• Tidak ada hasil yang ditemukan

141Konflik di Aceh masih berlanjut dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

Dalam dokumen Merangkai Kata Damai (Halaman 155-159)

Pasar Perdamaian

141Konflik di Aceh masih berlanjut dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

(NKRI), terjadinya konflik akibat dari kepentingan Pusat terhadap kekayaan alam Aceh dan ekploitasi besar-besaran tidak menjadikan masyarakat Aceh hidup sejahtera, kemiskinan di mana-mana. Tingkat pendidikan dan pendapatan menjadikan masyarakat tidak bahagia ditambah dengan tekanan terhadap nilai-nilai yang telah turun-temurun menjadikan kompleksitas konflik demikian kompleknya bagaikan menegakkan benang yang basah demikian keadaan yang terjadi di Aceh

Operasi militer besar-besaran dan menelan korban yang sangat luar biasa menjadikan persoalan konflik tidak pernah terselesaikan hanya membangun masalah baru dalam lingkaran merah (setan) artinya kini bukan hanya konflik kepentingan tapi sudah merambah ke konflik nilai dan merusak tatanan lokal, bahkan terjadi pergeseran nilai yang sangat luar biasa, pemaksaan menjadi satu (tunggal ika) padahal Indonesia bersatu dalam keberagaman (bhinneka) untuk satu. Keistimenaan Aceh yang diberikan hanya omong kosong belaka tidak dapat dilaksanakan.

Kepercayaan masyarakat terhadap pusat  menurun dan aktifitas kreatifitas sudah tidak terlahirkan lagi akhirnya dalam kejumudan dan pemberontakan seperti tidak ada jalan keluar menatap masa depan Aceh. Pemerintahan di Aceh pernah kacau balau, pelayanan publik sangat buruk sehinga berpegaruh terhadap stabilitas dan sosial ekonomi masyarakat yang terus menurun, pengangguran menjadikan ladang baru terhadap kriminalitas.

Orde Baru tumbang akhirnya terbuka berbagai keburukan masa lalu Orde Baru bahkan saling tuding-menuding, pengungkapan terhadap kejahatan terhadap kemanusian membuka lembaran baru untuk reformasi dalam segala lini kehidupan masyarakat, walaupun pada akhirnya pengungkapan kejahatan terhadap kemanusian pengungkapan kebenaran berjalan di tempat. Namun upaya untuk perundingan, kekerasan diupayakan untuk dibawa ke atas meja makan. Dorongan dari berbagai pihak terutama civil society utamanya organisasi (SIRA) mendapat simpati masyarakat internasional.

Dukungan dari pihak internasional dan promosi terhadap perdamaian kemudian dilanjutkan dengan niat baik dari pihak-pihak yang bertikau. Berbagai

MERANGK AI K ATA DAMAI

142

upaya perundingan terus digalakkan bahkan dorongan terhadap perbaikan “reformasi” terus dikumandangkan. Tapi masih banyak pihak yang masih ragu-ragu terhadap penyelesaian setengah hati dalam negeri terhadap kasus kekerasan dan pelanggaran HAM di Aceh yang pada akhirnya atas keinginan dan kesadaran para pihak merelakan terjadi perundingan damai yang difasilitasi aktor masyarakat internasional.

 

Kesepahaman Damai di Helsinki

Musim salju di Helsinki Finlandia para tokoh pihak-pihak yang bertikai dengan difasilitasi penggiat perdamaian Hendry Dunant Center (HDC)  berkumpul untuk melanjutkan perundingan damai dan akhirnya ditandatangani nota kesepahaman damai antara Republik Indonesia (RI) dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), masyarakat Aceh yang menonton acara penandatanganan damai menyambut gembira dan rasa syukur. Aceh mulai masuk babak baru dalam perdamaian walaupun banyak kalangan menilai resolusi konflik sebenarnya intervensi alam gempa bumi yang disertai gelombang tsunami namun upaya terhadap damai dari aktor jarinya perdamaian harus diberikan apresiasi.

Konteks umum bagi pembangunan perdamaian pascapenyelesaian adalah apa yang oleh Grener dan Daudelin dinamakan sebagai “Pasar pembangunan perdamaiaan” di mana perdamaiaan (penghentian kekerasan) diperdagangkan dengan komoditi lainnya seperti peluang politik (Pemilihan Umum), dan keuntungan ekonomi (tanah); mempertukarkan sumber kekuasaan dengan sumber-sumber lainnya tidak diragukan lagi merupakan tipe penting “perdagangan” dalam pembangunan perdamaiaan.

Perdamaian yang telah terjadi di Aceh memang ada proses yang sangat berbahaya dalam hal ini ketika terdapat suasana saling tidak percaya antara para pihak yang sangat kuat dan para pemimpin tidak hanya bernegosiasi dengan pihak musuh tetapi juga berjuang untuk memenuhi permintaan yang berbeda dari faksi-faksi di dalam kelompok mereka (pejuang)  sendiri atau bahkan dengan kelompok yang mungkin tidak dapat mereka kendalikan “pasukan gelap yang terjadi setelah perdamaian”.

143

Bagaimana membangun Aceh

Aceh bagaikan orang yang sedang menderita sakit sehingga tidak mungkin bangkit dengan sendirinya di sinilah perlu pertolongan dari orang lain untuk memberikan semangat, obat, pencerahan dan bersama-sama dalam suatu pemahaman yang sama ketika kembali ke dalam masyarakat. Combatan yang masa lalunya dalam kehidupan yang tidak menentu kini kembali dalam masyarakat yang penuh dengan norma dan tata nilai, sangat berbeda dengan “hidup di hutan rimba” Aceh tidak bisa sendiri bangkit untuk membangun perdamaian, semua rakyat Indonesia khususnya yang di Aceh harus terlibat untuk mempertahankan apa yang telah dicapai. Perdamaian lebih baik daripada masa konflik dengan kekerasan sebelumnya, walaupun ada berbagai keuntungan yang telah dinikmati oleh jaringan perang pada saat terjadi perang. Harus ada kerjasama dan pondasi (akar perdamaian) bersama untuk membangun dan mempertahankan perdamaian yang telah diraih dengan berbagai pengorbanan para pihak yang telah menggeser kepentingan masing-masing.

Masalah perdamaiaan bukan hanya masalah yang dihadapi oleh para pihak yang terlibat dalam konflik masa lalu. Tapi harus ada kesadaran dan diangkat kembali ke permukaan berbagai kearifan lokal masyarat agar terus dihargai untuk melengkapi apa-apa yang telah disepahami bersama antara para pihak. Pelibatan masyarakat terhadap pemahaman untuk perdamaian menjadi kewajiban pemerintah dan aktor-aktor lainnya dan ini mungkin masih dalam pengawasan terus menerus dari masyarakat internasional sehingga nantinya perdamaian ini utuh dalam berbagai persoalan dapat diselesaikan yang dihadapi para pihak.

Perdamaian adalah proses untuk lebih baik tidak semudah membalikkan telapak tangan perdamaian harus dijadikan awal pondasi menuju kesejahteraan bersama. Perhatian terhadap mantan combatan dan pihak yang mau menghancurkan senjata dan menukar dengan cangkul untuk selanjutnya menempuh jalan politik terhadap keinginan mereka.

 

Aceh Pascakonflik dan Wajah Aceh Pascatsunami

Aceh telah melalui dua maslah yang sangat besar dalam sejarah peradaban

MERANGK AI K ATA DAMAI

144

manusia. Pertama, masalah konflik dengan kekerasan. Aceh termasuk daerah yang sangat khas baik sosial budaya maupun dalam religiusitasnya dalam beragama lagei

zat dengan sifeut hampir tidak bisa dipisahkan adat dan kehidupan keberagamaan

di Aceh. Konflik pada masa lalu ada perang yang sangat panjang melawan penjajahan dengan semangat prang kaphe  memerangi kafir yaitu orang asing yang telah jelas berniat untuk menguasai tanah Aceh perang ini menelan korban yang sangat besar baik dari pihak Aceh maupun dari pihak penjajah. Tentang keinginan untuk menjajah Aceh bukan tidak ada sebab, Aceh kaya dengan sumberdaya alam dan rempah-rempah yang dapat menghangatkan tubuh orang Eropa. Hasil bumi terkenal sekali di seluruh penjuru dunia, kemiri, pala, lada, cengkeh, pinang, beras, coklat, kelapa dan lain-lain.

Tsunami pada tahun 2004 memberi pelajaran yang sangat berharga terhadap pemerintah Indonesia terhadap penanganan bencana yang belum profesional keterbatasan alat juga terisolasinya Aceh sebagai daerah ’tertutup’ Operasi Militer pada masa tersebut, hanya orang-orang tertentu yang bisa masuk ke Aceh. Tsunami membuka lintas batas kawasan Aceh menjadi wilayah ”terbuka” masyarakat internasional tanpa perlu persetujuan (intervensi kemanusian) masuk memberikan bantuan kemanusian. Ribuan mayat berserakan tidak mungkin dapat dibersihkan oleh pemerintah Indonesia saja, dan akhirnya Pemerintah mengakui keterbatasan memberikan apresiasi terhadap masyarakat internasional yang telah membantu pemulihan bencana alam, dan juga terlibat dalam perdamaian Aceh.

Tugas yang berat bangsa Indonesia bagaimana mengawal proses perdamaian di Aceh berjalan dengan baik dapat memberikan kontrol pemantauan kepada pemerintah terhadap keberlangsungan perdamaian. Pemerintah juga dapat memberikan perhatian khusus terhadap kelangsungan kebutuhan ekonomi mereka dan kelangsungan hidup, pendidikan dan kesejahteraan keluarga pihak yang yang terkena dampak daripada konflik kekerasan, dengan berbagai program tugas pokok untuk mensejahterakan masyarakat seluruhnya.

Kesimpulan dan Saran

145

Dalam dokumen Merangkai Kata Damai (Halaman 155-159)