepada setiap jemaat-Nya paling se- dikit satu karunia rohani yang menyanggup- kan setiap anggota melengkapkan sebuah fungsi penting. Seperti halnya setiap organ tubuh sangat vital bagi manusia, suksesnya penyelesaian misi jemaat bergantung kepa- da berfungsinya setiap karunia rohani yang diberikan kepada masing-masing anggota je- maat itu. Bagaimanakah sebuah tubuh tan- pa jantung, atau bagaimana efisienkah tan- pa mata dan kaki? Apabila anggota-anggo- tanya menahan karunia yang diberikan ke- pada mereka maka jemaat itu akan mati, atau buta, atau paling sedikit menjadi timpang. Bagaimanapun, karunia istimewa ini, pem- berian yang ditugaskan Tuhan tidaklah be-

rakhir padanya sendiri (baca bab 17).

2. Jemaat sebagai satu bait suci. Gere- ja adalah “bangunan Allah,” “bait suci Tu- han” tempat berdiamnya Roh Kudus. Yesus Kristus adalah fondasinya dan menjadi “batu penjuru” (1 Kor. 3:9-16; Ef. 2:20). Bait suci ini bukanlah sebuah bangunan (struktur) yang mati; melainkan menunjukkan pertum- buhan yang dinamis. Karena Kristus adalah “batu yang hidup,” seperti yang dikatakan oleh Petrus, maka demikian pula dengan orang percaya menjadi “batu yang hidup” dan menjadi “pembangunan suatu rumah ro- hani” (1 Ptr. 2:4-6).

Bangunan itu belumlah lengkap. Batu- batu baru yang hidup ditambahkan selalu ke bangunan bait suci itu sehingga “dibangun- kan menjadi tempat kediaman Allah, di da- lam Roh” (Ef. 2:22). Paulus mendorong orang percaya supaya menggunakan bahan bangunan yang paling baik dalam bait suci ini, supaya dapat tahan ujian api pada Hari Pehukuman (1 Kor. 3:12-15).

Metafora bait suci menekankan keku- dusan jemaat lokal maupun jemaat secara lu- as. Bait suci Tuhan itu kudus, kata Paulus. “Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia” (1 Kor. 3:17). Persekutuan yang erat dengan orang yang tidak beriman bertentangan de- ngan tabiat yang kudus itu, demikian menu- rut Paulus, dan karena itu haruslah dihindar- kan dan “janganlah kamu merupakan pasang- an yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya.... Apakah hubungan bait Allah dengan berhala?” (2 Kor. 6:14, 16). (Nasihat ini ada hubungannya dengan masa- lah bisnis dan perkawinan). Gereja atau je- maat akan ditinggikan dengan penuh rasa hormat yang agung karena inilah sasaran lim- pahan rasa hormat Allah yang tertinggi.

3. Jemaat sebagai pengantin. Jemaat di- gambarkan sebagai pengantin wanita sedang- kan Tuhan dilambangkan sebagai pengantin pria. Dengan kudusnya Ia berjanji, “Aku akan menjadikan engkau istri-Ku dalam kea- dilan dan kebenaran, dalam kasih setia dan kasih sayang” (Hos. 2:18). Lagi-lagi Ia men- jamin, “Aku akan mengambil kamu” (Yer. 3:14).

Paulus menggunakan gambaran yang sa- ma: “Karena aku telah mempertunangkan kamu kepada satu laki-laki untuk membawa kamu sebagai perawan suci kepada Kristus” (1 Kor. 11:2). Kasih Kristus kepada jemaat- Nya begitu dalam sehingga Ia “menyerah- kan diri-Nya baginya” (Ef. 5:25). Ia menga- dakan pengorbanan ini “untuk mengudus- kannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman” (Ef. 5:26).

Melalui pengaruh yang menyucikan, dari kebenaran firman Tuhan (Yoh. 17:17) dan pembasuhan yang diadakan oleh baptisan, Kristus menguduskan anggota jemaat, me- nyingkirkan jubah mereka yang kotor dan mengenakan jubah kebenaran-Nya yang sempurna kepada mereka. Dengan demikian- lah Ia dapat menyiapkan jemaat-Nya men- jadi pengantin bagi-Nya—“dengan cemer- lang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat yang kudus dan ti- dak bercela” (Ef. 5:27). Kemuliaan jemaat yang penuh dan gemerlapan belumlah akan kelihatan sampai saat kedatangan Kristus kelak.

4. Jemaat sebagai “Yerusalem surga- wi”. Kitab Suci menyebut Yerusalem Sion. Di sanalah Allah bertakhta dengan umat-Nya (Mzm. 9:12); dari Sion datang keselamatan (Mzm. 14:7; 53:7). Kota itu menjadi “kegi- rangan bagi seluruh bumi” (Mzm. 48:3).

Perjanjian Baru memandang jemaat se- bagai “Yerusalem yang di atas,” sebagai pa- sangan rohani dari Yerusalem dunia (Gal. 4: 26). Warga kota Yerusalem ini memiliki “ke- warganegaraan mereka di surga” (Flp. 3:20). Mereka adalah “anak perjanjian,” yang la- hir “dari Roh,” yang menikmati kebebasan yang telah dibuat Kristus, yang membuat mereka bebas (Gal. 4:22, 26, 31; 5:4). Pen- duduk kota ini tidak lagi di bawah perham- baan upaya “hukum Taurat” (Gal. 4:22, 26, 31; 5:4); “Sebab oleh Roh” mereka menanti dengan penuh gairah “karena iman... menan- tikan kebenaran yang diharapkan.” Mereka menyadari bahwa di dalam Kristus Yesus “hanya iman yang bekerja oleh kasih” yang menjadikan mereka berhak menjadi warga- negara (Gal. 5:5, 6).

Barangsiapa yang ikut dalam rombongan yang penuh dengan kemuliaan ini “sudah da- tang ke Bukit Sion, ke kota Allah yang hi- dup, Yerusalem surgawi dan kepada beribu- ribu malaikat, suatu kumpulan yang meriah, dan kepada jemaat anak-anak sulung, yang namanya terdaftar di surga” (Ibr. 12:22, 23).

5. Jemaat sebagai sebuah keluarga. Ge- reja atau jemaat di surga maupun di dunia dianggap sebagai sebuah keluarga (Ef. 3:15). Ada dua metafora yang digunakan untuk menggambarkan bagaimana orang meng- gabungkan diri ke dalam keluarga ini (Rm. 8:14-16; Ef. 1:4-6) dan kelahiran baru (Yoh. 3:8). Melalui iman dalam Kristus, barang- siapa yang dibaptiskan tidak lagi hamba melainkan menjadi anak-anak Bapa surgawi (Gal. 3:26-4:7) yang hidup berdasarkan perjanjian baru. Mereka akan menjadi bagi- an “anggota-anggota keluarga Allah” (Ef. 2:19), “kawan-kawan... seiman” (Gal. 6:10). Anggota-anggota keluarga-Nya menye- but Allah sebagai “Bapa” (Gal. 4:6) dan me- ngaitkannya satu dengan yang lain sebagai

saudara-saudari (Yak. 2:15; 1 Kor. 8:11; Rm. 16:1). Karena ia membawa banyak orang ma- suk ke dalam keluarga; maka Paulus me- nganggap diri-Nya sebagai bapa rohani. “Da- lam Kristus,” katanya, “akulah yang dalam Kristus Yesus telah menjadi bapamu oleh In- jil” (1 Kor. 4:15). la menyatakan bahwa orang yang dibawanya itu sebagai “anak-anakku yang kukasihi” (1 Kor. 4:14; bandingkan Ef. 5:1).

Ciri-ciri istimewa jemaat itu sebagai ke- luarga ialah persekutuannya. Persekutuan Kristen (koinonia dalam bahasa Yunani) bu- kanlah sekadar sosialisasi melainkan “per- sekutuan... dalam Berita Injil” (Flp. 1:5). Hal itu menyangkut persekutuan yang murni de- ngan Allah Bapa, Anak-Nya dan Roh Kudus (1 Yoh. 1:3; 1 Kor 1:9; 2 Kor. 13:14), seba- gaimana halnya dengan orang-orang yang percaya (1 Yoh. 1:3,7). Maka selaku anggota, memperoleh hak “tanda persekutuan” (Gal. 2:9).

Metafora dengan menggunakan lambang keluarga menunjukkan sebuah jemaat yang penuh perhatian “tempat orang dikasihi, di- hormati, dan dianggap sebagai orang yang penting. Sebuah tempat di mana mereka me- nyadari bahwa mereka saling membutuhkan. Tempat talenta dapat dikembangkan. Tem- pat orang-orang bertumbuh. Tempat setiap

orang dilengkapi.”5 Di dalamnya juga dica-

kup pertanggungjawaban, menghormati ba- pa rohani, memperhatikan kerohanian sesama saudara. Pada akhirnya berarti bahwa setiap anggota saling mengasihi dengan kesetiaan yang mendalam dan saling mengukuhkan.

Keanggotaan dalam keluarga jemaat me- nyanggupkan individu-individu yang berbe- da amat dalam sifat dan jabatan, dapat men- dukung dan menggembirakan satu sama lain. Anggota keluarga jemaat belajar hidup da- lam persatuan sementara tidak kehilangan sifat individunya.

6. Jemaat sebagai tiang dan fondasi ke- benaran. Jemaat Allah yang hidup adalah “tiang penopang dan dasar kebenaran” (1 Tim. 3:15). Itulah benteng dan tempat me- nyimpan serta melindungi kebenaran dari serangan musuh. Bagaimanapun, kebenaran itu selalu dinamis, tidak statis. Jika anggota menyatakan mempunyai terang baru—se- buah doktrin baru atau penafsiran baru atas Kitab Suci—orang itu harus menguji penga- jaran baru itu dengan ukuran Kitab Suci (ba- ca Yes. 8:20). Jika terang baru itu memenu- hi ukuran yang diberikan, maka jemaat ha- ruslah menerimanya; akan tetapi kalau tidak, penafsiran itu haruslah ditolak. Semua ang- gota harus takluk pada pertimbangan berda- sarkan Alkitab, karena “jikalau penasihat ba- nyak, keselamatan ada” (Ams. 11: 14).

Dengan penyebaran kebenaran, misalnya dengan bersaksi, jemaat menjadi “terang du- nia,” “kota yang terletak di atas gunung” yang “tidak mungkin tersembunyi,” dan menjadi “garam dunia” (Mat. 5:13-15).

7. Jemaat sebagai suatu pasukanpe- nuh semangat dan menang. Jemaat yang di atas dunia ini sama halnya dengan pasu- kan yang terlibat dalam peperangan. Jemaat itu terpanggil ke medan perang untuk mela- wan kegelapan rohani: “Karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, me- lawan penguasa-penguasa, melawan penghu- lu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara” (Ef. 6:12). Orang- orang Kristen haruslah mengenakan “selu- ruh perlengkapan senjata Allah” agar mere- ka “dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri” (Ef. 6:13).

Dari abad ke abad jemaat harus berperang melawan musuh, baik yang datang dari luar maupun yang datang dari dalam (baca Kis. 20:29, 30; 1 Tim. 4:1). Jemaat memperoleh

kemajuan dan kemenangan yang menakjub- kan, akan tetapi itu bukanlah kemenangan sepenuhnya. Sayangnya, jemaat itu sendiri masih memiliki banyak cacat. Dengan meng- gunakan gambaran lain, Yesus melukiskan ketidaksempurnaan yang terdapat di dalam jemaat itu: “Hal Kerajaan Surga itu seum- pama orang yang menaburkan benih yang baik di ladangnya. Tetapi pada waktu semua orang tidur, datanglah musuhnya menabur- kan benih lalang di antara gandum itu, lalu pergi” (Mat. 13:24,25). Apabila hamba-ham- ba itu hendak mencabut benih itu, petani pemilik ladang itu berkata, “Jangan, sebab mungkin gandum itu ikut tercabut pada wak- tu kamu mencabut lalang itu. Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai” (Mat. 13:29, 30).

Lalang dan gandum bertumbuh bersama- sama di ladang itu. Manakala Allah menun- tun orang yang bertobat masuk ke dalam je- maat, Setan juga tidak ketinggalan memba- wa orang yang tidak bertobat. Kedua ke- lompok ini mempengaruhi seluruh tubuh— yang satu bekerja untuk memurnikan sedang- kan yang satu lagi bekerja untuk merusak. Konflik antara mereka—yang terdapat da- lam jemaat—akan berlanjut terus sampai musim menuai, Kedatangan Kristus kedua kali.

Peperangan dalam jemaat itu belumlah berakhir. Bencana dan perselisihan memben- tang di depan. Karena mengetahui waktunya sudah singkat, Setan berang terhadap jema- at Allah (Why. 12:12, 17), dan akan menda- tangkan perlawanan dengan “suatu waktu kesesakan yang besar, seperti yang belum pernah terjadi sejak ada bangsa-bangsa sam- pai pada waktu itu.” Tetapi Kristus akan tu- run tangan demi umat-Nya yang setia, yang akan “terluput, yakni barangsiapa yang dida- pati namanya tertulis dalam Kitab itu” (Dan. 12:1). Yesus memberikan jaminan kepada

kita bahwa “orang yang bertahan sampai ke- sudahannya akan selamat” (Mat. 24:13).

Pada waktu kedatangan Kristus kedua kali, muncul kemenangan jemaat. Pada wak- tu itu Ia dapat mengumpulkan bagi diri-Nya “dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela” (Ef. 5:27), jemaat yang setia dari zaman ke zaman, yang dite- bus dengan darah-Nya.

Jemaat yang Tampak dan Tidak Tam-

pak. Istilah tampak dan tidak tampak digu-

nakan untuk membedakan dua aspek jemaat yang terdapat di dunia ini. Metafora atau gambaran kiasan yang telah dikemukakan di atas pada khususnya diterapkan kepada je- maat yang tampak.

1. Jemaat yang tampak. Jemaat atau gereja yang tampak adalah jemaat Allah yang diorganisasi untuk melayani. Jemaat itu me- menuhi perintah besar yang diberikan Kris- tus, untuk melaksanakan pemberitaan Injil kepada dunia ini (Mat. 28:18-20), dan me- nyiapkan orang banyak untuk kemuliaan- Nya pada waktu kedatangan-Nya kelak (1 Tes. 5:23; Ef 5:27).

Saksi istimewa yang dipilih Kristus akan menerangi dunia dan melakukan tugas pela- yanan seperti yang telah dilakukan-Nya, mengkhotbahkan Injil kepada orang yang miskin, menyembuhkan orang yang hancur hatinya, memberitakan kelepasan bagi orang yang tertawan serta memulihkan penglihat- an orang yang buta, membebaskan orang yang tertindas, mengkhotbahkan tahun-tahun rahmat Tuhan telah datang. (Luk. 4:18, 19).

2. Jemaat yang tidak tampak. Jemaat yang tidak tampak juga disebut jemaat yang universal, yang terdiri dari seluruh umat Tu- han sepanjang zaman di dunia ini. Di dalam-

nya termasuk orang-orang percaya yang ter- dapat dalam jemaat yang tampak, dan ba- nyak juga, yang walaupun mereka tidak ter- masuk ke dalam jemaat yang diorganisasi, yang menuruti semua terang yang telah di- berikan Kristus kepada mereka (Yoh. 1:9). Kelompok yang terakhir ini termasuk di da- lamnya mereka yang tidak pernah memper- oleh kesempatan untuk mempelajari kebenar- an mengenai Yesus Kristus akan tetapi telah menyambut Roh Kudus dan “oleh dorongan diri sendiri melakukan apa yang dituntut hu- kum Taurat” Allah (Rm. 2:14).

Eksistensi jemaat yang tidak tampak me- nyatakan bahwa menyembah Tuhan pada ha- kikatnya dalam pengertian yang paling ting- gi ialah rohani. “Penyembah-penyembah be- nar,” kata Kristus, “akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa meng- hendaki penyembah-penyembah demikian” (Yoh. 4:23). Karena sifat rohani penyembah- an yang benar maka manusia tidak dapat menghitung secara tepat siapa yang telah menjadi bagian jemaat itu dan siapa yang ti- dak termasuk bagian dari jemaat Allah itu.

Melalui Roh Kudus, Allah memimpin umat-Nya dari jemaat yang tidak tampak ke dalam persatuan dengan jemaat-Nya yang tampak. “Ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini; domba- domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gem- bala” (Yoh. 10:16). Hanyalah dalam jemaat yang tampak ini mereka dapat mengalami se- penuhnya kebenaran Tuhan, kasih, perseku- tuan, karena Ia telah memberikan kepada je- maat yang tampak itu karunia-karunia rohani yang memperbaiki anggota-anggotanya baik secara kelompok maupun secara individu (Ef. 4:4-16). Setelah Paulus ditobatkan, Al- lah menghubungkannya dengan jemaat yang tampak dan kemudian mengangkatnya un-

tuk melaksanakan tugas memimpin jemaat- Nya (Kis. 9:10-22). Demikian pula sekarang ini, Ia bermaksud memimpin umat-Nya ke dalam jemaat yang nyata, ditandai kesetia- an kepada perintah-perintah Tuhan serta ber- iman kepada Yesus Kristus, supaya dengan demikian mereka dapat mengambil bagian dalam menyelesaikan misi-Nya di atas du- nia ini (Why. 14:12; 18:4; Mat. 24:14; lihat juga bab 13 dari buku ini).

Konsep jemaat yang tidak tampak juga dianggap termasuk jemaat yang bersatu di surga dan di dunia (Ef. 1:22, 23) dan jemaat yang di persembunyian selama masa aniaya (Why. 12:6, 14).

Dalam dokumen Apa yang Perlu Anda Ketahui Tentang 28 (Halaman 166-173)