• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR BOX

3.2 Fiskal

3.1.3 Arah Kebijakan dan Strategi

Tahun 2022 akan menjadi tahun kunci bagi pemulihan ekonomi dan akselerasi pertumbuhan ekonomi untuk mencapai sasaran jangka menengah-panjang. Sejalan dengan tema Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2022 yaitu “Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural”, fokus pembangunan diarahkan untuk melanjutkan pemulihan ekonomi dengan didukung oleh reformasi struktural. Reformasi struktural dilakukan untuk mendukung atau menciptakan ekosistem yang kondusif melalui reformasi iklim investasi, reformasi kelembagaan dan tata kelola, serta reformasi peningkatan kualitas SDM dan perlindungan sosial.

Adapun strategi pemulihan dan reformasi struktural tahun 2022 mencakup (1) pemulihan daya beli masyarakat dan dunia usaha melalui pengendalian pandemi COVID-19 yang baik, pemberian bantuan untuk pemulihan dunia usaha, dan bantuan sosial untuk menjaga daya beli rumah tangga, percepatan pembangunan infrastruktur padat karya, dan program khusus yang dapat mendorong peningkatan agregat; (2) diversifikasi ekonomi melalui peningkatan kontribusi industri pengolahan, pengembangan produk pertanian, serta perluasan, pemerataan, dan peningkatan kualitas infrastruktur dan layanan digital; dan (3) reformasi struktural dalam rangka memperbaiki iklim investasi melalui kepastian implementasi UU No.11/2020 tentang Cipta Kerja, keberlanjutan pembangunan infrastruktur yang tertunda, serta reformasi kelembagaan dan tata kelola.

pusat yang mencapai Rp2.000,70 triliun atau 11,79 persen PDB, dan realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) mencapai Rp785,71 triliun atau sebesar 4,63 persen PDB.

Dengan realisasi pendapatan dan belanja negara tersebut, realisasi defisit APBN tahun 2021 mencapai Rp775,06 triliun atau sebesar 4,57 persen PDB. Realisasi defisit APBN tersebut menunjukkan kinerja lebih baik dari target APBN 2021 sebesar Rp1.006,38 triliun atau sebesar 5,70 persen PDB. Selanjutnya, realisasi pembiayaan anggaran di tahun 2021 mencapai Rp871,72 triliun, utamanya berasal dari pembiayaan utang sebesar Rp870,54 triliun. Perkembangan realisasi APBN di tahun 2021 dapat dilihat dalam Tabel 3.3.

Tabel 3.3

Perkembangan Realisasi APBN Tahun 2020–2022

Uraian Satuan 2020

(Audited) 2021 (Audited)

Semester I (s.d. Juni)

2021 2022

A. Pendapatan negara Rp triliun 1.647,78 2.011,35 886,89 1.317,19 I. Penerimaan perpajakan Rp triliun 1.285,14 1.547,84 679,99 1.035,91

II. PNBP Rp triliun 343,81 458,49 206,88 280,99

B. Belanja negara Rp triliun 2.595,48 2.786,41 1.170,13 1.243,60 I. Belanja pusat Rp triliun 1.832,95 2.000,70 796,27 876,47

II. TKDD Rp triliun 762,53 785,71 373,86 367,13

C. Keseimbangan primer Rp triliun -633,61 -431,57 -116,35 259,67 D. Surplus/(defisit) anggaran

(A-B) Rp triliun -947,70 -775,06 -283,24 73,59

Surplus/(defisit) anggaran (A-B) % PDB -6,14 -4,57 -1,72 0,39 E.Pembiayaan anggaran Rp triliun 1.193,29 871,72 419,16 153,53 Sisa lebih perhitungan

anggaran Rp triliun 245,59 96,66 135,92 227,13

Sumber: LKPP Audited, Realisasi APBN KiTA, dan Laporan Pemerintah tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Semester Pertama Tahun Anggaran, 2022 diolah.

Selanjutnya, APBN tahun 2022 diarahkan untuk mendukung pemulihan ekonomi dan penguatan reformasi struktural yang sejalan dengan tema RKP tahun 2022. Secara umum, pelaksanaan APBN pada semester I-2022 (data hingga Juni) menunjukkan perbaikan kinerja dibandingkan tahun 2021. Realisasi APBN 2022 hingga periode Juni, menunjukkan bahwa pendapatan negara tercatat sebesar Rp1.317,19 triliun 58,12 persen dari target Perpres No. 98/2022 tentang Perubahan atas Perpres No. 104/2021 tentang Rincian APBN 2022, meningkat signifikan sebesar 48,52 persen (yoy) dibandingkan realisasi periode Juni 2021 yang mencapai sebesar Rp886,89 triliun.

Dari sisi komponennya, penerimaan perpajakan terealisasi sebesar Rp1.035,91 triliun, meningkat sebesar 58,07 persen (yoy) dibandingkan realisasi Juni 2021 yaitu sebesar Rp679,99 triliun. Peningkatan tersebut terutama dipengaruhi tren harga komoditas yang meningkat signifikan dan berpengaruh terhadap capaian penerimaan negara, serta implementasi Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang juga berkontribusi pada peningkatan penerimaan perpajakan hingga Juni 2022. Sementara itu, PNBP hingga Juni 2022 terealisasi sebesar Rp280,99 triliun (mencapai 58,34 persen dari target Perpres No. 98/2022), di mana meningkat sebesar 35,82 persen (yoy) dibandingkan realisasi PNBP di periode Juni 2021.

Dari sisi belanja negara, realisasinya hingga Juni 2022 tercatat sebesar Rp1.243,60 triliun (40,03 persen dari target Perpres No. 98/2022), lebih tinggi sebesar 6,27 persen (yoy) dibandingkan realisasi Januari hingga Juni 2021 sebesar Rp1.170,13 triliun. Dari sisi komponennya, belanja pemerintah pusat terealisasi sebesar Rp876,47 triliun (38,08 persen dari target Perpres No. 98/2022), lebih tinggi sebesar 10,07 persen (yoy) dibandingkan realisasi Januari hingga Juni 2021 sebesar Rp796,27 triliun. Sementara itu, TKDD terealisasi sebesar Rp367,13 triliun (45,62 persen dari target Perpres No.

98/2022), lebih rendah sebesar 1,81 persen (yoy) dibandingkan realisasi Januari hingga Juni 2021 sebesar Rp373,86 triliun.

Dengan realisasi pendapatan dan belanja negara tersebut, realisasi APBN hingga Juni 2022 berada dalam kondisi surplus, yaitu mencapai sebesar Rp73,59 triliun atau 0,39 persen PDB. Selanjutnya, realisasi pembiayaan anggaran hingga akhir Juni 2022 mencapai sebesar Rp153,53 triliun (18,27 persen dari target Perpres No. 98/2022).

Surplus APBN berdampak pada penurunan kebutuhan pembiayaan utang, di mana hingga Juni 2022 realisasinya sebesar Rp191,86 triliun, turun 56,69 persen dibanding periode yang sama tahun 2021 sebesar Rp443,00 triliun.

3.2.2 Permasalahan dan Kendala

Tantangan pembangunan yang perlu diantisipasi dan direspons secara tepat di tahun 2022 yaitu tantangan ekonomi global dan ekonomi domestik. Dari sisi global, terdapat beberapa tantangan di antaranya ketegangan Rusia dan Ukraina yang memberikan tekanan negatif pada perekonomian, khususnya volatilitas pada pasar keuangan, dan arus perdagangan global. Sementara itu dari sisi domestik, terdapat tantangan di antaranya (1) dunia usaha yang belum sepenuhnya pulih karena dampak pandemi COVID-19, (2) ketidakseimbangan pemulihan antarprovinsi maupun antarsubsektor yang berpotensi menghambat akselerasi pertumbuhan ekonomi, serta (3) risiko pengetatan likuiditas domestik.

Selanjutnya, terdapat beberapa permasalahan terkait pengelolaan fiskal yaitu (1) dari sisi penerimaan negara, tantangan yang ada antara lain (a) perlambatan ekonomi yang dapat berisiko menurunkan basis penerimaan negara; (b) tekanan pada basis pajak khususnya pajak terkait korporasi seperti PPh Pasal 22/23, sehingga secara signifikan mengoreksi penerimaan perpajakan; (c) dominasi sektor komoditas dan kebutuhan insentif perpajakan; serta (d) belum optimalnya mobilisasi PNBP.

Kemudian (2) dari sisi belanja negara, tantangan yang ada antara lain (a) pelaksanaan anggaran (budget execution risk) agar optimal dan efektif mendorong sasaran pembangunan dan (b) keterbatasan ruang belanja negara yang disebabkan (i) pemenuhan belanja negara yang sifatnya wajib (mandatory spending); (ii) kebutuhan belanja negara masih sangat tinggi dalam rangka melakukan transformasi ekonomi pascapandemi COVID-19; (iii) kebutuhan besaran belanja subsidi, baik energi maupun non-energi dalam rangka mendorong perekonomian, termasuk mendukung green economy; serta (iv) mengoptimalkan TKDD, untuk mendorong perekonomian dan fiskal daerah.

Berikutnya (3), dari sisi pembiayaan anggaran, tantangan yang dihadapi ialah (a) optimalisasi pengelolaan utang sebagai instrumen untuk countercyclical, secara prudent dan sustainable; (b) optimalisasi efektivitas pembiayaan investasi antara lain pemberian PMN ke BUMN; dan (c) optimalisasi inovasi pembiayaan.

3.2.3 Arah Kebijakan dan Strategi

Dengan mempertimbangkan permasalahan dan kendala yang dihadapi, pemerintah akan fokus pada upaya pelaksanaan konsolidasi fiskal yang akomodatif, melalui pelaksanaan reformasi fiskal yang komprehensif melalui arah kebijakan dan strategi sebagai berikut (1) dari sisi penerimaan negara, pelaksanaan reformasi fiskal dilaksanakan melalui (a) pelaksanaan reformasi kebijakan dan administrasi perpajakan untuk mendukung transformasi ekonomi dengan (i) penguatan reformasi perpajakan pascaUndang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), dengan tetap menjaga iklim investasi dan keberlanjutan dunia usaha; (ii) perluasan basis perpajakan, cakupan Barang Kena Cukai (BKC), dan peningkatan dan penyederhanaan struktur tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT); dan (iii) pemberian insentif fiskal secara terukur untuk kegiatan ekonomi strategis. Selanjutnya (b) pelaksanaan optimalisasi PNBP di antaranya mencakup optimalisasi PNBP SDA, pemanfaatan pengelolaan aset BMN, optimalisasi penerimaan dividen dari BUMN dan penguatan tata kelola PNBP.

Kemudian (2) dari sisi belanja negara, pelaksanaan reformasi fiskal dilaksanakan dengan (a) merekonstruksi belanja agar lebih efisien dan produktif, yang dilaksanakan melalui (i) penerapan zero based budgeting melalui peningkatan efisiensi belanja operasional, fokus terhadap program prioritas, serta mengawal pelaksanaan anggaran berbasis hasil (result based); (ii) penajaman belanja barang, penguatan belanja modal, reformasi belanja pegawai serta efektivitas belanja bansos dan subsidi; (iii) penguatan kualitas desentralisasi fiskal (layanan publik, kesejahteraan, pengurangan kesenjangan dan peningkatan kapasitas fiskal daerah) selain itu memperhatikan aspek ketuntasan pada tahun 2024; serta (iv) pelaksanaan strategi mitigasi risiko yang lebih solid (automatic stabilizer). Serta dengan (b) mengarahkan belanja negara untuk memberi dukungan pada upaya transformasi ekonomi dengan fokus kebijakan pada digitalisasi, ekonomi hijau serta proses pemindahan/pembangunan IKN.

Selanjutnya (3) dari sisi pembiayaan anggaran, pelaksanaan reformasi fiskal dilaksanakan melalui (a) pengendalian utang secara lebih solid; (b) Inovasi

pembiayaan melalui penguatan peran Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), Sovereign Wealth Fund (SWF), dan Special Mission Vehicle (SMV); (c) pengelolaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang efisien dan handal; serta (d) penguatan efektivitas pembiayaan investasi, di mana pembiayaan investasi harus berkontribusi terhadap perekonomian, makrofiskal, korporasi, dan pencapaian target pembangunan.