• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsepsi Ruang Publik

Dalam dokumen arsitektur - perumahan (Halaman 111-120)

Dalam pembentukan karakter budaya

5.2. Konsepsi Ruang Publik

sebuah rumah susun yang mempu memberikan peningkatan kualitas kehidupan dan penghidupan penghuninya.

[92]

Menurut Gottdiener yang memberikan konsep kunci dari pembangunan kota, menyatakan bahwa “All social activities are also about space. Space is integral factor in everything we do. Understanding this idea means that, when we explore built environment, we must pay as much attentions to the way space helps define our behavior as other variables of a social or interctive kind.

Attention to the spatial aspects of humam life means that design and architecture all play an important role in the way people interact.”, tata ruang lingkungan memiliki kandungan simbol-simbol dan tanda-tanda yang merepresentasikan pikiran-pikiran masyarakat. Ruang memiliki makna dari kehidupan dan penghidupan manusianya merupakan hal yang sangat penting dalam uraiannya Gottdiener.

Komunikasi dalam Arsitektur

Mengapa komunikasi dalam arsitektur ini perlu dikembangkan, hal ini dikarenakan, manakala wujud arsitektur mampu memberikan informasi sebagai alat dalam komunikasi, kepada manusia yang menggunakan arsitektur tersebut, dan informasi yang disampaikan itu baik, maka manusia akan merespon baik terhadap komunikasi tersebut. Proses ini merupakan hal yang wajar, sebagai contoh manakala seorang pedagang menawarkan barangnya kepada pembeli dengan bahasa yang santun, maka pembeli akan mudah tertarik, dengan ucap santun pedagang tadi, maka akan direspon dengan kesantutan kembali. Yang menjadi permasalahan dalam arsitektur bahasa yang santun tersebut terwujud dalam bentuk apa?. Untuk sementara penyusun mencoba menyampaikan dengan istilah simbol yang ditangkap oleh manusia sebagai makna. Seperti halnya komunikasi antara manusia agar direspon dengan baik maka keduanya harus saling menjaga etika, selanjutnya etika seperti apa yang diperlukan dalam bahasa arsitektural.

Simbolisasi yang akan dikupas dalam telaah ini, penyusun coba lebih dari pada simbolisasi-simbolisasi yang dibawa oleh bangunan untuk menunjukan fungsi, akan tetapi simbolisasi yang memungkinkan terjadinya komunikasi intensif antara manusia dengan arsitektur sepanjang waktu. Ada dua aspek yang akan digali dalam bahasa komunikasi arsitektur, yaitu bahasa yang disampaikan oleh ruang dan bahasa yang disampaikan oleh masa, ibarat bahasa non verbal dan verbal dalam ilmu komunikasi secara umum. Tentunya kedua unsur bahasa yang digunkan dalam komunikasi tersebut saling berkaitan. Bahwa ungkapan kata-kata akan bermakna lain manakala disampaikan dengan cara mimik wajah dan gerak tubuh yang berbeda.

Kumunikasi terjadi dimana-mana, antara hewan dengan hewan terjadi komunikasi, antara tanaman dengan tanaman lainnya juga terjadi komunikasi, bahkan menurut Prof. Hafid Cangara bahwa “ Seseorang yang sedang duduk sendirian membaca buku dan mendengarkan radio dalam kamar dapat digolongkan sebagai komunikasi, hal ini disebabkan manusia menerima pesan-

pesan dari buku dan radiao tadi”. Artinya satu aspek terpenting adalah dalam komunikasi itu harus ada pesan yang disampaikan. Dalam komunikasi arsitektural ini pesan harus ada. Bagaimana pesan itu ada, dan pesan itu beretika sehingga menghasilkan komunikasi yang baik, maka peran perencana sangat tinggi.

Pesan (meaning) harus disampaikan oleh bangunan kepada manusia dan diterima dan direspon oleh manusia. Melalui pesan yang ingin disampaikan diharapkan terjadi perubahan tingkah laku dari sipenerima pesan, hal ini ditegaskan oleh sosiolog Everest M Rogers yang dikutip oleh Prof. Hafid “ komunikasi adalah proses dimana suatu ide/pesan dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka”. Faktor kuat dalam komunikasi antara arsitektur dan manusia adalah bagaimana penggalian pesan-pesan arsitektur dapat disampaikan.

Simbolisasi sebagai Bahasa Arsitektur dalam Pemaknaan

Dalam ilmu arsitektur pesan tidak terlepas dari makna, yang merupakan hasil pemaknaan, makna tersebut ditangkap oleh manusia karena manusia memiliki simbol-simbol dan kode-kode yang tumbuh dalam pikiran manusia, hal ini tumbuh karena sesuai dengan perkembangan manusia, Van Peursen membangi menjadi empat tahapan, yaitu tahapan mistis, onthologis, dan fungsional.

Sejalan dengan perkembangan filsafat ilmu pengetahuan maka tahapan tadi juga dapat digambarkan sebagai tahapan onthologis, epistemologi dan aksiologis. simbol dan kode dalam arsitektur diciptakan oleh kemampuan manusia akibat dari keterampilan pikirannya, yaitu yang dikatakan dengan akal.

Simbol merupakan suatu proses komunikasi yang dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya masyarakatnya, sehingga setiap suku budaya biasanya memiliki simbol-simbol tertentu, tentunya tidak dengan arsitektur, dalam arsitektur kita masih dapat menemukan simbol-simbol yang sifatnya universal. Karena bila simbol-simbol dalam arsitektur hanya terbatas pada kondisi sosial tertentu saja maka arsitektur belum dapat menjadi ilmu yang universal. Selajutnya diungkapkan bahwa “simbol terkait dengan arsitektur adalah pemaknaan dari suatu benda, konsep, atau peristiwa yang membawa dampak pada bentukan arsitektur”. Dengan demikian telaah lebih jauh simbol ini melalui ilmu komunikasi.

Untuk mulai memahami pengertian dari simbol, kita perlu mengupas beberapa pendapat ahli dalam mendefinisikan simbol. Salah satu definisi symbolism disampaikan oleh A.N. Whitehead dalam bukunya “Symbolism”, sebagai berikut “pikiran manusia berfungis secara simbolis manakala beberapa komponen pengalamannya menggugah kesadaran, kepercayaan, perasaan, dan gambaran mengenai komponen komponen lain dari pengalamannya.

[94]

Perangkat komponen yang awal adalah simbol dan perangkat komponen yang selanjutnya membentuk/memberikan makna dari simbol. Keberfungsian organis yang menyebabkan adanya peralihan dari simbol kepada makna itu dinyatakan sebagai referensi”. Makna merupakan pesan yang akan disampaikan dalam setiap simbol, dengan demikian terdapat unsur persepsi manusia terhadap sesuatu yang bersifat benda maupun bukan kebendaan.

Deskripsi Simbol sementara dapat disimpulkan sebagai sebuah kata atau benda yang mewakili atau mengingatkan pada suatu entitas yang lebih besar. Kata yang terdiri dari beberapa untaian hurup akan memberikan makna, seperti kata

MAKAN” dan “MAKNA”, kedua kata tersebut merupakan komposisi dari lima buah hurup yang sama, namun dikarenakan susunan hurup-hurup tersebut berbeda, maka kedua susunan tersebut memberikan makna yang berbeda, meskipun perbedaan susunannya hanya pada hurup terakhir antara hurup A dan N. Demikian juga makna dapat dihadirkan oleh tanda, dalam tata bahasa kita kenal adanya tanda dalam sebuah kalimat, seperti tanda tanya dan tanda seru, kedua tanda tersebut dapat memberikan makna yang berbeda apabila ditempatkan pada kata atau kalimat yang sama, sebagai contoh : “Makan ?”

dan “Makan !” pada kata makan dengan tanda tanya mengandung makna apakah anda sedang makan, sedangkan pada makan dengan kata seru, lebih menunjukan kalimat perintah untuk melakukan pekerjaan makan. Selanjutnya bila kata MAKAN tadi kita kaitkan dengan benda, maka akan memberikan makna yang berbeda, seperti suatu benda akan dimaknai MAKAN oleh orang Jawa Barat manaka kala dalam sebuah “piring terdapat nasi” dengan lauk pauknya yang didominasi dengan daun-daun segar, namun makna makan oleh suku yang tinggal di Wamena akan diwujudkan dalam bentuk “Ubi Bakar”

pada genggaman tangannya.

Dengan demikian setiap benda atau susunan benda, setiap kata dan kalimat dapat memberikan makna kepada setiap manusia, namun apakah setiap manusia dapat menangkap setiap makna dari sebuah atau susunan kata atau benda dengan makna yang sama ?. seperti pendapat Whitehead, bahwa dalam pemaknaan tersebut ada unsur experience component, dan setiap suku bangsa, setiap masyarakat akan memilki pengalaman yang berbeda-beda. Pada uraian selanjutnya unsur-unsur simbol akan dibahas pada konteks tradisional, artinya simbol dilihat dari pemahaman universal, belum mengarah pada arsitektural, melalui nilai-nilai universal dari simbol diharapkan dapat ditarik benang merahnya untuk mendapatkan nilai-nilai simbol yang menjadi landasan dalam dunia arsitektur.

Bagaimana simbol tersebut dapat digunakan dan terjadi pada konteks keilmuan arsitektural. Secara universal unsur simbol terdiri dari lima unsur utama, yaitu:

Tanah, Air, Api, Udara, dan Tubuh. Empat unsur tersebut dikelompok menjadi dua, yaitu unsur dinamis dan unsur statis. Tanah, air, udara, dan api masuk

kedalam kelompok statis, karena ketiga unsur tersebut sifatnya tidak bertambah ataupun berkurang, akan tetapi tersimpan dalam wujud yang berubah-ubah.

Sebagai contoh unsur air dapat berwujud cair, berwujud uap, atau berwujud padat (es), dan mekanisme siklus hidrologi merupakan alat dalam perubahan wujud dari air tersebut, demikian juga unsur api tersimpan dalam energi, sebagai wujud dari hukum kekekalan energi, yang sewaktu-waktu dia dapat membesar ataupun mengecil, bahkan tidak nampak. Tubuh dikelompokkan sebagai unsur yang dinamis, karena sifatnya yang selalu diperbaharui, sebagai contoh tanaman, manusia, hewan, dan mahluk hidup lainnya senantiasa selalu berganti, berbeda sekali dengan tiga unsur yang tadi.

Melihat pada posisinya maka unsur tubuh dapat dipengaruhi atau memengaruhi ketiga unsur lainnya, terdapat perbedaan yang mencolok antara tiga unsur api, air, udara dan tanah, tiga unsur tersebut tidak memiliki insting maupun akal, sedangkan pada unsur tubuh memiliki insting dan akal, namun setiap mahluk berbeda tingkat kemampuan insting dan akalnya. Akal sempurna diberikan kepada manusia sedangkan mahluk lainnya umumnya hanya memiliki insting, walaupun beberapa penelitian tentang Simpanse yang masih memiliki tingkat akal yang paling tinggi dari seluruh hewan, manunjukkan bahwa hewan ini dapat mengembangkan peralatan sederhana untuk kehidupannya, simpanse, sebagai contoh mampu menggunakan batu untuk memecahkan makanan.

Sedangkan yang lainnya lebih banyak menggunakan insting, seperti kita lihat bagaimana tanaman pemakan serangga menangkap serangga, menggunakan insting yang ditanamkan dalam mekanisme tubuh, dimana terdapat serabut- serabut halus dengan menebar bau tertentu untuk memancing serangga mendekati, manakala serabut halus tersebut tersentuh oleh tubuh serangga, maka serabut tersebut memberikan sinyal dan menggerakkan kelopak daunnya untuk menjepit serangga dan menyerap sari tubuh serangga sebagai bahan makanan dari tanaman tersebut.

Simbolisasi merupakan sebuah proses dari interaksi antara dua atau lebih unsur atau sub unsur dalam sistem kehidupan, dan interaksi merupakan bagian dari proses komunikasi, komunikasi tidak mungkin terjadi manakala tidak terjadi interaksi, namun dari sebuah sebuah interaksi belum dapat dipastikan terjadi komunikasi. Komunikasi merupakan unsur utama dalam sistem sosial, manusia tidak mungkin dapat hidup sendiri, manusia memerlukan mahluk hidup lainnya termasuk dengan manusia sendiri. Jadi proses simbolisasi merupakan suatu hasil dari konsekuensi sosial mansyarakat, secara diagramatik proses simbolisasi dapat dijelaskan oleh Bagan 2 di bawah ini:

[96]

Bagan 2. Proses terbentuknya simbolisasi

Proses simbolisasi terjadi manakala makna yang terkandung dalam simbol tersebut diterima oleh tubuh dengan nilai makna yang sama, dan setiap tubuh dapat melakukan pengembangan dari simbol tadi, yang mengakibatkan simbol- simbol semakin hari semakin berkembang.

Simbolismen menurut Frederick A. Jules “merupakan teknik perancangan utama yang memberi bentuk dan teknik yang dapat diterapkan pada hal-hal fungsional dan berdasarkan rencana dengan sedikit pertentangan (konflik)”.

Selanjutnya dia menyatakan juga fungsi dari simbolisasi adalah

Penggunaannya secara luas karena simbol menghimpun semua bagian dari suatu masalah untuk memperkuat suatu arti dan memberikan keutuhan pada komposisi yang menyeluruh”. Hal yang menjadi sulit adalah bagaimana menuangkan simbol-simbol tersebut agar kita tidak terkecoh oleh perwujudan yang analogis seperti gambar di atas, manakala kita terjebak oleh bentukan analogis, maka akan terjadi pelanggaran sistem bangunan, pelanggaran tersebut akan merusak kaidah-kaidah seperti sistem struktur, sistem utilitas, bahkan sistem ruang, karena fungsi maupun sistem keteknikan tidak dapat mengikuti bentuk bangunan yang sudah given.

Raymond Firth, dia mengungkap simbolisasi dari sudut pandang manusia, Firth menyatakan simbol-simbol yang berkaitan dengan tubuh manusia dan rambut seperti dikuti oleh F.W. Dillistone, “menurut Firth simbol dapat menjadi sarana untuk menegakkan tatanan sosial atau untuk menggugah kepatuhan sosial, selain itu, sebuah simbol kadang-kadang dapat memenuhi suatu fungsi yang bersifat privat dan individual, meskipun sulit mengakui adanya nilai dalam sebuah simbol yang tidak memiliki acuan kepada pengalaman sosial yang lebih luas”. Firth bahwa simbol mencakup dua entitas substansi, simbolisasi bersifat biner (berpasang-pasangan).

Terdapat perbedaan antara simbolisasi dan tanda-tanda, keduanya memiliki makna, seperti pada bangunan simbol diungkap tidak dalam bentuk analogis, maka bentuk-bentuk tersebut dapat memberikan makna yang beragam, tapi tanda tidak dapat memiliki makna yang beragam, tanda hanya akan memiliki sebuah makna. Perbedaan antara simbol dan tanda tersebut disampaikan oleh E. Turner “Dalam simbol-simbol ada semacam kemiripan (entah berupa

Simbolisasi Makna Tubuh Respon

Nilai makna harus sama atau mendekati antara

simbul dan tubuh

Pengembangan

metafora atau bersifat metonimia) antara hal yang ditandai dan maknannya, sedangkan tanda-tanda tidak memiliki kemiripan seperti itu …., tanda-tanda hampir selalu ditata dalam sistem-sistem tertutup, sedangkan simbol-simbol, khususnya simbol yang dominan, dari dirinya sendiri bersifat terbuka secara semantik. Makna simbol tidaklah sama sekali tetap, makna-makna baru dapatlah ditambahkan oleh kesepakatan kolektif pada wahan-wahana simbolis yang lama, termasuk juga individu-individu dapat menambahkan makna pribadi pada makna umum sebuah simbol”.

Cassier berpendapat “Manusia hidup dalam alam semesta simbolis. Bahasa, kesenian, dan agama adalah bagian-bagian alam semesta, semuanya itu merupakan berbagi unsur yang membentuk jaring simbolis, jaring kusut berliku-liku mengenai pengalaman manusia….. segenap kemajuan manusia dalam berpikir dan berpengalaman, memperhalus, memperkuat jaring ini ….

Dari pada berurusan dengan barang-barang itu sendiri, manusia dapat dikatakan senantiasa berbicara dengan dirinya sendiri. Hal ini telah sedemikian rupa melingkupi dirinya sendiri dengan bentuk bahasa, gambar- gambar seni, simbol-simbol mistis, atau upacara-upacara keagamaan sehingga ia tidak dapat melihat atau mengetahui apa pun kecuali dengan pengantar medium buatan”. Disini terlihat bahwa dunia saat ini dilingkupi oleh jaring-jaring informasi yang telah membentuk simbolis.

Ruang Publik dan Permasalahaan Saat Ini

Tujuan dari sebuah pembangunan adalah terjadinya proses peningkatan kualitas sosial, ekonomi dan lingkungan yang lebih baik. Demikian halnya dengan penbangunan rumah susun saat ini, diharapkan tersedianya rumah layak huni dan terjangkau yang mampu menciptakan kualitas kehidupan dan penghidupan penghuninya meningkat lebih baik.

Namun fakta menunjukan sebuah fenomena yang lain, dimana peningkatan kualitas yang terjadi sejauh peningkatan kualitas fisik rumah saja, namun belum dibarengi dengan peningkatan sosial budaya dan ekonomi manusianya, sehingga mengakibatkan peningkatan fisik tadi tidak mampu betahan lama, dalam waktu yang relatif singkat rumah susun yang secara fisik sudah baik itu lambat laun kembali menjadi kumuh, namun dalam bentuk lain.

Socio spatial lebih mengkritisi secara tajam sebuah prespektif kapitalisme yang memiliki prespektif pengembangan tata guna lahan lebih banyak diintervensi oleh pemerintah melalui kebijakan-kebijakannya yang mengedepankan kebijakan investasi ekonomi dan eksploitasi sumber daya, seperti kita ketahui, hal ini pada era Orde Baru banyak lebih dikenal dengan kebijakan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan kurang mempertimbangkan kehidupan sosial masyarakat, sehingga pada saat sektor ekonomi tersebut tumbuh tidak

[98]

diimbangi dengan pertumbuhan masyarakatnya. Sehingga kita tidak perlu pempertanyakan lagi mengapa RULI (rumah liar) tumbuh sangat pesat di Batam, hal ini merupakan salah satu contoh produk kebijakan ekonomi pada era Orde Baru. RULI merupakan sebagai sebuah hasil dari tata ruang perkotaan merupakan sebuah produk diskriminatif yang dibentuk oleh system kapitalis.

Berdasarkan pendekatan socio spacial pola pembentukan kota lebih ditunjang oleh pola sosial masyarakat yang membentuk kehidupan kota, bukan merupakan sebuah produk dari kekuatan-kekuatan tertentu atau badan-badan usaha yang memiliki kepentingan individu maupun kelompok sosial tertentu secara nyata, yang dituangkan dalam membangun sebuah sistem kehidupan yang dibentuk oleh kepentingan tertentu tadi dan kota menjadi bagian dari konsumsi bagi masyarakatnya. Hal ini merupakan sebuah produk dari sistem kapitalis industri, dimana masyarakat dibawa dalam pemikiran konsumtif. Sifat konsumtif saat ini menjadi perhatian khusus setelah mekanisme industri terkendali, baik yang menyangkut kualitas, ketepatan, serta tenaga kerjanya, perhatian para kapitalis bergeser pada konsumen, bagaimana memelihara konsumen.

Dalam lingkungan perkotaan yang merupakan sebuah produk kapitalis banyak menumbuhkan permasalahan ketidak-adilan hak masyarakat dan distribusi kesejahteraan masyarakat tidak seimbang. Demikian juga seperti pengamatan dari Friedrich Engels (1973), menyatakan bahwa kota-kota saat ini memperlihatkan gap yang sangat tinggi antara kaya dan miskin, walaupun beberapa pendapat berusaha melakukan pembelaan, dengan menyatakan bahwa kelompok masyarakat yang termarjinalkan tersebut merupakan sebuah konsekuensi dari ketidak berdayaan seseorang atau masyarakat tersebut terhadap perubahan dan keengganannya ditentukan oleh harga dirinya dan bekerja-keras, hal tersebut sudah menjadi bagian pemikiran yang melekat pada pola kapitalisme.

Telaah yang dapat ditarik dalam pendekatan arsitektural, tidak jauh dari pendekatan Gottiener dalam pendekatan perkotaan, bahwa perencanaan sebuah bangunan arsitektural harus mempertimbangkan dimensi sosial, dimana salah satu unsur dalam dimensi sosial tersebut adalah perilaku pengguna, baik pengguna langsung maupun penggguna tidak langsung. Bahwa sebuah objek arsitektur harus dapat merepresentasikan penggunannya bukan arsitekya.

Estetika tumbuh dari keharmonisan antara manusia dalam berperilaku sebagai pengguna dengan perwujudan fisik masa dan ruang, sehingga perwujudan fisik dapat membangun manusia (pengguna bangunan) tahap demi tahap mengalami peningkatan kualitas kehidupan dan penghidupannya.

Rujukan Arsitektur Rumah Susun

Rumah susun di Indonesia saat ini yang sudah terbangun baru sekitar 30 ribu unit, yang dibangun sejak tahun 1974, dan umumnya untuk lima kota yang dikategorikan sebagai kota-kota besar di Indonesia telah memiliki rumah susun, kelima kota tersebut, DKI Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, dan Makassar, dengan rata-rata jumlah lantai berkisara antara 4 sampai dengan 5 lantai.

Karakteristik rumah susun tersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan periode pembangunannya, karena setiap periode meunjukan spirit masa yang berbeda, periode awal adalah dimulai sekitar tahun 1974, yang merupakan rumah susun model yang dikembangkan oleh lembaga penelitian, selanjutnya era tahun 80- an, yaitu pembangunan rumah susun yang dilakukan oleh beberapa pemerintah daerah dengan spirit untuk menyelesaikan masalah kawasan kumuh yang pada tahun tersebut meunjukan gejalan perkembangan kawasan kumuh yang cukup pesat, selanjutnya era 2000-an yaitu era persoalan kota yang semakin kompleks, dimana diawali oleh krisis keuangan serta pertumbuhan masyarakat kota yang semakin pesat dan kota-kota semakin luas akibat pembangunan kearah horizontal.

Penelitian yang berkaitan dengan rumah susun umumnya sudah cukup banyak akan tetapi masih sejauh kajian dan penelitian yang berkaitan dengan fisik yang berupa teknis teknologi, selanjutnya kajian kelembagaan dan pembiayaan, sedangkan kajian yang berkaitan dengan socio-spatial pada rumah susun melalui pendekatan disain arsitektur masih belum dilakukan, karena persoalan saat ini kita masih difokuskan pada penyelesaiaan fisik yang berkaitan dengan efisinsi disain serta kelembagaan dan pembiayaan untuk mempertemukan antara harga jual (sisi supply) dan daya beli masyarakat (sisi demand).

Penelitian-penelitian tersebut belum masuk pada ranah pembangunan manusia, yaitu rumah susun mampu menciptakan kualitas manusia yang lebih baik dari sisi kehidupan dan penghidupannya.

[100]

[6] Manajemen Hunian Vertikal

Dalam dokumen arsitektur - perumahan (Halaman 111-120)