• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fenomena Ruang Pada Rumah Susun Fasilitas Ruang dalam Rumah Susun

Dalam dokumen arsitektur - perumahan (Halaman 153-162)

Sebagai Solusi Perumahan Rakyat

9.2. Fenomena Ruang Pada Rumah Susun Fasilitas Ruang dalam Rumah Susun

tersebut tidak dapat diterapkan pada perhitungan luas unit hunian bersusun, mengingat terdapat perbedaan parameter disain diantara keduannya.

Akibatnya masyarakat yang tinggal pada unit rumah bersusun, mendapatkan ruang (space), tapi belum mendapatkan tempat (place). Sehingga keluarga yang tinggal di rumah susun saat ini, belum banyak memperoleh sebuah proses perkembangan dan pertumbuhan keluarga sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian rumah susun baru berfungsi sebagai ruang tinggal, fungsi rumah susun bagi masyarakat saat ini hanya sebatas memiliki “a house” belum berfungsi sebagai “a home”. Dengan demikian untuk mengfungsikan sebuah rumah sebagai tempat tinggal yang mampu mewadahi aktifitas sosial budaya keluarga maka harus dilihat dari aspek fungsi ruang hunian untuk ditelaah terhadap interaksi kehidupan sebuah keluarga, baik secara individu maupun secara komunitas.

9.2. Fenomena Ruang Pada Rumah Susun

[134]

perilaku sebuah keluarga terbentuk akibat interaksi antara orang tua dengan anak-anaknya, demikian juga perubahan pada pasangan suami istri, berubah dikarenakan adanya interaksi dan adaptasi saling menyesuaikan diri terhadap perbedaan latar belakang keluarga masing-masing.

Ruang pada rumah susun tidak diterjemahkan sebagai ruang dalam atau ruang luar semata, akan tetapi lebih dari itu. Ruang dalam rumah susun harus diuraikan menjadi dua skala ruang, yaitu pada bangunan dan pada unit hunian bangunan rumah susun, sebagai urban space.

Urban Space menurut Biddulp (2007) dapat dibedakan berdasarkan empat tingkatan ruang, yaitu:

Public space, ruang publik mengacu pada ruang lingkungan perumahan, berupa ruang akses masyarakat pada rumah susun. Ruang yang dapat digunakan setiap saat dan bersifat 24 jam, baik siang maupun malam.

Dalam rumah susun, ruang-ruang ini diakomodasi dalam bentuk akses menuju bangunan, tempat parkir, sampai dengan ruang penerima, yang berada pada lantai dasar bangunan.

Terdapat tingkatan pengelolaan dan pengontrolan ruang publik ini, yaitu diatur melalui pengaturan formal, yang disusun oleh pengelola rumah susun. Selain itu juga, terdapat aturan yang tumbuh dan dibentuk dari nilai-nilai sosial budaya masyarakat penghuni rumah susun tersebut.

Fungsi utama ruang publik ini adalah sebagai sarana ruang sosial (social space) dimana sebuah komunitas dapat berinteraksi dengan komunitas lainnya yang berada di luar komunitasnya.

Pada tingkat density yang teramat tinggi maka wilayah public-space termasuk wilayah semi-public space pada rumah susun, dapat menimbulkan keadaan crowded. Keadaan ini terutama ketika pada wilayah ini terjadi konflik ruang, antara ruang sosial (social space) berhadapan dengan ruang individu (personal space). Banyak penghuni rumah susun yang menjadikan ruang-ruang sosial milik sebuah komunitas digunakan sebagai ruang individu, seperti koridor digunakan sebagai ruang tamu keluarga, koridor digunakan sebagai ruang service, atau sebagai ruang usaha, bahkan banyak juga yang menggunakan sebagai gudang dari rumahnya.

Sebaliknya juga, bahwa banyak ruang-ruang individu yang terganggu oleh ruang sosial milik komunitas. Dimana budaya kumpul-kumpul warga pada koridor, sampai dengan tengah malam bahkan sampai pagi sering juga terjadi, hal ini tentunya juga mengganggu ruang individu, fenomena ini sering terjadi terutama pada disain rumah susun dengan sistem koridor memanjang (sistem blok).

Pada kondisi ini, pengendalian jumlah penghuni dalam sebuah blok rumah susun harus dapat dikendalikan. Proses pengendalian jumlah hunian ini tidak dapat dilepaskan dari pengaturan kebutuhan ruang per jiwa pada rumah susun.

Pengaturan ruang tersebut meliputi ruang individu maupun ruang ruang sosial.

Artinya bahwa pada bangunan rumah susun, haruslah dibuat ketentuan standar ruang individu, di dalam satuan unit rumah susun dan di luar satuan unit rumah susun, namun masih tetap dalam bangunan rumah susun tersebut.

Kebutuhan ruang-ruang sosial dalam rumah susun sangat ditentukan oleh pola disain dari rumah susun itu sendiri, dimana disain rumah susun dengan sistem koridor memanjang memberi peluang terjadi interaksi antara komunitas lebih intensif, dibandingkan dengan dengan pola ruang rumah susun dengan sistem terpusat. Namun demikian bahwa apapun bentuk dan pola ruang dalam rumah susun, bahwa kebutuhan ruang sosial tersebut sangat ditentukan juga oleh perilaku penghuni, yang dibentuk oleh sosial budaya yang melatar-belakangi penghuninya.

Perilaku sosial budaya tersebut, ditentukan oleh status sosial, dalam hal ini bentuk pekerjaan, tingkat pendapatan, serta faktor usia, yang sangat menentukan bentukan aktivitas sosial yang dilakukan oleh komunitas penghuni rumah susun.

Kehidupan sosial pada rumah susun terjadi tidak saja hanya dalam bangunan, akan tetapi pada ruang luar bangunan. Untuk itu tingkat crowded pada rumah susun, juga akan ditentukan oleh ketersedian ruang terbuka di sekitar bangunan rumah susun tersebut. Dengan demikian ketentuan menyangkut koefisien dasar bangunan (KDB) memiliki peran yang tinggi pada pembentukan kualitas hunian pada rumah susun.

Semi-public space, dibandingkan dengan ruang publik, ruang semi publik ini memiliki tingkat kontrol yang kuat terhadap pembatasan akses, melalui pembatasan waktu penggunaan yang dibatasi sampai dengan jam-jam tertentu.Misalnya tangga atau elevator, hanya digunakan sampai dengan jam 10.00 malam. Untuk selanjutnya pengguna harus melalui pengontrolan yang ketat setelah melampaui jam tersebut.

Selain itu pada ruang semi publik ini biasanya pengelola dapat menentukan siapa-siapa saja yang dapat menggunakan ruang ini. Ruang semi publik dalam rumah susun diidentifikasikan berupa ruang hall, tangga dan atau elevator, serta koridor yang terdapat pada setiap lantai menuju unit hunian. Ruang semi publik pada rumah susun ini memiliki fungsi sebagai penyangga terhadap tindakan dan ancaman kriminalitas yang datang dari luar.

Pada umumnya rumah susun di Indonesia saat ini, cukup mumpuni akan keberadaan ruang semi-publik ini, dimana koridor dan tangga sebagai ruang yang mewakili keduannya. Namun yang menjadi persoalan adalah keberadaan

[136]

koridor yang senantiasa diintervensi oleh ruang individu, dan tentunya dengan hadirnya individu-individu yang memiliki tingkat tekanan yang tinggi, selalu melakukan intervensi ruang yang mengganggu kegiatan sosial pada rumah susun saat ini.

Beberapa fakta yang terjadi adalah setiap penghuni selalu melakukan pengurangan ruang koridor sebagai fungsi aksesibilitas, dari lebar minimal dan rata-rata 1,20 m, menjadi berkurang.

Hal ini tentunya sangat mengurangi

kenyamanan bagi pengguna

koridor tersebut.

Dan yang juga cukup penting, adalah bila terjadi keadaan darurat seperti kebakaran, sisa ruang koridor tidak memenuhi persyaratan lagi sebagai sarana aksesibilitas untuk melakukan evakuasi penghuni keluar dari bangunan.

Semi-private space, ruang semi privat pada rumah susun saat ini sulit untuk didefinisikan maupun diidentifikasikan, mengingat amat jarang sekali sebuah rumah susun yang dilengkapi dengan teras, hall, atau patio, yang berfungsi sebagai ruang penerima sebelum masuk pada unit satuan rumah susun.

Private space, ruang akhir sebagai ruang privat bersifat tertutup, yang digunakan sebagai unit satuan rumah susun oleh pengguna, dalam hal ini pemilik satuan rumah susun tersebut.

Ruang privat juga dapat hadir dalam bentuk ruang pengelola, dan ruang lainnya yang mendukung fungsi bangunan rumah susun. Pada tingkat ini, pembagian ruang dapat diuraikan lebih lanjut menurut timgkatan yang sama, yaitu ; public space, semi-public space, semi-private space, dan private space. Ruang privat pada tingkat sebuah hunian merupakan eksistensi dari pembentukan ruang personal.

Bagaimana proses pembentukan ruang privat dan ruang publik dalam rumah susun, hal tersebut diawali oleh keberadaan ruang individu dari penghuni rumah susun (personal space).

Pengertian sederhana dari personal space menurut Gifford (2002) bahwa

personal space refers to an area with invisible boundaries surrounding a personal’s body into which intruders may not come”. Sehingga personal space dapat dinyatakan sebagai batas-batas ruang pribadi yang memiliki nilai privacy tinggi, semakin dekat dengan dirinya semakin besar nilai privacy tersebut, bahkan nilai privacy tersebut dapat masuk pada tingkat psikologi, semakin dalam tingkat psikologisnya semakin besar nilai privacy-nya. Sehingga kualitas ruang sangat ditentukan oleh kemampuan mewadahi ruang individu, agar senantiasa terjaga. Kondisi ini sangat bertentangan sekali dengan fakta ruang dalam rumah susun, dimana kondisi crowded akibat dari tingginya density akibat terbatasnya ruang, menjadi persoalan utama.

Ruang-ruang privacy atau personal space ini dapat dimasuki oleh individu lainnya, ketika antara individu yang saling memiliki personal space saling berhubungan, maka akan terjadi interaksi yang membangun ruang publik, semakin banyak individu yang berinteraksi maka semakin besar nilai kepublikannya. Meskipun demikian personal Space dipandang oleh Robert Gifford (2002) sebagai komponen geografis, dari hubungan antar personal yang saling berinteraksi, yang pada akhirnya akan membentuk ruang publik.

Gifford juga menjelaskan bagaimana tingkatan pembentukan kualitas ruang tersebut diuraikan berdasarkan tingkat kedekatan antara personal, dalam bentuk jarak dan orientasi diantara individu-individu yang berinteraksi. Tiga aspek personal space memurut Robbert Gifford;

A personal, Portable territori, yaitu sebuah tempat dimana berada pada wilayah kontrol dari personal tersebut, beberapa unsur luar diperkenankan masuk pada wilayah personal ini.

A Spacing Mechanism, mekanisme pengaturan ruang sebagai batasan jarak antara individul berlangsung secara natural, bahwa setiap individu secara alamiah memiliki batasan ruang, ketika antara individu berkesempatan bergerak atau bersama dalam sebuah tempat, maka akan secara otomatis mengatur jaraknya antara satu individu dengan individu yang lain.

A Communication Channel, pada tingkat personal space terjadi interaksi berupa komunikasi verbal maupun non verbal, maka akan terbentuk kualitas ruang yang bergradasi, dalam hal ini Edward Hall membagi empat jarak interaksi personal yang didasari oleh interaksi sosial antara dua individu atau lebih, yaitu; jarak intim, jarak personal, jarak sosial, dan jarak publik.

Pada tingkatan sarusun ruang publik dapat diterjemahkan pada ruang penerima berupa teras, walau pada kasus rumah susun nasional kita sangat langka kita temui sebuah unit rumah susun memiliki teras, selanjutnya ruang semi-publik ditampung pada ruang tamu, yang keberadaan dari ruang tamu ini juga

[138]

terkadang bergabung dengan ruang keluarga yang berada pada level ruang semi-privat, sehingga keberadaan ruang semi-publik dan ruang semi-privat pada satuan rumah susun keberadaanya menjadi tidak jelas.

Selanjutnya ruang privat pada rumah susun terdapat pada ruang tidur orang tua maupun ruang tidur anak, termasuk ruang dapur, serta fasilitas servis lainnya yang dapat dikategorikan sebagai ruang semi-privat.

Pada tingkat rumah yang fungsinya merupakan sebuah wadah, dimana proses tumbuh kembang sebuah keluarga, memungkinkan terjadinya peningkatan kualitas kehidupan dan penghidupannya. Peran orang tua mendidik seorang anak, proses pertumbuhan seorang anak, sangatlah berperan dalam sebuah rumah. Anak adalah masa depan bangsa. Seorang ibu memiliki peran dalam proses pendidikan seorang anak selain di sekolah. Keberlangsungan fungsi rumah sebagaimana uraian tersebut dapat berjalan ketika pembagian ruang yang jelas dapat terbentuk dari sebuah rumah.

Persoalan utama dalam rumah susun adalah pembagian tingkatan ruang-ruang di atas sangat tidak jelas, bahkan sangat tipis. Lalu pada tingkatan tertentu dapat dinyatakan terjadi pembauran, sehingga kualitas ruang privat terganggu kualitasnya, yang mengakibatkan penurunan kualitas ruang. Hal ini disebabkan oleh interferensi ruang dan kebocoran dari ruang yang tingkat kepublikannya lebih tinggi.

Pada beberapa kasus, ruang tidur yang memiliki kualitas ruang privat sangat tinggi mengalami penurunan kualitas ruang, karena ruang ini sangat terbuka dari ruang tamu yang bersifat semi-publik. Demikian juga satuan rumah susun yang seharusnya secara keseluruhan memiliki kualitas ruang privat, akhirnya terganggu oleh ruang semi-publik pada koridor. Secara umum setiap satuan unit rumah susun berada langsung di muka koridor bangunan tanpa ruang perantara yang berfungsi sebagai ruang semi-privat, bahkan pada beberapa sarusun dibuat bukaan ke arah koridor berupa jendela dan pintu masuk.

Koridor pada rumah susun merupakan daerah terjadinya konflik ruang, antara tuntutan ruang semi-privat dan ruang semi-publik. Hal ini disebabkan oleh sikap penghuni satuan rumah susun yang menjadikan koridor sebagai ruang semi-privat dan komunitas rumah susun menjadikan koridor sebagai ruang semi-publik. Satuan unit rumah susun merupakan wilayah ruang privat bagi sebuah keluarga, harus senantiasa terjaga kualitas privacy dari sarusun tersebut, hal ini untuk menjaga proses pembentukan sebuah keluarga yang kuat, sehat dan produktif.

Siklus Kehidupan Manusia

Rumah merupakan tempat pertumbuhan dan perkembangan kehidupan manusia, yang diawali oleh pembentukan sebuah keluarga. Rata-rata

pertumbuhan keluarga baru di Indonesia setiap tahun adalah 1.400.000 keluarga baru (BPS 2000). Perubahan sebuah keluarga selanjutnya mulai diterjadi setelah lima tahun dari pembentukan keluarga, dimana pada masa ini sebuah keluarga telah bertambah seorang anggota keluarga yang dikategorikan sebagai anak balita (bayi di bawah lima tahun). Tahap-tahap daur hidup manusia menurut Heimsath yang dikutip dari Petra (2003), terdapat tujuh tahapan, yang meliputi : tahapan bayi, tahapan anak-anak, tahapan remaja, tahapan perkawinan, tahapan reproduksi – merawat anak, tahapan usia pertengahan, dan tahapan dewasa – lanjut usia.

Selanjutnya tahapan tersebut dikaitkan dengan kebutuhan rumah, maka dapat dibagi berdasarkan, tahapan pasangan muda, tahapan pasangan dengan anak balita, tahapan pasangan dengan anak dewasan, dan tahapan lansia dimana orang tua kembali pada kondisi semula yaitu pasangan suami istri dimana anak-anak telah lepas dari orang tua.

Berdasarkan data BPS yang telah diolah maka komposisi kebutuhan rumah berdasarkan empat tingkatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Mengikat pada tahapan pertumbuhan sebuah keluarga tersebut, bahwa tahapan dimana sebuah keluarga yang telah memiliki anak dewasa antara usia 5 sampai dengan 24 tahun merupakan sebuah potret dimana kebutuhan rumah bagi keluarga tersebut harus utuh, yaitu memiliki ruang privat berupa ruang tidur milik orang tua, serta ruang anak minimum satu buah, namun bila komposisi anak terdiri dari anak laki-laki dan wanita maka minimal ruang tidur anak harus berjumlah dua buah. Pemisahan antara anak laki-laki dan wanita tersebut dipertimbangkan terhadap pertumbuhan sosial yang lebih sehat bagi keduanya.

Tabel 4. Prosentase kebutuhan rumah berdasarkan komposisi jumlah anggota keluarga

No Jenis Keluarga % Keterangan

1 Pasangan Muda 8,98 Batas usia anak kurang dari 5 tahun

2 Pasangan dengan anak balita

38,61 Batas usia anak dari sampai dengan 5 tahun

3 Pasangan dengan anak dewasa

41,78 Batas usia anak dari 5 sampai dengan 24 tahun

4 Pasangan lansia 10,63 Batas usia anak lebih dari 24 tahun, ada peluang membangun keluarga baru dan lepas dari orang tua

Sumber. BPS 2005 diolah oleh Arief Sabaruddin

[140]

Melihat pada Tabel 4 di atas, maka jumlah terbesar kebutuhan akan rumah lengkap adalah 41,78%, dan rumah peralihan antara rumah pasangan muda dan lansia mencapai 38,61%, sisanya adalah rumah yang dihuni oleh pasangan tanpa anak, baik itu pasangan muda maupun pasangan lansia, mencapai 19,62%. Jumlah ini dapat digunakan untuk mengukur komposisi penyediaan rumah lengkap secara nasional pada saat ini.

Pada tahap selanjutnya yang menjadi prioritas utama adalah bagaimana menyediakan rumah susun perkotaan yang memenuhi ketentuan kesehatan, khususnya menyangkut kebutuhan ruang minimal. Setelah perkotaan mampu menyediakan perumahan untuk keluarga muda (tahap awal) diharapkan pasangan muda ini setelah tidak lebih dari 5 tahun dan umumnya pada tahun tersebut tingkat kesejahteraan keluarga muda sudah lebih baik, untuk itu mereka sudah harus pindah ketempat yang lebih besar, tentunya dengan tinggal di rumah susun yang sehat pada tahap awal akan mendorong kehidupan yang semakin baik dari waktu ke waktu, sehingga setelah 5 tahun diharapkan pasangan muda tersebut mampu meningkatkan ekonominya untuk tinggal di rumah susun yang lebih besar. Efek domino dari penyediaan rumah susun bagi pasangan muda diperkotaan tentunya akan mendorong perekonomian bangsa kedepan.

Rumah susun sebagaimana rumah tunggal, memiliki fungsi yang sama bagi anggota keluarga yaitu sebagai fungsi sosial. Sehingga mau tidak mau rumah harus memenuhi ketentuan kesehatan, kenyamanan, keselamatan dan kemudahan. Rumah susun di perkotaan idealnya dikelola sebagai rumah sewa, karena kebutuhan akan rumah masyarakat perkotaan akan selalu berkembang.

Saat membutuhkan rumah baru sebagai pasangan muda umumnya luas 21 m2 sudah memadai, akan tetapi suatu keluarga terus berkembang. Hal ini terasa setelah rumah tangga memasuki usia 5 tahun dimana telah memiliki satu atau dua balita. Pada saat ini pasangan tersebut sudah membutuhkan rumah dengan luas yang lebih besar. Tentunya untuk bangunan rumah susun hal demikian sulit untuk direalisasikan, sehingga pasangan tersebut harus pindah ke rumah yang lebih besar, dengan sistem sewa tentunya akan lebih mudah untuk melakukan perpindahan tersebut, pertumbuhan tersebut tidak berhenti pada luasan yang lebih besar akan tetapi akan bergerak pada luasan yang kecil kembali, setelah memasuki usia tua, dimana, anak-anak telah melepaskan diri karena telah membangun keluarga baru. Orang tua akan kembali tinggal berdua dan rumah yang diperlukan juga akan kembali pada ukuran-ukuran yang lebih kecil. Tentunya dengan sistem sewa pola demikian dapat diselenggarakan.

Melihat pada kondisi di atas tentunya setiap perkotaan sudah mempersiapkan mekanisme perumahannya dengan sistem luasan yang bervariasi serta mempertimbangkan usia, karena adanya perbedaan kebutuhan terhadap jenis fasilitas yang diperlukan. Misalkan rumah susun tipe studio yang disediakan

untuk pekerja serta pasangan muda, rumah susun mahasiswa, rumah susun keluarga kecil, rumah susun keluarga besar, serta rumah susun lansia.

Selanjutnya rumah susun-rumah susun demikian dikelola dengan sistem sewa, agar memudahkan sistem penghuniannya.

Perilaku Manusia

Kecenderungan perkembangan perumahan di perkotaan terus menyebar kearah horizontal, sehingga kota terus berkembang menjadi megapolitan. Namun perkembangan perkotaan tersebut tidak diimbangi dengan pemerataan antara komposisi perumahan, dengan sarana dan prasarana permukiman. Akibatnya timbul kecenderungan masyarakat yang tinggal di pinggiran kota setiap harinya senantiasa masuk keperkotaan, karena fasilitas kerja, serta prasarana permukiman lainnya masih terkonsentrasi diperkotaan.

Kondisi demikian menimbulkan pergerakan manusia setiap harinya, pada pagi hari dari pinggiran ke pekotaan, dan pada sore hari dari perkotaan ke pinggiran, rata-rata total waktu yang diperlukan oleh masyarakat diperjalanan mencapai paling sedikit 3 – 4 jam per hari. Hal ini selain dapat mengurangi waktu kerja, juga dapat mengurangi waktu berkumpul dengan keluarga di rumah.

Intensitas pertemuan keluarga di rumah bagi sebagian masyarakat perkotaan menjadi sangat minim, sebagaimana kita ketahui, rata-rata masyarakat di perkotaan setiap harinya harus sudah meninggalkan rumah pada jam 6.00 pagi, baik untuk pelajar maupun pekerja, dan baru sampai rumah rata-rata jam 8.00 – 9.00 malam atau lebih. Menurut salah satu sumber dari Depag sebagian besar perceraian disebabkan oleh minimnya intensitas pertemuan dalam pasangan tersebut, dan umumnya perceraian terjadi pada pasangan muda yang baru melangsungkan pernikahan beberapa tahun.

Keluarga merupakan sebuah komunitas terkecil dalam masyarakat, di dalamnya terjadi interaksi sosial antara orang tua dengan anak. Rata-rata jumlah anggota keluarga di Indonesia menurut BPS adalah 4,5 jiwa sedangkan di perkotaan 4 jiwa, walaupun angka tersebut mulai mengalami pergeseran saat ini. Sebuah keluarga secara alamiah akan mengalami pertumbuhan dengan hadirnya satu persatu anak-anak dari sepasang suami istri. Lalu pada perkembangan selanjutnya akan kembali pada pasangan suami istri, setelah anak-anak menginjak dewasa dan membangun keluarga baru.

Sebuah keluarga senantiasa memiliki ruang privatnya sendiri, yaitu dalam bentuk rumah. Rumah bagi keluarga dapat memberikan ruang privat, ketika rumah tersebut memiliki batas-batas yang kuat yang memisahkan antara teritori keluarga tersebut, dengan teritori keluarga yang lainnya, dan juga terhadap ruang publik.

[142]

Sejauhmana rumah susun memiliki batas-batas sebagai penunjuk teritori saat ini, umumnya sangat lemah. Batas-batas teritori sebuah rumah susun umumnya mengalami interferensi ruang dari ruang publik, sehingga sekelompok unit rumah pada rumah susun mengalami gangguan. Akibatnya rumah sebagai fungsi pembinaan sebuah keluarga akan berkurang nilai fungsinya tersebut, bahkan dapat hilang sama sekali. Pada kondisi demikian fungsi rumah pada rumah susun hanya sekedar tempat bernaung, yaitu wadah yang terbentuk secara fisik, dan tidak berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya sebuah keluarga.

Kondisi ketika teritori rumah pada rumah susun dalam bentuk batas yang bergeser masuk kedalam wilayah teritori, maka fungsi rumah susun tersebut hanya sekedar sebuah house bukan sebuah home.

Perubahan setiap individu itu senantiasa terjadi sebagai bagian dari sistem kehidupan yang hakiki. Perubahan terjadi dikarenakan tumbuhnya sebuah persepsi pada setiap individu, dan persepsi setiap individu ini terbentuk dari latar-belakang serta pengalaman hidup yang berbeda.

Ruang memberi makna, nilai makna berkembang sejalan dengan pengalaman serta latar belakang yang berbeda, perbedaan makna menghasilkan sebuah persepsi baru dan kesepakatan baru terhadap nilai-nilai ruang.

Ruang-ruang dalam rumah susun terdiri dari ruang living street, ruang unit hunian, ruang-ruang penunjang, dan ruang luar. Sedangkan pada ruang dari setiap unit hunian terdiri dari ruang keluarga yang dirangkap sebagai ruang penerima tamu serta aktifitas keluarga secara bersama, ruang tidur, ruang dapur serta ruang servis yang meliputi ruang mandi, cuci, dan jemur. Living street merupakan ruang koridor rumah susun yang menghubungkan unit-unit hunian rumah susun.

Dalam dokumen arsitektur - perumahan (Halaman 153-162)