DAFTAR BOX
5.4 Pendidikan
pendampingan program bantuan sosial; (7) pengembangan mekanisme graduasi terintegrasi dan berkelanjutan untuk program-program bantuan sosial.
Pada strategi peningkatan pendapatan kelompok miskin dan rentan dilaksanakan melalui penyelenggaraan akselerasi kemandirian ekonomi, antara lain melalui (1) pendampingan usaha dan peningkatan kualitas produksi usaha mikro dan ultra mikro untuk menciptakan pasar yang berkelanjutan melalui kerjasama Keperantaraan Pasar dan Kemitraan serta kolaborasi Program Kewirausahaan Sosial dan Rehabilitasi Sosial dengan Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT); (2) penguatan ekonomi keluarga; (3) penyediaan sumber dan aksesibilitas TORA dan Perhutanan Sosial dengan didukung peningkatan kapasitas pelaksana program di tingkat daerah; dan (4) penyediaan akses permodalan usaha dengan bunga rendah, keperantaraan usaha, dan kemitraan.
Sejalan dengan upaya pengentasan kemiskinan ekstrem menuju nol persen pada tahun 2024, pemerintah sedang menyusun Peraturan Presiden tentang Reformasi Sistem Perlindungan Sosial. Reformasi sistem perlindungan sosial difokuskan pada penyempurnaan penyelenggaraan program bantuan dan jaminan sosial yang lebih akurat, terintegrasi, dan adaptif. Selain itu, pemerintah juga sedang menyusun Pedoman Kemiskinan Ekstrem untuk memberikan panduan kepada K/L dan pemerintah daerah dalam merancang dan melaksanakan kebijakan kolaboratif.
Tabel 5.5
Capaian Pembangunan Bidang Pendidikan Tahun 2019-2022
Uraian Satuan 2019 2020 2021
Realisasi Semester I 2021 2022a) Rata-rata lama sekolah penduduk
usia 15 tahun ke atase) tahun 8,75 8,90 8,97 8,97 9,13 Harapan lama sekolahe) tahun 12,95 12,98 13,08 13,08 13,57 Tingkat penyelesaian pendidikane)
SD/MI/Sederajat % 95,48 96,00 97,37 97,37 97,93
SMP/MTs/Sederajat % 85,23 87,89 88,88 88,88 90,54 SMA/SMK/MA/Sederajat % 58,33 63,95 65,94 65,94 69,08 Angka Partisipasi Kasar
Pendidikan Tinggi (PT)e) % 30,28 30,85 31,19 31,19 31,52 Persentase anak kelas 1
SD/MI/SDLB yang pernah mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini
% 63,30 62,48 61,93 61,93 69,63
Rasio Angka Partisipasi Kasar (APK) 20 persen termiskin dan 20 persen terkaya
SMA/SMK/MA/Sederajat rasio 0,77 0,77 0,76 0,76 0,81 Pendidikan Tinggi rasio 0,18 0,28 0,29 0,29 0,30b) Proporsi anak di atas batas
kompetensi minimal dalam asesmen kompetensi
Literasi % 53,20c) 43,00d) 52,54d) 52,54d) 59,20 Numerasi % 22,90c) 22,90d) 32,29d) 32,29d) 28,30 Sumber: 1) BPS dan 2) Kemdikbudristek.
Keterangan: a) Angka target pada RKP 2022; b) Angka target 2022 sebagaimana disesuaikan pada Rancangan RKP 2023; c) Angka capaian AKSI, 2016; d) Angka capaian Asesmen Nasional 2020-2021, Kemdikbudristek; e) Susenas, BPS.
Kinerja pembangunan pendidikan yang relatif baik, juga ditunjukkan oleh semakin meningkatnya partisipasi pendidikan di setiap kelompok ekonomi. Rasio Angka Partisipasi Kasar (APK) 20 persen penduduk termiskin dan 20 persen penduduk terkaya untuk jenjang SMA/SMK/MA/Sederajat pada tahun 2021 menurun menjadi 0,76 dibandingkan kondisi pada tahun 2020 yang sebesar 0,77. Meski terjadi penurunan capaian rasio APK 20 persen penduduk termiskin dan 20 persen penduduk terkaya, namun peningkatan APK SMA/SMK/MA/Sederajat pada kelompok 20 persen termiskin dapat dikatakan relatif baik. Gambar 5.4 menggambarkan peningkatan sebesar 1,86 persen pada APK SMA/SMK/MA/Sederajat penduduk pada kuintil 1 pada kurun tahun 2020-2021.
Gambar 5.4
Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA/SMK/MA/Sederajat Menurut Kelompok Pengeluaran Tahun 2019-2021
Sumber: BPS, 2019-2021.
Pada jenjang pendidikan tinggi, Angka Partisipasi Kasar (APK) pada tahun 2021 mencapai 31,19 persen, meningkat dari capaian tahun 2020 sebesar 30,85 persen. Dari sisi pemerataan akses pendidikan penduduk antarkelompok ekonomi, pemerintah juga telah berhasil meningkatkan rasio APK antara penduduk dari kelompok 20 persen termiskin dan dari kelompok 20 persen terkaya pada jenjang pendidikan tinggi, dari semula 0,28 pada tahun 2020 menjadi 0,29 pada tahun 2021. Peningkatan ini mencerminkan adanya penurunan kesenjangan partisipasi pendidikan antara penduduk pada kelompok pengeluaran 20 persen termiskin dan penduduk pada kelompok pengeluaran 20 persen terkaya, yakni dari 40,74 persen pada tahun 2020 menjadi 39,71 persen pada tahun 2021 (Gambar 5.5). Hal ini menandakan layanan pendidikan tinggi telah menuju ke arah yang lebih inklusif dan merata.
Gambar 5.5
Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan Tinggi Menurut Kelompok Pengeluaran Tahun 2019-2021
Sumber: BPS, 2019-2021.
71,3580,4185,6989,53 92,72 71,3580,8787,3090,3192,96 73,2180,2186,6590,7396,74
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00
2019 2020 2021
Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5
11,44 16,34 21,88 29,83 16,13 19,31 24,27 30,23 15,96 19,86 24,98 32,27 62,14
56,87 55,67
- 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00
2019 2020 2021
Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5
40,7 39,71
Capaian rasio APK 20 persen penduduk termiskin dan 20 persen penduduk terkaya tidak terlepas dari upaya pemerintah dalam mengambil langkah melalui Program Indonesia Pintar (PIP) antara lain dengan memberikan bantuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah kepada peserta didik yang berasal dari keluarga dengan ekonomi kurang mampu, bantuan pendidikan untuk siswa melalui Program Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM) Papua dan Papua Barat, daerah 3T, wilayah perbatasan dan afirmasi, serta dukungan sarana dan prasarana pendidikan melalui transfer daerah. Untuk memastikan pembiayaan layanan pendidikan yang terjangkau, pemerintah juga telah mengalokasikan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA, serta Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan pendidikan kesetaraan sesuai karakteristik daerah dan kebutuhan satuan pendidikan. Selain itu, capaian kinerja pembangunan pendidikan juga didorong melalui partisipasi pemerintah daerah dalam meningkatkan layanan pendidikan melalui APBD, terutama dalam pemenuhan Standar Pelayanan Minimum (SPM) Bidang Pendidikan.
Pada jenjang pendidikan tinggi, pemerintah menyelenggarakan program Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah mulai tahun 2020 yang sebelumnya merupakan beasiswa Bidikmisi serta memberikan bantuan Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADIk). Total anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk program KIP Kuliah di perguruan tinggi umum maupun perguruan tinggi keagamaan pada tahun 2021 mencapai Rp9,78 triliun dan telah diberikan kepada 1.194.962 mahasiswa yang tidak mampu secara ekonomi namun memiliki potensi akademik baik. Di samping itu, beasiswa ADIk pada tahun 2021 telah diberikan kepada 6.595 mahasiswa dengan anggaran Rp100,06 miliar. Dalam prosesnya, pandemi COVID-19 juga telah mendorong pemerintah melakukan penyesuaian kebijakan KIP Kuliah untuk mendukung mahasiswa memperoleh hak layanan pendidikan secara optimal.
5.4.2 Permasalahan dan Kendala
Permasalahan dan kendala utama dalam bidang pendidikan antara lain (1) kesenjangan partisipasi pendidikan antarwilayah dan antarkelompok pendapatan masih cukup besar; (2) masih terdapat anak usia sekolah yang tidak bersekolah; (3) relevansi pendidikan menengah dan tinggi dengan kebutuhan pasar kerja masih perlu ditingkatkan; (4) daya saing pendidikan tinggi yang belum optimal dalam menghadapi tantangan dan persaingan global; serta (5) kualitas pendidikan yang masih perlu ditingkatkan dari sisi kualifikasi dan kompetensi pendidik maupun pengembangan kurikulum.
Selain permasalahan secara umum, pandemi COVID-19 juga menyisakan permasalahan baik sisi akses maupun kualitas, antara lain (1) peningkatan angka putus sekolah; (2) learning loss yang diperkirakan akan mengakibatkan penurunan skor Programme for International Student Assessment (PISA) ke titik terendah dalam 2 dekade terakhir; (3) keterbatasan kegiatan riset, dan praktikum bagi mahasiswa dan dosen; serta (4) kesenjangan sarana, prasarana, teknologi pendidikan, kesiapan
5.4.3 Arah Kebijakan dan Strategi
Arah pembangunan pendidikan dalam rangka meningkatkan pemerataan layanan pendidikan berkualitas yang dilaksanakan melalui (1) afirmasi pemerataan akses pendidikan dan percepatan pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun dilakukan melalui penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, penyediaan bantuan pendidikan, penanganan dan pengembalian anak tidak sekolah, serta penguatan layanan satu tahun prasekolah; (2) peningkatan kualitas pengajaran dan pembelajaran melalui (a) penerapan kurikulum dan metode pembelajaran inovatif yang mengasah kemampuan berpikir tingkat tinggi/High Order Thinking Skills (HOTS), (b) optimalisasi kualitas penilaian hasil belajar melalui Asesmen Nasional, (c) peningkatan pemanfaatan TIK dalam pendidikan, (d) penerapan kurikulum dan pola pembelajaran inovatif, (e) pengintegrasian softskill dalam pembelajaran, dan (f) penguatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan; (3) peningkatan kualitas kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan diperkuat dengan (a) pemenuhan standar dan kualifikasi D4/S1, (b) revitalisasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), Pendidikan Profesi Guru (PPG) dan pengembangan keprofesian guru. Aspek pemenuhan, pengelolaan dan distribusi pendidik dan tenaga kependidikan dioptimalkan dengan berbasis pada asesmen kebutuhan dengan melanjutkan kebijakan rekrutmen guru PPPK serta peningkatan kesejahteraan berbasis kinerja; (4) penjaminan kualitas dan mutu pendidikan terus dilakukan melalui pengawasan dan penguatan pada aspek akselerasi kapasitas akreditasi satuan pendidikan di seluruh jenjang dan program studi di perguruan tinggi, serta perluasan budaya mutu pendidikan; (5) peningkatan tata kelola pendidikan dilakukan melalui (a) pemenuhan SPM, (b) perluasan implementasi PAUD-HI, (c) penguatan strategi pembiayaan pendidikan pada berbagai sumber pendanaan (belanja K/L, transfer ke daerah dan dana desa, APBD, dan partisipasi masyarakat), serta (d) penguatan sinkronisasi data pokok pendidikan dengan data lintas sektor yang berkaitan; (6) penguatan pendidikan tinggi berkualitas melalui (a) peningkatan dan penguatan kolaborasi antara perguruan tinggi dengan dunia usaha–
dunia industri baik dalam maupun luar negeri untuk pengembangan riset inovatif, (b) pembangunan dan penguatan perguruan tinggi di luar Pulau Jawa, (c) penguatan pembinaan dan pengembangan perguruan tinggi swasta, (d) penguatan otonomi perguruan tinggi, (e) peningkatan kualitas lulusan melalui pengembangan program studi adaptif dan desain kurikulum pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja di masa depan, pemberian hak belajar tiga semester di luar program studi dan/atau kampus, (f) pengembangan program kewirausahaan dan pemberdayaan masyarakat; serta (g) perluasan dan optimalisasi pemanfaatan program beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) untuk pelaksanaan kegiatan magang dan studi independen bersertifikat, mobilitas mahasiswa internasional, pertukaran mahasiswa lingkup internasional, dan program Kampus Mengajar.
5.5 Kesehatan dan Gizi Masyarakat