Dalam Arsitektur Perumahan
1.2. Personal Space
Pengaruhnya terhadap Proses Interaksi dalam Arsitektur
Pendekatan arsitektur melalui sosiologi merupakan sebuah pendekatan baru dalam proses perencanaan dan perancangan arsitektur, khususnya arsitektur perumahan. Pendekatan disain perumahan perlu memadukan antara ilmu pengetahuan tentang humaniora dengan metoda disain. Berkembangnya pemikiran mengenai sosiologi dalam arsitektur dilatar belakangi oleh kecenderungan arsitek, yang hanya melihat karya arsitektur sebagai sebuah karya seni dan teknologi saja, kurang mempertimbangkan perilaku dan kebutuhan psikologis manusia sebagai pengguna bangunan. Bahwa pendekatan disain perumahan harus memandang bahwa manusia dalam bangunan sama pentingnya dari bangunannya itu sendiri.
Arsitektur perumahan pada tingkat humaniora, adalah menyangkut cara pandang arsitektur dari sisi nilai-nilai yang tumbuh dari seorang individu atau sebuah kumunitas, fungsi bangunan merupakan kebutuhan psikologi manusia pada tingkat individu dan antar individu. Pada tingkat individu kebutuhan psikologi yang dibutuhkan adalah privacy, sedangkan antar individu dimana nilai-nilai privacy semakin menipis maka mewujudkan kualitas kepublikan.
Kualitas ruang dalam wujud arsitektur perumahan memegang peran utama dalam pembangunan kualitas sumber daya manusia sebagai pengguna bangunan tersebut. Sejauhmana pengguna membutuhkan nilai-nilai ruang yang lebih bersifat privat atau lebih bersifat publik. Kualitas ruang dalam arsitektur memiliki gradasi dari yang sangat bersifat privat sampai dengan yang sangat publik. Wujud arsitektur terdiri dari fungsi, bentuk, dan makna yang memberikan kualitas dan nilai masa dan ruang, kualitas masa dan ruang dalam arsitektur disampaikan melalui tingkat kedalaman dari sifat privacy dan sifat publik, yang dapat dirasakan oleh manusia. Kualitas privacy lebih melekat pada seorang individu sedangkan kualitas publik lebih terjadi pada tingkat kelompok manusia.
Bagaimana proses pembentukan ruang pivat dan ruang publik, hal tersebut dimulai dari keberadaan ruang individu (personal space). Pengertian sederhana dari personal space disampaikan oleh Robert Sommer, ia adalah salah seorang penggagas dari studi tentang personal space, social design dan banyak telaah yang telah dilakukan berkaitan dengan setting perilaku manusia. Berkaitan
dengan personal space dia mengatakan bahwa “personal space refers to an area with invisible boundaries surrounding a personal’s body into which intruders may not come”. Sehingga personal space dapat dinyatakan sebagai batas-batas ruang pribadi yang memiliki nilai privacy tinggi, semakin dekat dengan dirinya semakin besar nilai privacynya, bahkan nilai privacy tersebut dapat masuk pada tingkat psikologi, semakin dalam tingkat psikologisnya semngkin besar nilai privacy-nya.
Ruang-ruang privacy atau personal space ini dapat dimasuki oleh individu lainnya, ketika antara individu yang saling memiliki personal space saling berhubungan, maka akan terjadi interaksi yang selanjutnya akan membentuk ruang publik, semakin banyak individu yang berinteraksi maka semakin besar nilai kepublikannya. Meskipun demikian personal Space dipandang oleh Robert Gifford sebagai komponen geografis dari hubungan antar personal yang saling berinteraksi, dan akan membentuk ruang publik, Gifford menjelaskan bagaimana tingkatan pembentukan kualitas ruang tersebut diuraikan berdasarkan tingkatan kedekatan antara personal dalam bentuk jarak dan orientasi antara individu-individu yang berinteraksi. Secara rinci terdapat tiga aspek personal space yang disampaikan oleh Robbert Gifford, yakni;
1. A personal, Portable territori, yaitu sebuah tempat dimana berada pada wilayah kontrol dari personal tersebut, beberapa unsur luar diperkenankan masuk pada wilayah personal ini. Bahwa setiap orang memiliki personal space, kemanapun kita bergerak baik berdiri maupun duduk, manusia selalu dikelilingi dan dibatasi oleh personal space.
2. A Spacing Mechanism, mekanisme pengaturan ruang sebagai batasan jarak antara individul berlangsung secara natural, bahwa setiap individu secara alamiah memiliki batasan ruang, pada saat diantara individu berkesempatan bergerak atau bersama dalam sebuah tempat, maka akan secara otomatis mengatur jaraknya antara satu individu dengan individu yang lain.
3. A Communication Channel, pada tingkat personal space terjadi interaksi berupa komunikasi verbal maupun non verbal, maka akan terbentuk kualitas ruang yang bergradasi, dalam hal ini Edward Hall membagi empat jarak interaksi personal yang didasari oleh interaksi sosial antara dua individu atau lebih, yaitu; jarak intim, jarak personal, jarak sosial, dan jarak publik.
Personal space dalam arsitektur memberikan kontribusi yang kuat pada tahap penyusunan program ruang dan fungsional, yang akhirnya akan memengaruhi dimensi ruang serta penyelesaian bidang-bidang pembentuk ruang (selubung ruang/bangunan). Hall membagi Personal space berdasarkan jarak yang
[12]
dimiliki seorang individu sampai dengan individu dengan individu lainnya, diuraikan berdasarkan nilai atau kualitas dalam interaksi antara individu pengguna ruang. Empat kualitas ruang, menurut Hall yaitu: Jarak intim (0–15 cm kategori dekat; 15–45 kategori jauh) jarak demikian merupakan jarak yang masuk dalam ruang privasi individu lain, sehingga tingkat kedekatan antara individu yang saling berinteraksi, Jarak personal (45 – 75 cm kategori dekat;
75–120 cm kategori jauh), jarak sosial (120–200 cm kategori dekat; 200–350 cm kategori jauh); dan jarak publik (350 – 700 cm kategori dekat; lebih dari 700 cm kategori jauh)
Personal space menunjukkan pada jarak antar individu dan pilihan orientasi selama berlangsungnya interaksi sosial. Hal ini mengatur elemen-elemen dari teritori, ruang, dan komunikasi individu. Bentuk personal space dalam sebuah komunitas sangat sulit untuk dikuantitatifkan, karena personal space sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai sosial budaya setiap individu. Dalam proses disain hal ini merupakan aspek yang harus dianalisis terlebih dahulu, sehingga ketika kita menyiapkan sebuah disain dengan nilai privacy – public kita tidak terjebak pada nilai-nilai yang kita (arsitek) anut sendiri, akan tetapi kita harus mampu menuangkan nilai-nilai tersebut mengacu pada pengguna bangunan.