• Tidak ada hasil yang ditemukan

147

KEMAMPUAN PENALARAN ANALOGI SISWA DALAM

148 memilih salah satu jawaban yang paling benar dan diminta untuk memberikan alasan untuk jawaban yang dipilihnya (Badriyah, 2013).

B. Metode

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan mendeskripsikan kemampuan penalaran analogi siswa dalam menyelesaikan soal hubungan gradient dengan persamaan garis lurus.

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa instrument penelitian. Instrumen utama dalam penelitian adalah peneliti sendiri hal ini dikarenakan peneliti dapat bersikap objektif, responsive, dan netral.

Pemilihan subjek penelitian berdasarkan angket kepribadian Introvert, Sensing, Thinking, Judging (ISFJ). untuk menyakinkan subjek yang didapatkan bertipe Introvert, Sensing, Thinking, Judging (ISFJ) maka peneliti juga melakukan wawancara terhadap guru dan , sehingga diperoleh data bahwa subjek bertipe Introvert, Sensing, Thinking, Judging (ISFJ) Selanjutnya, instrumen lembar soal yang digunakan dalam penelitian ini merupakan lembar soal yang berisi materi matematika Sekolah Menengah Pertama. Soal diberikan dalam bentuk soal cerita. Soal-soal tersebut disusun berdasarkan kurikulum yang berlaku di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Setiap soal yang digunakan telah melalui proses validasi isi (content validity). Validitas soal dikaitkan dengan muatan kurikulum, bahasa yang dipakai dan kesesuaian dengan subjek. Penilaian terhadap konstruksi soal dilakukan dengan kriteria: (1) kalimat tidak menimbulkan penafsiran ganda, (2) persyaratan yang diberikan cukup untuk menyelesaikan soal, (3) rumusan soalnya menggunakan kalimat tanya atau perintah, dan (4) persyaratan soal yang diberikan jelas berfungsi. Materi soal yang ditanyakan dibuat dengan kriteria: (1) sesuai dengan materi pelajaran sekolah, (2) sesuai dengan kurikulum

sekolah, (3) materi soal telah diajarkan pada anak didik, (4) sesuai dengan tingkat perkembangan anak.

Analisis data merupakan tugas pemecahan masalah, baik secara tertulis maupun hasil wawancara dan catatan lapangan dianalisis dengan mengacu pada langkah-langkah pemecahan masalah.

Dalam setiap langkah pemecahan masalah diperhatikan aspek metakognisi. Analisis data wawancara (kualitatif) dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teknis analisis yang mengacu pada pendapat Miles dan Huberman (1992) yang meliputi (1) reduksi data, (2) pemaparan data/kategorisasi dan (3) penarikan kesimpulan.

C. Hasil dan Pembahasan

Tipe kepribadian Introvert, Sensing, Thinking, Judging (ISFJ) yang diberikan kepada siswa kelas VIII SMP Negeri 16 Sarolangun Jambi yang berjumlah 52 orang, namun yang diperoleh terdapat 10 orang siswa.

a. Kemampuan penalaran analogi pada soal nomor satu (1)

Siswa yang mewakili tipe ISFJ (introvert, sensing, feeling, judging) dengan kemampuan penalaran analogi rendah dengan kode S.ISFJ. Dalam menyelesaikan soal nomor 1 S.ISFJ tidak dapat menjawab dengan benar pertanyaan (a), hal ini dapat dilihat pada hasil pekerjaan siswa . Hal ini juga dapat dilihat dari percakapan PP-JS.ISFJ, dari kutipan wawancara berikut:

PP1ISFJ :”Bagaimana kedudukan garis pada gambar (masalah sumber)?”

149 JS1.ESFJ :”Gak tahu Bu.”

PP2ISFJ :”Terus bagaimana gradien dari kedua garis itu pada gambar?”

JS2.ISFJ :”hmmm gak tahu juga kami Bu.”

Dari kutipan wawancara diatas bahwa siswa ISFJ tidak dapat mengamati gambar, sehingga siswa ISFJ tidak dapat menjawab dengan benar pertanyaan (a) soal no 1.

Siswa ISFJ tidak dapat menentukan kedudukan garis dan gradien pada gambar dikarenakan siswa ISFJ tidak memahami konsep dalam menentukan kedudukan garis dan gradien, sehingga terlihat bahwa siswa ISFJ tidak dapat mengamati pola dari sebuah gambar.

Kemudian S.ISFJ tidak dapat menjawab pertanyaan (b), hal ini dapat dilihat pada hasil pekerjaan siswa (pada lampiran 14) yaitu siswa tidak dapat menentukan hubungan antara masalah sumber dan masalah target. Hal ini juga dapat dilihat dari percakapan PP-JS.ISFJ, dari kutipan wawancara berikut:

PP3ISFJ :”Menurut Anis hubungan apa yang terbentuk antara gambar (masalah sumber) dengan masalah target?”

JS3.ISFJ :”(Diam, lalu menjawab)

Gak tahu apa

hubugngannya Bu.”

PP4ISFJ :”Terus kenapa bisa pilih jawaban C?”

JS4.ESFJ :”Gak tahu Bu, kemaren tuh feeling Bu.”

Dari kutipan wawancara diatas bahwa siswa ISFJ tidak dapat menentukan antara masalah sumber (gambar) dan masalah target sehingga jawaban pertanyaan (b) no 1 tidak ada jawaban, dikarenakan siswa ISFJ tidak memahami konsep yang digunakan untuk mengetahui dan memahami hubungan yang terbentuk antara masalah sumber dan masalah target.

Siswa ISFJ dapat memilih jawaban dikarenakan hanya kebetulan saja dan berdasarkan perasaan. Sehingga terbukti bahwa siswa ISFJ tidak dapat menentukan hubungan antara pola gambar.

S.ISFJ tidak dapat menjawab pertanyaan (c) hal ini dapat dilihat pada hasil pekerjaan siswa yaitu siswa tidak dapat menggunakan aturan gradien pada masalah sumber untuk menyelesaikan masalah target. S.ISFJ tidak dapat membuktikan dengan gambar dikarenakan tidak mengerti. Hal ini dapat dilihat dari percakapan PP-JS.ISFJ, dari kutipan wawancara berikut:

PP5ISFJ :”Dapatkah Anis

menyelesaikan masalah target menggunakan aturan gradien pada gambar (masalah sumber)?”

JS5.ISFJ :”Gak bisa Bu.”

PP6ISFJ :”Terus Anis Bisa gak buktikan jawabannya benar dengan cara menggambar grafik?”

JS6.ESFJ :”heheee. Gak tahu Bu caranya

Dari kutipan wawancara pertanyaan (c) soal no 1 diatas bahwa siswa ISFJ tidak dapat mengestimasi/ memperkirakan aturan yang membentuk pola gambar, yaitu siswa ISFJ tidak dapat menggunakan aturan gradien pada masalah sumber untuk menyelesaikan masalah target.dikarenakan siswa ISFJ tidak dapat menggunakan konsep untuk menentukan gradien.

Sehingga terbukti bahwa siswa ISFJ tidak dapat mengestimasi/ memperkirakan aturan yang membentuk pola gambar.

Siswa ISFJ juga tidak dapat membuktikan bahwa pilihan jawaban yang dipilih adalah benar dengan cara menggambar grafik dikarenakan siswa ISFJ kurang memahami konsep dalam menentukan titik potong untuk menggambar sebuah grafik

b. Kemampuan penalaran analogi pada soal nomor dua (2)

Dalam menyelesaikan soal nomor 2 S.ISFJ tidak dapat menjawab dengan benar pertanyaan (a), hal ini dapat dilihat pada hasil pekerjaan siswa

150 PP1ISFJ :”Bagaimana kedudukan

garis pada gambar (masalah sumber)?”

JS1.ISFJ :”Entah lah Bu.”

PP2ISFJ :”Terus bagaimana gradien dari kedua garis itu pada gambar?”

JS2.ISFJ :”Gak tahu Bu. Gradien juga kami gak tahu Bu.”

Dari kutipan wawancara diatas bahwa siswa ISFJ tidak dapat mengamati gambar, sehingga siswa ISFJ tidak dapat menjawab dengan benar pertanyaan (a) soal no 2. Siswa ISFJ tidak dapat menentukan kedudukan garis dan gradien pada gambar dikarenakan siswa ISFJ tidak memahami konsep dalam menentukan kedudukan garis dan gradien, sehingga terlihat bahwa siswa ISFJ tidak dapat mengamati pola dari sebuah gambar.

Kemudian S.ISFJ tidak dapat menjawab pertanyaan (b), hal ini dapat dilihat pada hasil pekerjaan siswa (pada lampiran 14) yaitu siswa tidak dapat menentukan hubungan antara masalah sumber dan masalah target. Hal ini juga dapat dilihat dari percakapan PP-JS.ISFJ, dari kutipan wawancara berikut:

PP3ISFJ :”Menurut Anis hubungan apa yang terbentuk antara gambar (masalah sumber) dengan masalah target?”

JS3.ISFJ :”Gak tahu Bu.”

PP4ISFJ :”Terus kenapa bisa pilih jawaban A?”

JS4.ISFJ :”Heeee baseng-baseng aja Bu nyilangnya.”

Dari kutipan wawancara diatas bahwa siswa ISFJ tidak dapat menentukan hubungan antara masalah sumber (gambar) dan masalah target sehingga jawaban pertanyaan (b) no 2 tidak ada jawaban,

dikarenakan siswa ISFJ tidak konsep yang digunakan untuk mengetahui dan memahami hubungan yang terbentuk antara masalah sumber dan masalah target.

Siswa ISFJ dapat memilih jawaban dengan tepat dikarenakan hanya kebetulan saja.

Sehingga terbukti bahwa siswa ISFJ tidak dapat menentukan hubungan antara pola gambar.

S.ISFJ tidak dapat menjawab pertanyaan (c), hal ini dapat dilihat pada hasil pekerjaan siswa yaitu siswa tidak dapat menggunakan aturan gradien pada masalah sumber untuk menyelesaikan masalah target. S.ISFJ tidak dapat membuktikan dengan gambar dikarenakan belum dapat menentukan titik potong untuk suatu garis. Hal ini dapat dilihat dari percakapan PP-JS.ISFJ, dari kutipan wawancara berikut:

PP5ISFJ :”Dapatkah Anis

menyelesaikan masalah target menggunakan aturan gradien pada gambar (masalah sumber)?”

JS5.ISFJ :”Gak bisa Bu.”

PP6ISFJ :”Terus Anis Bisa gak buktikan jawabannya benar dengan cara menggambar grafik?”

JS6.ISFJ :” Kami gak tahu Bu.”

Dari kutipan wawancara pertanyaan (c) soal no 2 diatas bahwa siswa ISFJ tidak dapat mengestimasi/ memperkirakan aturan yang membentuk pola gambar, yaitu siswa ISFJ tidak dapat menggunakan aturan gradien pada masalah sumber untuk menyelesaikan masalah target.dikarenakan siswa ISFJ tidak dapat menggunakan konsep untuk menentukan gradien.

Sehingga terbukti bahwa siswa ISFJ tidak dapat mengestimasi/ memperkirakan aturan yang membentuk pola gambar.

Siswa ISFJ juga tidak dapat membuktikan bahwa pilihan jawaban yang dipilih adalah benar dengan cara menggambar grafik dikarenakan siswa ISFJ kurang memahami konsep dalam menentukan titik potong untuk menggambar sebuah grafik.

83

Seminar Nasional ISSN: 2476-8898

Matematika UHAMKA Vol. 1, Oktober 2017

151 Siswa tipe kepribadian ISFJ (introvert, sensing, feeling, judging) merupakan pengindra introvert dengan perasaan. Siswa tipe kepribadian ISFJ (introvert, sensing, feeling, judging) dalam memusatkan perhatian ia tertutup untuk mengungkapkan perhatian atau pikirannya, untuk menerima informasi dari luar ia lebih suka hal-hal yang praktis, dalam mengambil kesimpulan ia lebih memerhatikan perasaan, serta memiliki pola hidup yang teratur. Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa tipe kepribadian ISFJ (introvert, sensing, feeling, judging) merupakan siswa yang tertutup, menyukai hal yang praktis dengan pola hidup teratur dan menggunakan perasaan dalam menyelesaikan soal kemampuan penalaran analogi. Dalam menyelesaikan soal kemampuan penalaran analogi siswa tipe kepribadian ISFJ (introvert, sensing, feeling, judging) lebih menggunakan perasaan sehingga dalam menyelesaikan soal kemampuan penalaran analogi hubungan gradien dan persamaan garis lurus termasuk pada kategori rendah.

D. Kesimpulan

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki kepribadian tipe introvert, sensing, feeling, judging (ISFJ), lebih dominan menggunakan perasaan dalam menyelesaikan soal kemampuan penalaran analogi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan.

E. Referensi

Badriyah, Nurul. 2013. “Analisis Kemampuan Penalaran Analogi Siswa Dalam Memecahkan Bentuk Perpangkatan Dan Akar Pangkat Di Kelas V SD Negeri 1 Sraturejo Baureno Bojonegoro.

Surabaya: UIN Sunan Ampel Kariadinata, Rahayu. 2012.

Menumbuhkan Daya Nalar (Power Of Reason) Siwa Melalui Pembelajaran Analogi

Matematika”. Bandung: Jurnal STKIP Siliwangi

Moleong, L.J. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Putra, Harry Dwi. 2011. “Pembelajaran Geometri Pendekatan SAVI Berbantuan WINGEOM Untuk Meningkatkan Kemampuan Analogi Matematis Siswa SMP”.

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

Rahman, Risqi. 2014. “Pengaruh Penggunaan Metode Discovery Terhadap Kemampuan Analogi Matematis Siswa SMK Al- Ikhsan Pamarican Kabupaten Ciamis Jawa Barat”. Bandung:

STKIP Siliwangi

Ranjabar, Jacobus. 2014. Dasar-Dasar Logika. Bandung: Alfabeta Satori, Djam’an da Komariah Aan. 2011.

Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta Soekadijo, R.G. 1994. Logika Dasar

Tradisional, Simbolik, dan Induktif. Jakarta: PT gramedia

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Suryosubroto. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta:

Rineka Cipta

104

152

PENGARUH MODEL PROBLEM-BASED LEARNING (PBL)

Garis besar

Dokumen terkait