• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR BOX

4.4 Sektor Unggulan

dalam memberikan percepatan pelayanan pemberian fasilitas fiskal, nonfiskal dan perizinan bagi pelaku usaha dan badan usaha di KEK; dan (4) membangun dan meningkatkan kapasitas kelembagaan KEK sebagaimana diamanatkan pada UU No.

11/2020 tentang Cipta Kerja dan PP No. 40/2021 tentang Penyelenggaraan KEK khususnya peningkatan kapasitas dan profesionalisme administrator dan Sekretariat Jenderal Dewan Nasional KEK. Secara umum, UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja tidak hanya meningkatkan tata kelola kelembagaan di kawasan strategis, tetapi juga membuka potensi dalam meningkatkan potensi kapabilitas bisnis tenant pada KEK/KI melalui fokus peningkatan iklim usaha dan iklim investasi, serta perbaikan iklim ketenagakerjaan.

Tabel 4.4

Realisasi Pertumbuhan PDRB (persen, yoy) Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Tahun 2019-2022

No Wilayah Satuan 2019 2020 2021 Semester I 2021 2022

1 Papua % 0,92 -1,17 1,43 0,47 0,86

2 Maluku % 4,80 1,56 1,25 1,00 3,51

3 Sulawesi % 3,68 -0,31 4,31 3,01 3,42

4 Kalimantan % 5,06 0,37 2,13 2,23 0,06

5 Nusa Tenggara % 2,43 0,24 2,90 3,60 2,55

6 Jawa-Bali % 1,76 1,79 1,24 1,83 2,60

7 Sumatera % 3,58 2,38 2,75 2,40 2,82

Sumber: BPS, 2022 diolah.

Meningkatnya kinerja sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan di Jawa-Bali, Sulawesi, Maluku, dan Papua didukung oleh meningkatnya produksi tanaman pangan serta perikanan, dan khusus di Sumatera didukung oleh meningkatnya produksi tanaman perkebunan. Selain itu, peningkatan tersebut juga dikarenakan membaiknya permintaan domestik terhadap kebutuhan pangan, serta mulai meningkatnya daya beli masyarakat pada era kenormalan baru. Melambatnya kinerja sektor unggulan di Wilayah Kalimantan disebabkan karena komoditas ekspor khususnya kelapa sawit dan karet sangat bergantung pada permintaan ekspor dan tingginya fluktuatif harga komoditas dunia. Sementara itu, untuk kinerja sektor unggulan Wilayah Nusa Tenggara melambat, namun masih tumbuh positif. Untuk prospek ke depannya, dengan era kenormalan baru diperkirakan kinerja dari sektor unggulan akan mengalami peningkatan seiring dengan membaiknya kenaikan harga komoditas dan meningkatnya permintaan terhadap produk turunan dari komoditas tersebut.

4.4.2 Permasalahan dan Kendala

Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan komoditas unggulan cukup bervariasi antarkomoditas. Permasalahan utama pada komoditas ekspor (kelapa sawit dan karet) di era kenormalan baru pemulihan ekonomi yaitu komoditas masih bergantung pada harga pasar dunia dan tingkat permintaan dari luar negeri.

Sementara untuk komoditas pangan, permasalahan utama masih terkendala pada belum stabilnya tingkat daya beli masyarakat yang berpengaruh terhadap rendahnya permintaan komoditas pangan dan lainnya secara domestik.

Dari sisi produksi, khususnya untuk komoditas tanaman perkebunan masih mengalami perlambatan pertumbuhan salah satunya diakibatkan belum berproduksi tanaman hasil peremajaan (replanting). Selain itu, kinerja dari sektor unggulan sangat dipengaruhi iklim dan waktu musim tanam. Kondisi iklim yang kurang menguntungkan yaitu intensitas curah hujan yang tinggi dapat mengakibatkan

penurunan kuantitas dan kualitas panen khususnya pada komoditas hortikultura seperti cabai dan bawang merah khususnya di wilayah-wilayah yang merupakan basis komoditas hortikultura seperti Wilayah Jawa-Bali. Sementara itu, adanya cuaca buruk La Nina menjadi hambatan dalam peningkatan produksi di sektor perikanan dan kelautan, serta terhambatnya sistem distribusi hasil produksi di beberapa wilayah kepulauan yang tergantung pada transportasi laut. Selain itu, terbatasnya sistem transportasi angkutan dari sentra produksi untuk mendukung distribusi hasil panen, akan berdampak terhadap hasil panen yang tidak dapat dipasarkan serta risiko kerugian ekonomi di tingkat produsen/petani yang semakin besar.

Dari sisi industri, pengembangan komoditas unggulan di Wilayah Sumatera dan Kalimantan yang merupakan penghasil terbesar komoditas perkebunan utama seperti kelapa sawit, karet, komoditas tambang batu bara, dan penghasil utama sumber energi migas. Namun pengembangan hilirisasi industri dari komoditas tersebut relatif belum berkembang secara optimal dan hilirisasi industri masih terpusat di Wilayah Jawa. Sementara komoditas yang diekspor ke luar negeri sebagian besar masih dalam bentuk bahan mentah atau setengah jadi. Berdasarkan hal tersebut, terindikasi bahwa rantai nilai (value chain) di Wilayah Sumatera dan Kalimantan belum dapat memberikan dampak yang optimal.

Sementara itu, perkembangan sektor pertanian dan perikanan di Wilayah Indonesia bagian timur menghadapi berbagai tantangan, antara lain (1) masih rendahnya investasi pembangunan di bidang pertanian dan perikanan; (2) masih rendahnya kapasitas serta ketersediaan SDM; (3) masih terbatasnya infrastruktur pendukung antara lain ketersediaan jaringan irigasi untuk pertanian serta pergudangan pelabuhan, kebutuhan energi untuk pengembangan sektor perikanan dan kelautan;

(4) masih rendahnya ketersediaan pupuk dan bibit secara tepat waktu pada saat musim tanam; serta (5) masih rendahnya tingkat adopsi teknologi pertanian.

4.4.3 Arah Kebijakan dan Strategi

Kebijakan pengembangan sektor unggulan diarahkan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas komoditas unggulan, dan mengembangkan hilirisasi industri berbasis komoditas, terutama di luar Wilayah Jawa-Bali. Strategi untuk mendukung arah kebijakan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas komoditas unggulan mencakup (1) meningkatkan penggunaan bibit unggul dan pupuk yang berkualitas serta tepat waktu saat musim tanam, khususnya di KTI; (2) mendorong adanya konsolidasi petani perkebunan untuk memenuhi luasan minimal lahan dan luasan minimal lahan petani tanaman pangan supaya memenuhi kelayakan ekonomi; (3) meningkatkan akses permodalan petani; (4) mengembangkan sentra produksi kawasan berbasis komoditas unggulan; (5) penataan kelembagaan kelompok usaha dan penyediaan tenaga penyuluh yang berkualitas dan memadai; dan (6) penyediaan alat mesin pertanian terutama untuk pengembangan sektor pertanian di KTI dan kawasan strategis pertanian. Sementara strategi untuk arah kebijakan mengembangkan hilirisasi industri berbasis komoditas unggulan mencakup (1) meningkatkan inovasi dan nilai tambah hasil pengolahan komoditas unggulan; (2)

diversifikasi produk turunan dari komoditas unggulan; (3) mengembangkan usaha dan sarana prasarana pengolahan serta pemasaran produk komoditas unggulan; (4) meningkatkan ketersediaan jaringan infrastruktur yang dapat menghubungkan kawasan-kawasan sentra produksi dengan kawasan pusat industri pengolahan dan pemasaran; (5) menjaga stabilitas harga komoditas yang didukung dengan pengenalan teknologi komunikasi dan informasi bagi para petani pekebun untuk meningkatkan akses kepada pasar dan harga yang lebih baik; (6) meningkatkan promosi dan investasi untuk pengembangan sektor unggulan; dan (7) melakukan upaya tata kelola industri komoditas unggulan.