• Tidak ada hasil yang ditemukan

MATEMATIS SISWA DI MTS AL MUHAJIRIN JAKARTA

1Qonita Hanifa, 2Ishaq Nuriadin, & 3Ayu Tsurayya

1UHAMKA, qonita755@gmail.com

2UHAMKA, ishaq_nuriadin@yahoo.co.id

3UHAMKA, ayu.tsurayya@uhamka.ac.id ABSTRACT

This study aims to know the influence of the learning model of Creative Problem Solving (CPS) against deductive mathematical reasoning ability students. Sampling using cluster sampling technique. The sample used as much as 48 students were divided into experimental class of 24 students and 24 students in grade control. The method in this study using Quasi-Experimental Design. The research instrument used deductive mathematical reasoning ability test in the form of descriptions which have been tested for validity and reliability.Prerequisite test to determine normality and homogeneity usingLillieforstestandFisher exact test.

The results of data analysis using tvalue obtained at 2.696 with a significance level of 0.05. Size Effect calculation results obtained influence of 84.2% which included the major criteria. The conclusion of the CPS learning model has a major influence on students' mathematical deductive reasoning abilities.

Keywords : Deductive Reasoning Mathematical Ability Students, Learning Model Creative Problem Solving (CPS)

A. Pendahuluan

Pembelajaran matematika merupakan salah satu hal yang sangat penting di dalam kehidupan manusia. Matematika suatu ilmu pengetahuan yang terdapat di setiap jenjang pendidikan dan dapat meningkatkan kualitas sumber daya alam.

Pembelajaran matematika diperlukan kemampuan-kemampuan untuk dapat memahami konsep-konsep dan pola yang ada di pelajaran matematika. Tujuan pembelajaran matematika menurut kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan scientific (ilmiah). Kegiatan pembelajaran matematika dilakukan agar pembelajaran bermakna yaitu: mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta (Fuadi, 2016). Kemampuan-kemampuan tersebut harus dapat dimiliki siswa terutama pada kemampuan penalaran matematis dengan kemampuan penalaran matematis siswa dapat membuat kesimpulan atau pernyataan baru dengan berbagai pernyataan-pernyataan yang telah ada untuk lebih dapat memahami pelajaran matematika dengan baik.

Kemampuan penalaran terbagi menjadi dua, yaitu: penalaran induktif dan penalaran deduktif (Shadiq, 2014).

Induktif dan deduktif sama-sama penarikan kesimpulan dari sebuah pernyataan, tetapi hasil kesimpulan dari induktif dan deduktif memiliki perbedaan.

Perbedaan dilihat dari induktif yang kesimpulannya bersifat umum (general), sedangkan deduktif memiliki kesimpulan pasti. Oleh karena itu, kemampuan penalaran sangatlah penting dimiliki oleh siswa terutama kemampuan penalaran deduktif, karena di dalam pembelajaran lebih bersifat pasti atau tetap.

Kemampuan penalaran deduktif dapat dimiliki oleh siswa, jika dalam proses pembelajaran sesuai dengan tujuan dan indikator pembelajaran. Proses pembelajaran yang baik dapat dilihat dari guru yang memahami materi yang akan diajarkan dan dalam menyampaikan materi guru menggunakan model pembelajaran yang bervariasi untuk meningkatkan minat belajar siswa serta guru memberikan ruang

186 untuk siswa dalam menyampaikan pendapat.

Kemampuan penalaran deduktif matematis siswa masih di katakan kurang optimah, dapat dilihat dari proses pembelajaran yang masih menitik beratkan pada guru dan siswa hanya sebagai objek yang menerima materi yang diberikan oleh guru. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suyatno (Siswandi, 2014), pembelajaran yang demikian akan membuat hasil belajar siswa tidak akan dapat meningkat pembelajaran yang demikian hanya lebih berfokus pada guru dalam istilah yang sering disebut di dunia pendidikan adalah guru yang belajar bukan siswa. Oleh karena itu, perlu adanya pembaruan dalam cara guru menyampaikan materi kepada siswa.

Berdasarkan hasil studi pendahulan dan studi literatur dapat dikatakan bahwa kemampuan penalaran deduktif matematis siswa masih rendah hal ini dapat dilihat dari level kognitif yang diukur masil level pengetahuan, sehingga ketika siswa diminta untuk mencari solusi tanpa melihat rumus-rumus akan membutuhkan waktu yang lama dalam menyelesaikannya.

Berdasarkan masalah yang telah dijelaskan, maka akan diberikan solusi mengenai masalah tersebut, yaitu: 1) guru menciptakan suasana yang menarik minat siswa untuk belajar dan menalar, 2) siswa diberikan soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan mengukur level kognitif siswa, 3) pembelajaran yang meningkatkan pada pemahaman dan penalaran dan 4) proses pembelajaran harus dapat membentuk karakter siswa lebih baik.

Kemampuan penalaran deduktif matematis dapat berkembang dengan baik, jika dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran yang tepat. Salah satu model yang tepat adalah model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS). Model pembelajaran ini berpusat pada keterampilan memecahkan masalah dengan menggunakan pendapat dan pengalaman sebelumnya.

Model pembelajaran CPS membuat siswa menyelesaikan permasalahan matematika dengan bekerja sama dan berkelompok. Model pembelajaran ini memberi kesempatan untuk siswa menyampaikan pendapat dan menjadikan siswa menjadi manusia yang menghargai pendapat orang lain saat mengerjakan masalah matematika secara kelompok.

Kegiatan pembelajaran yang seperti ini akan memberikan pengalaman yang baru kepada siswa dan memudahkan siswa membuat suatu kesimpulan atau pernyataan baru dari pernyataan- pernyataan yang telah disampaikan.

Sehingga, model pembelajaran CPS akan membuat siswa memiliki kemampuan penalaran deduktif matematis secara perlahan. Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, penulis mengadakan penelitian “Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Terhadap Kemampuan Penalaran Deduktif Matematis Siswa di MTs Al Muhajirin Jakarta”.

A. Metode

Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian eksperimen. Jenis metode penelitiannya adalah quasi eksperimental design. Penelitian quasi eksperimen dapat diartikan sebagai penelitian yang mendekati eksperimen. Adapun desain penelitian tersebut dijelaskan, berikut ini:

Gambar 1. Desain Penelitian Keterangan :

O : Possttest kemampuan penalaran deduktif matematis

X : Perlakuan peneliti dengan menggunakan model pembelajaran

CPS.

--- : Subjek tidak dipilih secara acak (Ruseffendi, 2005)

Populasi keseluruhan penelitian ini adalah seluruh siswa MTs Al Muhajirin

X O O

187 Jakarta dan populasi terjangkau penelitian ini pada kelas VIII semester genap yang terdaftar pada tahun ajaran 2016/2017.

Sampel diambil dengan menggunakan cluster sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang pemilihan acaknya didasarkan pada kelompok-kelompok dalam suatu populasi dan bukan didasarkan pada individu-individu (Arifin, 2008) . Sampel yang diperoleh kelas VIII- D sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII-C sebagai kelas kontrol.

Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah tes kemampuan penalaran deduktif matematis berupa uraian yang telah dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan guru pamong. Instrumen ini telah diujicobakan terlebih dahulu dan diuji validitas dan reliabilitasnnya.

B. Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil perhitungan statistik deskripstif yang telah dilakukan mengenai skor possttest kemampuan penalaran deduktif matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. kelas eksperimen lebih unggul dari kelas kontrol dengan selisih yang tidak terlalu jauh pada rata-rata skor.

Skor yang didapat kelas eksperimen adalah 16,750 dan kelas kontrol adalah 14,100 dari skor maksimal 24, selisih kedua kelas tersebut adalah 2,650. Hal ini menunjukan pada kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran CPS memiliki keunggulan dibandingkan dengan kelas kontrol yang tidak menggunakan model pembelajaran CPS. Perhatikan gambar grafik kelas eksperimen, sebagai berikut:

Gambar 2. Histogram dan Poligon Kelas Eksperimen

Dari Gambar 2 terlihat bahwa sebagian siswa mendapatkan skor kemampuan penalaran deduktif matematis pada rentang 13,5 – 16,5 dan 16,5 – 19,5 yang masing-masing sebanyak 8 siswa atau sebesar 33,3%. Skor tertinggi terdapat pada rentang 22,5 – 25,5 sebanyak 1 siswa atau sebesar 4,2% dan skor terendah terdapat pada rentang 7,5 – 10,5 sebanyak 2 siswa atau sebesar 8,3%.

Selanjutnya hasil kemampuan penalaran deduktif matematis pada kelas kontrol yang tidak diberikan perlakuan model pembelajaran CPS, dapat dilihat dari gambar grafik di bawah ini, sebagai berikut:.

Gambar 3. Histogram dan Poligon Kelas Kontrol

Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa sebagian siswa mendapatkan skor kemampuan penalaran deduktif matematis pada rentang 10,5 – 12,5 sebanyak 6 siswa atau sebesar 25%. Skor tertinggi terdapat pada rentang 18,5 – 20,5 sebanyak 2 siswa atau sebesar 8,3% dan skor terendah terdapat pada rentang 8,5 – 10,5 sebanyak 3 siswa atau sebesar 12,5%.

Berdasarkan data yang telah diperoleh antara kelas eksperimen dan kelas kontrol akan dilakukan perhitungan lebih lanjut.

Hasil uji prasyarat yang telah diperoleh dengan menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas di dapat kedua kelas berdistribusi normal dan berdata homogen.

Selanjutnya analisis data dengan uji-t untuk mengetahui model pembelajaran CPS memiliki pengaruh atau tidak di dapat kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki , sehingga terima dan tolak .

188 Hal ini menyatakan bahwa rata-rata kemampuan penalaran deduktif matematis siswa kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan rata-rata kemampuan penalaran deduktif matematis kelas kontrol. Sedemikan hingga, dapat dinyatakan terdapat pengaruh model pembelajaran CPS terhadap kemampuan penalaran deduktif matematis siswa kelas VIII di MTs Al Muhajirin Jakarta.

Setelah melihat perhitungan dari rata- rata kedua kelas, maka akan dilakukan perhitungan effect size. Hasil perhitungan effect size sebesar 0,842. Hal ini menyatakan kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran CPS memiliki pengaruh tergolong besar untuk kemampuan penalaran deduktif matematis.

Sehingga, hasil kemampuan penalaran deduktif matematis yang menggunakan model pembelajaran CPS dianggap lebih baik dibandingkan dengan hasil kemampuan penalaran deduktif matematis yang tidak menggunakan model pembelajaran CPS.

C. Kesimpulan Simpulan

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan didapatkan rata-rata untuk kelas eksperimen sebesar 16,750 dan untuk kelas kontrol sebesar 14,100, selisih pada kedua kelas adalah 2,650. Hasil analisis hipotesis diperoleh pada signifikan 0,05, maka tolak terima . Sehingga, disimpulkan terdapat pengaruh model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap kemampuan penalaran deduktif matematis siswa. Besar pengaruh diperoleh dengan menggunakan effect size sebesar 0,842 atau 84,2%

dimana pengaruh besar. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) memiliki pengaruh terhadap kemampuan penalaran deduktif matematis siswa di MTs Al Muhajirin Jakarta.

Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, penulis

merekomendasikan untuk menggunakan model pembelajaran CPS menjadi salah satu model yang digunakan dalam menyampaikan materi matematika. Model pembelajaran ini telah mampu untuk meningkatkan kemampuan penalaran deduktif matematis pada siswa.

D. Referensi

Arifin, Zaenal. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya:

Lentera Cendikia

Fuadi, Rahmi, dkk. 2016. Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis melalui Pendekatan Kontekstual. Jurnal Didaktika Matematika. Vol. 3 No.1 Ruseffendi, E.T. 2005. Dasar-Dasar

Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung:

Tarsito

Siswandi, I.P, dkk. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem (CPS) Solving Berbantu Media Grafis Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Gugus VI Pangeran Diponogoro Denpasar Barat Tahun Ajaran 2013/2014.

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha. Vo. 2 No. 1 Shadiq, Fadjar. 2014. Pembelajaran

Matematika Cara Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

189

PENGEMBANGAN APLIKASI MATH MOBILE LEARNING BANGUN

Garis besar

Dokumen terkait