A. Tahap Prakonstruksi
1. Operasional kilang LNG, Pelabuhan Khusus dan fasilitas pendukungnya Limbah cair berasal dari limbah campur minyak, air berasal dari operasi yang
berhubungan dengan pengolahan, air bekas cucian peralatan, setelah dilakukan pengolahan di IPAL akan dibuang ke laut. Sedangkan di lokasi Pelabuhan Khusus kemungkinan ada ceceran minyak dari kapal pengangkut produk. Kegiatan tersebut akan menurunkan kualitas air laut terutama parameter minyak dan lemak.
Prakiraan dampak pada kualitas air laut ketika kegiatan operasional kilang LNG ini dilakukan adalah negatif sedang (-2). Angka ini berasal dari kondisi rona lingkungan awal baik (skala 4) dengan kandungan minyak dan lemak sekitar 1-5 ppm dan pada saat ada kegiatan operasional kilang LNG diprakirakan turun menjadi kondisi jelek (skala 2). Angka skala 2 berasal dari prakiraan kondisi saat kegiatan, kandungan minyak dan lemak menjadi sekitar 11-15 ppm. Sedangkan kriteria tersebut berada pada skala kualitas lingkungan 2 (jelek).
Tingkat kepentingan dampak: a) Jumlah manusia terkena dampak
Limbah cair dari operasional kilang LNG setelah diolah di IPAL akan dialirkan ke laut dan kemungkinan ceceran minyak dari kapal pengangkut produk akan menyebabkan penurunan kualitas air laut. Oleh karena itu dampaknya tidak penting (TP). Jumlah manusia yang terkena dampak terutama nelayan relatif sedikit karena penyebarannya hanya sekitar 2 km.
b) Luas wilayah persebaran dampak
Luas wilayah persebaran dampak bersifat tidak penting (TP), karena kegiatan ini berlangsung hanya di area sekitar 2 km dari Pelabuhan Khusus.
c) Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
Dampak kegiatan operasional kilang LNG dan Pelabuhan Khusus akan dirasakan oleh selama operasioanal kilang LNG berlangsung. Oleh karena itu maka kriteria ini penting (P).
d) Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Komponen lingkungan lain yang akan terkena dampak adalah biota laut. Dengan demikian dari segi komponen lingkungan terkena dampak adalah penting (P). e) Sifat kumulatif dampak
Dampak tidak akan mengalami kumulatif karena parameter kualitas air laut tidak akan mengalami bioakumulasi maupun biomagnifikasi. Oleh karena itu kriteria ini tidak penting (TP).
f) Berbalik tidak berbaliknya dampak
Dampak akan berbalik, yaitu setelah kegiatan operasional kilang LNG selesai, kualitas air laut akan kembali seperti sediakala. Oleh karena itu kriteria ini tidak penting (TP).
C. Tahap Pasca Operasi
1. Penghentian operasi Kilang LNG
Pada tahap pasca operasi, kegiatan operasi telah berhenti akan mempunyai dampak positif terhadap kualitas air laut. Diprakirakan kondisi lingkungan yang semula jelek (skala 2) dengan kandungan minyak dan lemak sekitar 11-15 ppm akan mengalami perubahan kondisinya menjadi sedang (skala 3) yang mempunyai kandungan minyak dan lemak sekitar 6-10 ppm, sehingga besaran dampak positif kecil (+ 1).
Kepentingan dampak :
a) Jumlah manusia terkena dampak
Pada tahap penghentian operasi kilang LNG akan hanya berdampak terhadap manusia yang bekerja di kilang LNG. Oleh karena itu kriteria dampaknya tidak penting (TP).
b) Luas wilayah persebaran dampak
Luas wilayah persebaran dampak bersifat tidak penting (TP), karena kegiatan ini berlangsung di area yang cukup luas tapi terlokasir.
c) Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
Dampak penghentian operasi kilang LNG akan dirasakan selamanya dan kualitas air laut akan kembali seperti sedia kala. Oleh karena itu maka kriteria ini penting (P). d) Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Komponen lingkungan lain yang akan terkena dampak adalah biota laut di perairan sekitar lokasi kilang LNG yang cukup luas. Dengan demikian dari segi komponen lingkungan terkena dampak adalah penting (P).
e) Sifat kumulatif dampak
Dampak tidak akan mengalami kumulatif karena parameter kualitas air laut tidak akan mengalami bioakumulasi maupun biomagnifikasi. Oleh karena itu kriteria ini tidak penting (TP).
f) Berbalik tidak berbaliknya dampak
Dampak akan berbalik, yaitu setelah kegiatan operasional kilang LNG selesai, kualitas air laut akan kembali seperti sediakala. Oleh karena itu kriteria ini tidak penting (TP).
5.2.1.5. Transportasi Darat A. Tahap Konstruksi
1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan tenaga kerja (1) Kelancaran lalulintas
Kondisi lalulintas sebelum ada kegiatan masih sangat lancar. Hal ini ditunjukkan dari hasil pengamatan di lokasi dan hasil perhitungan nilai derajat kejenuhan (DS = degree of saturation) yang merupakan perbandingan antara volume dengan kapasitas (V/C), yaitu DS terletak pada interval 0,0-2,0. Pada tahap konstruksi akan ada bangkitan arus lalulintas yang diakibatkan oleh lalulintas angkutan material (kendaraan pengangkut pipa baja) yang dikhawatirkan akan menciptakan tundaan lalulintas, khususnya di ruas jalan yang menghubungkan Kintom-Batui-Toili. Bila diperkirakan lalulintas angkutan tersebut yang melintas maksimum sebesar 10 kendaraan/jam atau 100 kendaraan/hari, maka kinerja ruas jalan adalah sebagai berikut.
Tabel 5.9. Kinerja Ruas Jalan Ada Kegiatan Mobilisasi dan Demobilisasi Peralatan
Jam sibuk
RLA
Skala Ada kegiatan konst Skala V (smp/j) (smp/j)C (V/C)DS (smp/j)V (smp/j)C (V/C)DS Ruas Kintom-Batui Pagi 108 2.620 0,060 5 128 2.406 0,048 5 Siang 96 2620 0,036 5 116 2.552 0.044 5 Sore 54 2620 0,020 5 74 2574 0.028 5
Sumber: Pengolahan Data Lapangan dengan MKJI, Tahun 2007
Berdasarkan hasil hitungan dengan metoda MKJI dapat diperkirakan bahwa adanya tambahan lalulintas kendaraan pengangkut material tidak mengubah skala kualitas lingkungan pada parameter kelancaraan lalulintas. Dengan demikian besaran dampaknya adalah nihil (besaran dampak nol).
(2) Keselamatan pengguna jalan
Berdasarkan hasil pendataan di lapangan dapat diinformasikan bahwa kondisi rona awal lingkungan sudah cukup rawan terjadi kecelakaan {(skala 3 atau Tingkat Kerawanan Lalulintas (TKRi) = 3,3), sehingga adanya bangkitan lalulintas kendaraan berat (diperkirakan sebanyak 100 kendaraan/hari) diperkirakan akan meningkatkan jumlah kejadian kecelakaan menjadi 2 kali selama tahap konstruksi per tahun.
) kecelakaan rawan 1/sangat (skala 5,9 365 x 929 6 10 x 2 i TKR
Dengan demikian skala kualitas lingkungan yang semula skala 3 (agak rawan kecelakaan) menjadi skala 1 (sangat rawan kecelakaan), sehingga besaran dampaknya menjadi – 2 (negatif 2).
Hal ini disebabkan oleh faktor sebagai berikut:
lebar perkerasan minimal untuk lalulintas hanya 4,5 meter (kurang dari 5,5 meter),
banyaknya hewan ternak yang dibiarkan di pinggir jalan banyaknya pejalan kaki yang berjalan di badan jalan
kecepatan laju kendaraan rata-rata di jalan lurus berkisar 60-70 km/jam
adanya penyempitan jalan akibat penggunaan parkir di badan jalan (kawasan perkotaan/perdagangan)
penyempitan lebar jalan di jembatan
Keselamatan pengguna jalan perlu diperhatikan, khususnya pada saat ada kendaraan pengangkut yang berukuran besar melewati kawasan pemukiman dan perkotaan. Manuver kendaraan pengangkut tersebut dapat membahayakan pengguna jalan lain yang diakibatkan oleh sempitnya ruas jalan dan jembatan, pejalan kaki di badan jalan maupun adanya hewan ternak yang berkeliaran di perkerasan jalan. Bila pengguna jalan kurang waspada dapat terjadi kecelakaan. Berdasarkan tingkat kepentingan dampak dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Jumlah manusia yang terkena dampak
Manusia yang akan terkena dampak dari adanya manuver kendaraan pengangkut peralatan dan material adalah pengguna jalan propinsi mulai dari Luwuk sampai Toili Barat. Kondisi rona awal sudah pada kategori agak rawan kecelakaan, sehingga dikhawatirkan adanya kendaraan berat tersebut akan menambah tingkat kerawanan terhadap kecelakaan, sehingga dampak yang terjadi dapat dianggap penting (P).
b) Luas wilayah sebaran dampak
Daerah yang akan terkena dampak akibat adanya kegiatan mobilisasi peralatan dan material adalah seluruh jalan yang dijadikan rute angkutan material, sehingga dampak yang terjadi dianggap penting (P).
c) Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
Gangguan yang diakibatkan oleh adanya mobilisasi peralatan selama tahap konstruksi, maka dampak yang terjadi dianggap penting (P).
d) Banyaknya komponen lainnya yang terkena dampak
Adanya mobilisasi peralatan menuju ke lokasi tapak proyek berdampak pada komponen lain, yaitu keresahan khususnya bagi pengguna jalan lain (gangguan kenyamanan dan rawan kecelakaan), sehingga dampak negatif ditimbulkan dianggap penting (P).
e) Sifat kumulatif dampak lingkungan
Kegiatan transportasi akibat mobilisasi kendaraan pengangkut hanya berdampak sesaat saja, sehingga dampak yang terjadi dianggap tidak penting (TP).
f) Berbalik atau tidak berbaliknya dampak
Dampak yang ditimbulkan oleh adanya intensitas kegiatan angkutan material yang melakukan manuver di jalan raya hanya bersifat sementara, yaitu pada saat kendaraan angkutan akan melintas kawasan di sekitar jalan. Dengan demikian dampak yang terjadi tidak dianggap penting (TP).
(3) Kerusakan jalan dan jembatan
Kondisi jalan dan jembatan saat ini secara umum masih baik, namun pada tempat-tempat tertentu rawan terhadap longsor dan stabilitas badan jalan. Kerusakan jalan dan jembatan umumnya diakibatkan oleh adanya faktor alam (banjir) di musim penghujan. Adanya bangkitan lalulintas kendaraan pengangkut material/bahan konstruksi dengan MST > 8 ton dan pembebanan yang berulang, akan mempercepat tingkat kerusakan jalan dan jembatan.
Penyebab kerusakan jalan untuk kegiatan ini adalah adanya penggunaan dump truck (DT) berkapasitas > 8 m3 dari lokasi quarry ke lokasi proyek. Dasar penentuan skala kualitas lingkungan untuk parameter kerusakan jalan adalah dari selisih nilai ITP (Indeks Tebal Perkerasan) sebelum ada kegiatan dibandingkan dengan setelah ada kegiatan. Untuk menentukan ITP masing-masing lokasi ruas jalan di dasarkan asumsi sebagai berikut.
CBR tanah dasar = 5 % Curah hujan 900 mm/tahun Kelandaian: < 6%
Adanya angkutan material dengan menggunakan Dump Truck(DT) selama masa pelaksanaan pekerjaan.
Kerusakan terjadi bila: ITP1< ITP2
Prakiraan dampak kerusakan untuk ruas jalan di masing-masing ruas jalan disajikan pada tabel berikut.
Tabel 5.10. Lintas Ekivalen Rencana Kegiatan di Tiap Lokasi
Ruas Jalan Kondisi rona awal Kondisi Mobilisasi kend. Material BB BS TB TS MP DT LEP BB BS TB TS MP DT LEA
Kintom-Batui 0 0 0 9 14 0 2,70 0 0 50 11 18 50 60,90
Tabel 5.11. Indeks Tebal Perkerasan di Tiap Lokasi
Ruas Jalan ITP1 LEP LEA LET LER ITP2 Ket
Kintom-Batui 5,45 2,70 60,90 31,80 15,90 5,80 ITP1 < ITP2
Keterangan: KR : Kendaraan Ringan TK : Truk Kecil TS : Truk Sedang TB : Truk Berat BB : Bus Besar
LEP: Lintas Ekivalen Permulaan
LET : Lintas Ekivalen Tengah LEA : Lintas Ekivalen Akhir LER : Lintas Ekivalen Rencana LHR : Lalulintas Harian Rata-rata
ITP1: Indeks Tebal Perkerasan sebelum ada kegiatan ITP2: Indeks Tebal Perkerasan setelah ada kegiatan
Dengan demikian demikian skala kualitas tingkat kerusakan jalan yang semula skala 3 (sedang) akan turun menjadi skala 1 (sangat jelek), sehingga besaran dampaknya menjadi – 2 (negatif 2).
Rute angkutan material akan melalui jalan lingkungan yang hanya merupakan jalan tanah diperkeras batu (Makadam), sehingga diprakirakan akan mengalami kerusakan. Hal ini disebabkan perkerasan jalan tidak mampu mendukung beban kendaraan yang tinggi (MST > 10 Ton). Berdasarkan tingkat kepentingan dampak akibat kegiatan mobilisasi peralatan, dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Jumlah manusia yang terkena dampak
Manusia yang akan terkena dampak adalah pengguna jalan yang kebetulan melalui ruas jalan yang digunakan sebagai rute mobilisasi peralatan. Kerusakan jalan akan mengakibatkan ketidaknyamanan pengguna jalan lain, sehingga dampak yang terjadi dapat dianggap penting (P).
b) Luas wilayah sebaran dampak
Daerah yang akan terkena dampak berada di wilayah Kintom, sehingga bila terjadi kerusakan jembatan akan memutuskan jalur transportasi di ruas tersebut, sehingga dampak yang terjadi dianggap penting ( P).
c) Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
Mobilisasi ini dilakukan selama kegiatan konstruksi, sehingga dampak yang terjadi dianggap penting (P).
d) Banyaknya komponen lainnya yang terkena dampak
Adanya mobilitas kendaraan pengangkut yang keluar masuk lokasi tapak proyek berdampak pada komponen lain, yaitu keresahan khususnya bagi pengguna jalan lain (gangguan kenyamanan dan rawan kecelakaan), sehingga dampak negatif ditimbulkan dianggap penting (P).
e) Sifat kumulatif dampak lingkungan
Kerusakan jalan/jembatan apabila tidak segera diperbaiki akan bertambah besar/bersifat akumulatf, sehingga dampak yang terjadi dianggap penting (P). f) Berbalik atau tidak berbaliknya dampak
Kerusakan jalan/jembatan tidak dapat kembali seperti semula sebelum ada perbaikan jalan, sehingga dampak yang terjadi dianggap penting (P).
2. Kegiatan konstruksi kompleks kilang LNG dan Pelabuhan Khusus