• Tidak ada hasil yang ditemukan

Membangkitkan Sesuatu Yang Tak Dapat Ditahan

Dalam dokumen Singa betina bangkit (LISA BEVERE) (Halaman 36-40)

Saya beruntung sekali mendapat kesempatan istimewa melakukan perjalanan ke beberapa negara di Asia Tenggara dan India sebagai partner dari lembaga Life Outreach. Saya berharap dapat menangkap cerita-­cerita yang cukup mendesak dalam hal memberitahukan pelbagai tanggapan yang lain. Saya sudah menyaksikan momok kemiskinan dan kebiadaban perdagangan seks ketika saya pergi ke Kamboja, Thailand, dan Mumbai. Namun saya juga melihat harapan dan janji pemulihan ketika orang-­orang memberi respons dengan sangat murah hati dan ketika organisasi-­organisasi yang mulai melakukan kerja sama.

Ada kebutuhan yang sangat mendesak di mana-­mana untuk melakukan kerjasama dan memberi tanggapan terhadap masalah bersama ini. Satu kali saya berada di Ukraina. Saya sedang menikmati sarapan dengan seorang teman. Kala itu seorang perempuan muda yang memesona memasuki ruang tempat kami makan. Ini bukanlah pemandangan yang tak biasa bagi negara yang perempuan-­perempuan terkenal dengan kecantikannya. Tetapi perempuan satu ini ditemani oleh seorang laki-­laki yang kira-­kira usianya enam puluhan. Perempuan itu mengenakan sepatu berhak tinggi dan celana pendek. Usianya tak lebih dari 18 tahun. Mereka mengambil tempat duduk persis di sebelah meja kami duduk. Saya memandang laki-­laki tua itu melahap makanannya sementara si gadis menyesap kopi hitam dan menatap kosong ke luar jendela. Beberapa laki-­laki muda di belakang meja tempat makanan saling berbisik, terkekeh-­kekeh, dan membidik gaya si gadis. Tak lama kemudian datang seorang laki-­laki lain yang dua kali usia si gadis bergabung dengan mereka. Waktu itu saya hampir tak bisa menahan diri untuk menangis. Gadis itu tampak kesepian, begitu putus asa. Sangat jelas terlihat bahwa dia adalah gadis panggilan kelas atas. Tetapi yang kami lihat adalah seorang anak perempuan yang haus akan cinta yang bermain peran berdandan sempurna, duduk di antara dua pebisnis bejat yang sedang melahap hidupnya.

Saya berbicara dengan beberapa saudari kita yang telah mengalami perdagangan seks seperti itu. Ya, mereka adalah saudari-­saudari kita. Mereka tidak memilih menjadi wanita tunasusila. Mereka adalah korban dan telah bertahan hidup dengan penuh keberanian.

Lalu pada satu hari yang panas di India, saya mendengarkan cerita-­ cerita pedih dari sekelompok perempuan muda usia dan wanita dewasa yang dikumpulkan di sebuah rumah kecil oleh lembaga Life Outreach. Cara mereka menyampaikan cerita mereka berbeda. Ada yang dengan berleleran air mata. Beberapa bercerita tanpa emosi.

Saya yakin mereka bertanya-­tanya dalam hati kenapa saya ingin mendengarkan cerita mereka. Apakah saya ingin bersimpati kepada mereka? Apakah saya menghakimi mereka? Dapatkah saya memahami cerita mereka? Apa saya mempunyai jawaban bagi mereka?

Salah satu dari perempuan-­perempuan yang berani ini, namanya Sama, menceritakan kembali ketika dia masih remaja di sebuah desa terpencil di Nepal. Hidupnya dipenuhi mimpi-­mimpi dan frustrasi karena ibunya. Satu kali seorang pamannya mendengar mereka berdebat dan memisahkan Sama. Dia menawarkan Sama untuk ikut dengannya ke Mumbai. Di sana dia akan mendapat kesempatan, pendidikan, dan kemungkinan untuk mewujudkan mimpi-­mimpinya.

Janji itu terdengar sangat menarik.

Akhirnya sebelum fajar, Sama dan pamannya pergi dengan sembunyi-­sembunyi dari desa kecil mereka. Dia memberanikan diri melakukan perjalanan yang panjang dan berani keluar dari Nepal, masuk ke India.

Setibanya di Mumbai, pamannya meninggalkannya di sebuah motel yang kumuh. Ketika dia tertidur, pamannya menjualnya.

Sama terbangun dalam bingung karena dikelilingi oleh banyak orang asing. Itulah saatnya dia harus melunasi uang yang sudah dibayarkan kepada pamannya.

Sama dibawa ke sebuah rumah bordil dan dikunci di sebuah kamar yang gelap. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi setelah itu. Dia bahkan tidak mengerti bahasa yang dilakukan orang-­orang lokal di sana. Pintu terbuka. Seorang pelanggan masuk, berharap untuk dilayani. Ketika dia melawan, empat wanita dewasa menekan dan menahannya sementara dia diperkosa.

Sama berusia 13 tahun ketika itu.

Waktu berlalu. Sama belajar bahasa setempat dan melunasi hutang-­ hutangnya. Dia berusaha menjadi perempuan bisnis yang cerdik. Karena tak ada harapan lain dan tak ada tempat lain untuk pergi, dia

tumbuh dalam sistem rumah bordil dan menjadi seorang muncikari. Sekarang dia sendiri yang membeli dan menjual gadis-­gadis muda. Dengan kuasanya para perempuan muda itu diperdagangkan. Sama mengatur pemerkosaan dan memerintahkan mereka untuk dipukul bila tidak mau tunduk.

Ketika saya berjumpa dengan Sama, sungguh sulit dipercaya cerita yang saya dengar itu benar-­benar terjadi. Dia bukan lagi seorang muncikari. Pada usia tengah bayanya dia nampak tenang dan terkontrol. Seseorang telah berbagi tentang kasih Allah kepadanya. Dan dia sekarang sudah menjadi seorang percaya. Dia juga sudah diberi kesempatan untuk keluar dari itu semua. Sama menemukan keberanian untuk meninggalkan rumah bordil itu. Sekarang dia bekerja tanpa lelah untuk menolong gadis-­gadis serupa yang pernah tertekan.

Ketika kami berbincang-­bincang, saya berusaha membayangkan bagaimana Sama pernah mengalami menjadi seorang muncikari. Apakah dia sudah melupakan hal yang mengerikan ketika dia berusia tiga belas tahun? Saya bertanya kepadanya.

“Sama, bagaimana kamu tega menonton gadis-­gadis muda itu diculik, diperkosa, disiksa?”

Dia mengeluh sambil menggeleng-­gelengkan kepalanya.

“Kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan … untuk bertahan hidup.”

Untuk banyak alasan lain, demi bertahan hidup adalah alasan mereka.

Saya pernah mendaki satu gunung penolakan. Saya pernah berjalan di jalanan yang dipenuhi sampah, dibatasi rumah-­rumah reyot, tak heran mereka yang berlindung di dalam kerangka rumah sementara itu merasa tak ada harapan. Saya pernah menyamar dan menyelinap ke rumah bordil. Saya telah melihat kelesuan yang sangat menekan pada wanita-­wanita di Barat yang tidak memiliki tujuan hidup. Saya melihat sumber daya manusia disia-­siakan karena kita lupa siapa diri kita sebenarnya. Saya sudah melihat masalah-­masalah itu semua dengan mata kepala saya sendiri. Dan dalam harapan yang sangat besar juga saya melihat jawaban-­jawaban atas itu semua.

Ini adalah perintah yang menggemparkan dari buku yang menantang dan memberi inspirasi Half the Sky:

Naik turunnya sejarah telah mengubah perempuan-­perempuan dari makhluk yang menjadi beban dan alat permainan seks menjadi manusia yang sepenuhnya. Keuntungan-­keuntungan ekonomi memberdayakan perempuan begitu besar ketika mendorong bangsa-­bangsa untuk bergerak ke arah ini. Tak lama lagi, kita akan menganggap perbudakan, pembunuhan demi kehormatan, dan serangan-­serangan yang tajam, sebagai hal tak dapat diduga seperti buhul pada kaki. Pertanyaannya, berapa lama perubahan ini akan terjadi dan berapa banyak gadis-­gadis diculik dan dibawa ke rumah-­rumah bordil sebelum elesai dan apakah kita masing-­masing menjadi bagian dari gerakan yang bersejarah ini, atau hanyalah seorang yang berdiri, menonton.4

Pertanyaan ini ditujukan kepada kita semua.

Saya menulis sekarang untuk menyatakan wahyu, nubuat ini. Ini adalah doa kerinduan saya bahwa kalimat-­kalimat saya akan membangkitkan sesuatu yang tak dapat ditahan dalam diri Anda. Saya sungguh berharap Anda akan bangkit dengan kekuatan singa betina dan membawa keperkasaan Allah ke manapun Anda pergi. Kemudian bersama-­sama kita akan menjadikan dunia ini berbeda dari sebelumnya. Teruslah membaca, saudari-­saudariku singa betina, dan bangkitlah.

Dalam dokumen Singa betina bangkit (LISA BEVERE) (Halaman 36-40)