• Tidak ada hasil yang ditemukan

Feminitas Ilah

Dalam dokumen Singa betina bangkit (LISA BEVERE) (Halaman 103-106)

Ketika saya menulis buku ini saya lihat di Amazon buku saya diapit oleh dua judul buku lain. Kedua buku tersebut dikarang oleh mereka yang menyokong teologi “feminitas ilahi”, sebuah kepercayaan dalam ketuhanan perempuan atau dewi yang mengaktualisasikan diri. Saya mendengar Allah berbisik, Beli buku yang di sebelah kiri dan kanan bukumu, dan temukan bagaimana kita ketinggalan suara-­suara mereka. Saya membuka halaman buku dan membaca catatan dan pertanyaan di sana. Saya merasakan penderitaan yang mendalam dan kesedihan dalam tulisan itu. Mereka adalah dua perempuan yang kuat dan berpengaruh dan telah sangat terluka dan kecewa karena gereja. Saya sedih karena geraja kehilangan kecemerlangan mereka.

Mengapa mereka merasa tidak mempunyai pilihan selain membangkitkan penyembahan dewi di luar rumah Allah?

Apakah pertanyaan-­pertanyaan mereka begitu tajam atau mereka menantang status quo? Apakah intelektual mereka begitu tampak benderang sehingga mereka mengancam para pemimpin gereja?

6XGDKNDKVXDUDPHUHNDGLEXQJNDPVXDUDQ\DGLJHUHMDNDUHQDGHÀQLVL

yang berlebihan dari kata tunduk atau sebuah kurangnya representasi dari penebusan?

Saya tak ragu bahwa perempuan-­perempuan ini menakutkan bagi laki-­laki dan perempuan karena pertanyaan-­pertanyaan mereka.

Barangkali Anda belum pernah mengalami temuan dan kekecewaan yang mereka alami. Tetapi saya pernah. Namun saya tahu saya tak sendirian. Saya menerima surat, email, dan pertanyaan-­pertanyaan yang mengulang-­ulang tema “Katakan lagi mengapa saya berharga sebagai anak perempuan Yang Mahatinggi.”

Berikut adalah petikan yang diambil dari buku Sue Monk Kidd,

sebuah jendela tentang pengalaman anak-­anak perempuan gereja injili. “Perempuan yang pertama berbuat dosa dan orang kedua yang diciptakan,” kata laki-­laki itu. Lalu laki-­laki itu terus berbicara tentang Hawa, bagaimana dia diciptakan demi keuntungan laki-­laki, bahwa dia tak bernilai karena dia tidak taat kepada Allah dan menawarkan Adam buah terlarang …

Hati saya mengerut. Jika saya bisa menuliskan perasaan saya dalam bentuk kata-­kata, saya akan berkata begini, “Allah, teganya Kau melakukan ini?”2

Lalu pengarang itu meneruskan dengan berbagi pergumulannya sekian waktu untuk berdamai dengan persepsinya tentang Allah menurut pandangan gereja. Saya setuju. Allah tak pernah membuat generalisasi dan tak berpengharapan tentang satu pun dari kita, laki-­ laki dan perempuan.

Jika kita mengatakan bahwa perempuan seharusnya tidak mempunyai kesempatan menjadi pemimpin karena Hawa dan anak-­ anaknya mudah dikibuli, kita harus membanting pintu sekerasnya di depan wajah Adam dan anak-­anak lelakinya. Dia sendiri tahu dia berdosa dan mengkhianati kepercayaan Allah kepadanya.

Hal yang berlawanan dari pelanggaran Adam dan Hawa mungkin dapat disamakan dengan perbedaan antara kejahatan kriminal langsung dan pembunuhan berencana. Hawa tidak ada yang menjaga;; sementara Adam tahu sepenuhnya apa yang tergantung dalam keseimbangan di pohon itu.

Jika Anda berdosa tanpa tahu apa yang sedang dikerjakan, Allah akan mempertimbangkannya. Tetapi jika Anda mengetahui apa yang dikerjakan itu dosa, cerita itu berbeda seluruhnya. (Roma 2:12)

Dunia agama macam apa yang kita buat untuk kita sendiri bila perempuan pintar yang mencari kebenaran tak mendapat jawaban di dalam gerbang kita sendiri? Jika kita tidak melangkah ke gambar buku dan menemukan jawaban-­jawaban, apa yang akan terjadi dengan anak-­anak kita jika mereka berani mengajukan pertanyaan-­pertanyaan serupa?

Allah menolong laki-­laki jika perempuan meneruskan bagian ini! Laki-­laki tak tumbuh dengan sehat dan kuat melewati bungkamnya suara perempuan. Laki-­laki tumbuh lebih kuat dengan tambahan dari suara-­suara perempuan karena pertanyaan-­pertanyaan anak perempuan akan meningkatkan laki-­laki menjadi lebih tinggi, lebih bebas. Perspektif perempuan melembutkan dan memperhalus laki-­ laki, seperti ketika mereka menciptakan lingkungan bagi perempuan agar berkembang.

6DDW VD\D PHPEDFD DUWLNHODUWLNHO SHQJDUDQJ ÀORVRÀ IHPLQLWDV

ilahi ini, tak satu pun pertanyaan mereka menangkap perhatian saya. Mereka hanya mendapat jawaban-­jawaban kosong dan kenyataan itu menyedihkan hati saya.

Saya merasa seolah-­olah satu lautan air mata perempuan memisahkan kami. Saya memandang mereka di pantai yang jauh di sana dan saya merasa sedih. Perempuan-­perempuan ini menyebut diri mereka para pemberontak dan dewi-­dewi. Saya lebih suka menyebut mereka teman dan anak-­anak perempuan dari Yang Mahatinggi. Tuntutan mereka masih nyaring terdengar di telinga saya seiring saya menemukan banyak kebenaran dalam keluhan mereka daripada jawaban mereka.

Pada halaman-­halaman lain yang menyentuh, saya menemukan banyak cerita sedih. Salah satunya cacatan seorang genekolog yang berulang kali memberi kesaksian bahwa para ibu Amerika meminta maaf kepada suami-­suami mereka karena melahirkan bayi-­bayi perempuan. Sebagai ibu dari empat anak laki-­laki, gagasan ini tak pernah terpikir oleh saya. Saya menikmati kekayaan dari seorang suami yang mencintai perempuan. Meski dia merayakan lahirnya setiap anak laki-­laki kami, dia berharap anak perempuan. Saya menceritakan kisah ini kepada suami saya, dan dia terkejut. Jika kami mendapat kesempatan menyambut anak perempuan dalam keluarga kami, kami akan menyebarkan betapa dia dicintai dan telah dirindukan selama ini! Karena tidak menemukan jawaban, nilai atau ruang agar mereka dapat memberi kontribusi melalui dinding-­dinding keagamaan, anak-­ anak perempuan ini mendirikan dunia penyembahan di luar dari apa yang mereka lihat sebagai tirani sistem partriarkhal. Mereka pindah ke rumah kayu di pantai di mana mereka menemukan dunia yang lebih baik, lebih ramah terhadap konsep ratu ilahi.

Saya tidak memilih baik ratu dan raja agama yang marah. Saya memilih Pencipta kita, Allah yang Mahatinggi.

Dalam dokumen Singa betina bangkit (LISA BEVERE) (Halaman 103-106)