• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESATUAN SIFAT ATAU KEADAAN MANUSIA

Dalam dokumen Apa yang Perlu Anda Ketahui Tentang 28 (Halaman 93-97)

manusia individu, disertai kuasa dan kebebasan berpikir dan bertindak Walaupun diciptakan sebagai makhluk bebas, masing-masing adalah

KESATUAN SIFAT ATAU KEADAAN MANUSIA

mi" (Kis. 17:26).

Selanjutnya, kita melihat petunjuk lain- nya mengenai kesatuan organis umat manu- sia dalam pernyataan yang tegas dari Alkitab bahwa pelanggaran Adam telah mendatang- kan dosa dan kematian kepada semuanya, dan dalam persyaratan keselamatan bagi se- mua melalui Kristus (Rm. 5:12, 19; 1 Kor. 15:21, 22).

KESATUAN SIFAT ATAU KEADAAN MANUSIA

Terdiri dari apakah sifat-sifat manusia itu? Apakah manusia itu dibuat dari bebera- pa komponen yang mandiri, misalnya terdi- ri dari satu tubuh, satu jiwa dan satu roh?

Nafas Hidup. Allah "membentuk manu- sia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikian- lah manusia itu menjadi makhluk yang hi- dup" (Kej. 2:7).

Tatkala Allah mengubah unsur-unsur de- bu menjadi makhluk hidup, Ia "menghem- buskan" "napas hidup" ke dalam lubang hi- dung Adam yang mempunyai tubuh yang be- lum bernyawa itu. Napas hidup ini adalah "nafas Yang Mahakuasa" yang memberikan hidup (Ayb. 33:4)—percikan kehidupan. Ki- ta dapat membandingkannya dengan arus lis- trik yang apabila mengalir melalui pelbagai komponen listrik, mengubah warna buram dalam kotak kaca menjadi percikan warna yang bergerak—bilamana kita putar dalam televisi berwarna. Arus listrik itu mendatang- kan suara dan gerak dalam tempat yang ta- dinya kosong.

Manusia—Jiwa yang Hidup. Apakah

yang dilakukan nafas hidup itu? Apabila Tu- han membentuk makhluk manusia dari un- sur-unsur debu, maka semua organ tubuh diadakan di dalamnya: jantung, paru-paru, ginjal, hati, limpa kecil, otak, dsb.—Semua- nya sempurna tetapi tidak bernyawa. Kemu- dian Tuhan menghembuskan ke benda yang tidak bernyawa ini napas hidup dan jadilah "manusia yang hidup."

Persamaan yang dibuat kitab suci cukup gamblang: debu dari tanah (unsur-unsur ta- nah) + nafas hidup—makhluk hidup atau jiwa yang hidup. Persatuan unsur-unsur ta- nah dengan nafas hidup menghasilkan ma- khluk hidup atau jiwa.

"Nafas hidup" ini tidak terbatas pada ma- nusia saja. Semua makhluk hidup memiliki- nya. Alkitab, sekadar contoh, menyifatkan nafas hidup itu baik kepada binatang yang ikut masuk ke dalam bahtera Nuh maupun yang tidak ikut masuk (Kej. 7:15, 22).

Istilah Ibrani dalam Kejadian 2:7 yang telah diterjemahkan "makhluk hidup" atau "jiwa yang hidup" adalah nephesh chayyah. Pernyataan ini tidaklah ditujukan hanya ke- pada manusia saja, juga termasuk kepada bi- natang-binatang yang hidup dalam air, juga kepada serangga, reptil dan binatang buas (Kej. 1:20, 24; 2:19).

Nephesh, diterjemahkan sebagai "makh- luk" atau "jiwa," berasal dari nasphash, yang berarti "untuk bernafas." Persamaannya da- lam bahasa Yunani dalam Perjanjian Baru

adalah psuche. "Sebab sebagaimana nafas

adalah merupakan bukti yang paling nyata kehidupan itu nephesh pada dasarnya me- nunjukkan manusia sebagai makhluk hidup,

satu pribadi.”3 Bila digunakan untuk bina-

tang, sebagaimana kisah Penciptaan, itu menggambarkan mereka sebagai makhluk hidup yang telah diciptakan Tuhan.

Perlu diingat pernyataan bahwa Alkitab mengatakan bahwa manusia itu menjadi se-

buah jiwa yang hidup. Tidak ada catatan yang menunjukkan bahwa manusia itu me- nerima sebuah jiwa dalam kisah Pencipta- an—yang terpisah secara lahiriah dan kemu- dian digabungkan dengan tubuh manusia itu.

Sebuah Kesatuan yang Tidak Dapat Dipisahkan. Pentingnya laporan Penciptaan untuk dipahami secara memadai tentang si- fat manusia tidak boleh dilebih-lebihkan. De- ngan menekankan kesatuan organisnya, Ki- tab Suci melukiskan manusia secara keselu- ruhan. Bagaimanakah jiwa dan roh berhu- bungan dengan sifat atau keadaan manusia itu?

1. Makna jiwa menurut Kitab Suci. Se- bagaimana telah kita sebutkan, di dalam Per- janjian Lama "jiwa" adalah sebuah terjemah- an nephesh dalam bahasa Ibrani. Di dalam Kejadian 2:7 ditunjukkan bahwa manusia se- bagai makhluk hidup setelah nafas hidup di- hembuskan ke dalam tubuh jasmani yang di- bentuk dari unsur-unsur tanah. "Demikian pula, satu jiwa baru menjadi ada apabila se- orang bayi lahir, setiap 'jiwa' merupakan satu unit kehidupan yang berbeda secara khas, dan terpisah, dari unit-unit lain yang sama. Kualitas individualitas ini di dalam setiap makhluk hidup, yang berisi sebuah kesatu- an yang khas, tampaknya adalah ide yang ditekankan oleh istilah Ibrani nephesh. Apa- bila digunakan dalam cara seperti ini maka nephesh bukanlah satu bagian dari pribadi itu, melainkan itulah pribadi itu, dan me- mang dalam banyak contoh, yaitu diterje- mahkan sebagai 'pribadi' (baca Kej. 14:21; Bil. 5:6; Ul. 10:22; bandingkan Mzm. 3:3) atau 'diri' (Im. 11:43; 1 Raj. 19:4; Yes. 46:2, dsb).

"Sebaliknya, pernyataan seperti 'jiwaku,' 'jiwamu,' dsb, adalah ungkapan umum un- tuk kata ganti orang 'I', 'aku,' 'dia,' dsb. (lihat

Kej. 12:13; Im. 11:43, 44; 19:8; Yos. 23:11; Mzm. 3:3; Yer. 37:9, dsb).Lebih dari 100 kali dari 755 peristiwa dalam Perjanjian Baru ter- jemahan KJV nephesh diterjemahkan seba- gai 'hidup' (Kej. 9:4, 5; 1 Sam. 19:5; Ayb. 2: 4, 6; Mzm. 31:14; dsb.)

"Sering nephesh menunjuk kepada ke-

inginan, selera atau nafsu (bandingkan Ul. 23:24; Ams. 23:2; Pkh. 6:7), dan kadang- kadang juga diterjemahkan 'selera' (Ams. 23: 2; Pkh. 6:7). Boleh jadi juga menunjuk pada kasih sayang (Kej. 34:3; Kid. 1:7, dsb.), dan pada kali tertentu menggambarkan kemauan sendiri, sebagaimana bila diterjemahkan 'ke- senangan' (KJV) dalam Ul. 23:24; Mzm. 105:22; Yer. 34:16. Di dalam Bil. 31:19 nephesh adalah 'dibunuh', dan dalam Hak. 16:30 (diterjemahkan 'aku') adalah mati. Di dalam Bil. 5:2 ('mati') dan pasal 9:6 ('tubuh yang mati') yang dimaksudkan ialah mayat (bandingkan Im. 19:28; Bil. 9:7, 10).

"Penggunaan kata Yunani psuche di da- lam Perjanjian Baru adalah sama dengan ka- ta nephesh yang digunakan dalam Perjanji- an Lama. Biasanya digunakan untuk hidup binatang serta halnya hidup manusia (Why. 16:3). Di dalam terjemahan Versi King James (KJV) ini diterjemahkan 40 kali se- bagai "hidup" atau "kehidupan" (baca Mat. 2:20; 6:25; 16:25; dsb.) Dalam beberapa contoh biasa digunakan untuk maksud 'ba- nyaknya orang' (baca Kis. 7:14; 27:37; Rm. 13:1; 1 Ptr. 3:20, dsb.), sedangkan pada yang lain itu sama dengan kata ganti orang (baca Mat. 12:18; 2 Kor. 12:15; dsb.). Kadang-ka- dang digunakan juga untuk menunjuk ter- hadap emosi (Mrk. 14:34; Luk. 2:35), untuk pikiran (Kis. 14:2; Flp. 1:27), atau kepada hati (Ef. 6:6)."4

Psuche itu tidak abadi melainkan tunduk kepada maut (Why. 16:3). Itu dapat dibinasa- kan (Mat. 10:28).

dang-kadang nephesh dan psuche menunjuk kepada pribadi secara keseluruhan dan pada waktu lain kepada aspek khusus manusia, misalnya kasih sayang, emosi, selera dan pe- rasaan. Pemakaian ini, bagaimanapun, tidak- lah menunjukkan bahwa manusia terdiri dari dua bagian yang berbeda. Badan dan jiwa ada bersama-sama, keduanya terbentuk me- rupakan kesatuan yang tidak dapat dipisah- kan. Jiwa bukanlah satu wujud yang terpi- sah dari tubuh dan tidak memiliki kesadar- an sendiri. Tidak ada ayat yang menunjuk- kan bahwa jiwa ada dalam tubuh sebagai satu kesadaran.

2. Makna Alkitabiah Roh. Mengingat kata Ibrani nephesh diterjemahkan jiwa, me- nunjuk kepada individualitas atau kepriba- dian, kata Ibrani dalam Perjanjian lama ru- ach, diterjemahkan roh, menunjuk kepada percikan tenaga yang hakiki bagi kehidupan eksistensi individual. Menunjuk kepada te- naga llahi, atau prinsip hidup yang menghi- dupkan makhluk manusia.

Ruach digunakan 377 kali dalam Perjan- jian Lama dan pada umumnya sering diterje- mahkan sebagai ‘roh,’ ‘angin,’ atau ‘nafas’ (Kej. 8:1, dsb.). Juga digunakan untuk me- nunjuk kepada vitalitas (Hak. 15:19), kebe- ranian (Yos. 2:11), kemarahan atau amarah (Hak. 8:3), watak (Yes. 54:6), sifat tabiat (Yeh 11:19), dan tempat emosi (1 Sam. 1:15). "Sehubungan dengan napas, ruach manu- sia sama dengap ruach hewan (Pkh. 3:19). Ruach manusia meninggalkan tubuh pada waktu mati (Mzm. 146:4) dan kembali ke- pada Tuhan (Pkh. 12:7; bandingkan Ayb. 34:14). Sering kata Ruach digunakan untuk menyatakan Roh Allah, seperti yang terda- pat dalam Yesaya 63:10. Tidak pernah digu- nakan dalam Perjanjian Lama menunjuk ke- pada manusia ruach itu sebuah eksistensi

yang mampu dan berpikir secara terpisah dari tubuh jasmani.

"Kata yang sama dalam Perjanjian Baru

bagi ruach ialah pneuma, 'roh,' dari pneo,

'meniupkan,' atau 'bernapas.' Sebagaimana dengan ruach, tidak ada yang disifatkan da- lam kata pneuma yang menunjuk kepada ek- sistensi kesadaran yang benar-benar mem- punyai kemampuan yang terpisah dari tubuh, tidak juga digunakan dalam Perjanjian Baru yang menunjuk kepada manusia sebagai se- buah konsep. Sebagaimana nas dalam Roma 8:15; 1 Korintus 4:21; 2 Timotius 1:7; 1 Yo- hanes 4:6 pneuma menunjuk kepada 'suasa- na hati,"sikap,' atau 'keadaan perasaan.' Juga digunakan untuk menyatakan pelbagai as- pek kepribadian sebagaimana yang terdapat dalam Galatia 6:1; Roma 12:11; dsb. Seba- gaimana halnya ruach, pneuma tunduk pada Tuhan pada waktu kematian (Luk. 23:46; Kis. 7:59). Seperti ruach, pneuma juga digu- nakan atas Roh Allah (1 Kor. 2:11, 14; Ef. 4: 30; Ibr. 2:4; 1 Ptr. 1:12; 2 Ptr. 1:21; dsb)."5

3. Kesatuan Badan, jiwa dan Roh. Apa- kah hubungan antara badan, jiwa dan roh? Apakah pengarah hubungan ini dalam kesa- tuan manusia?

a. Persatuan dua-ganda. Walaupun Al- kitab memandang sifat atau keadaan manu- sia itu sebagai satu kesatuan, hubungannya secara persis tidaklah diberikan, yakni hu- bungan antara badan, jiwa dan roh. Kadang- kala penggunaan kata jiwa maupun roh digu- nakan secara tumpang tindih. Cobalah per- hatikan persamaan yang terdapat dalam ung- kapan Maria ketika menyatakan kegembira- annya dalam pujaan yang berikut: "Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku" (Luk. 1:46, 47).

Dalam sebuah contoh manusia disifatkan oleh Yesus sebagai tubuh dan roh (Mat. 10: 28) dan dalam peristiwa lain dinyatakan oleh Paulus sebagai tubuh dan jiwa (1 Kor. 7:34). Dahulu jiwa dianggap menunjuk kepada ke- mampuan tinggi manusia, dianggap pikiran, yang digunakan untuk mengadakan komuni- kasi dengan Tuhan. Belakangan roh diang- gap merupakan kemampuan yang tinggi ini. Di dalam kedua contoh itu tubuh termasuk secara fisik, sebagaimana halnya emosi seba- gai aspek-aspek sebuah pribadi.

b. Persatuan tiga serangkai. Ada sebu- ah kekecualian atas penyifatan secara umum mengenai manusia yang dua ganda atau rangkap dua itu. Rasul Paulus, yang berbi- cara mengenai kesatuan yang rangkap ini, yakni tubuh dan jiwa, juga berbicara dengan menggunakan istilah kesatuan dalam tiga serangkai. Ia berkata sebagai berikut, "Se- moga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita" (1 Tes. 5:23). Nas ini menyam- paikan keinginan Paulus bahwa tidak ada dari antara ketiga aspek pribadi ini dapat di- keluarkan dari proses penyucian.

Dalam contoh ini roh dapatlah dipahami sebagai "prinsip tinggi kecerdasan dan pikir- an yang dengannya dikaruniai kepada ma- nusia, yang dengannya pula Allah dapat ber- komunikasi melalui Roh-Nya (baca Rm. 8: 16). Dengan membaharui pikiran melalui kegiatan Roh Kudus sehingga secara indi- vidual diubah menjadi serupa dengan Kris- tus (baca Rm. 12;1, 2).

"Dengan 'jiwa' ... bila dibedakan dari roh, dapatlah dipahami bahwa bagian sifat atau keadaan manusia itu mengungkapkan diri melalui naluri, emosi dan keinginan. Bagi- an watak manusia ini dapat juga dikudus-

kan. Apabila melalui usaha Roh Kudus, pi- kiran diselaraskan dengan pikiran Allah, maka pikiran yang dikuduskan ini dapat me- lawan sifat-sifat yang rendah, dorongan-do- rongan yang mungkin bertentangan dengan kehendak Allah, sehingga menjadi takluk ke- pada kehendak-Nya."6

Tubuh, yang dikendalikan oleh sifat yang tinggi maupun yang rendah, pada hakikat- nya secara jasmani terdiri dari: daging, da- rah dan tulang.

Rangkaian yang dikemukakan Paulus de- ngan menyebutkan pertama roh, kemudian jiwa, dan akhirnya tubuh bukanlah secara ke- betulan. Apabila roh dikuduskan maka pikir- an berada di bawah kuasa Ilahi. Pikiran yang telah disucikan itu, kemudian akan mempu- nyai pengaruh yang menguduskan jiwa, yak- ni: keinginan, perasaan dan emosi. Orang yang dikuduskan ini tidak menyalahgunakan tubuhnya, sehingga secara fisik akan tetap sehat. Dengan demikianlah tubuh menjadi alat yang dikuduskan, yang dapat digunakan orang Kristen untuk melayani Tuhan dan Ju- ruselamatnya. Panggilan Rasul Paulus supa- ya menguduskan diri erat kaitannya dengan konsep kesatuan sifat manusia serta menun- jukkan keefektifan persiapan untuk menanti kedatangan Kristus yang kedua kali, dengan keutuhan pribadi: roh, jiwa dan tubuh.

c. Kesatuan yang tidak dapat dipisah- kan dan simpatik. Jelas bahwa setiap makh- luk manusia adalah kesatuan yang tidak da- pat dipisahkan. Badan, jiwa dan roh berfung- si erat sekali, dalam kerja samanya, menun- jukkan hubungan simpatik yang intens an- tara kemampuan pribadi secara fisik, men- tal dan jasmani. Kemerosotan pada salah satu bagian akan menghambat dua yang lain. Roh dan pikiran yang sakit, kotor akan mengakibatkan efek yang merusak atas kese- hatan emosi dan fisik seseorang juga. Begi-

tu pula sebaliknya. Orang yang sakit-sakitan, lemah atau menderita secara fisik pada umum- nya akan merusak kesehatan dan emosi serta kerohaniannya. Dampak kemampuan atas se- tiap orang berarti bahwa setiap individu me- miliki tanggung jawab yang diberikan Allah untuk mencapai kondisi yang terbaik. Me- lakukan hal yang demikian adalah merupakan bagian penting dan vital bagi orang yang di- pulihkan ke dalam gambar Pencipta.

Dalam dokumen Apa yang Perlu Anda Ketahui Tentang 28 (Halaman 93-97)