• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengangkat Beban Agama

Dalam dokumen Singa betina bangkit (LISA BEVERE) (Halaman 83-86)

Perempuan-­perempuan lain merasa bimbang dengan cara yang mengherankan. Meski makin banyak perempuan yang menemukan kekebasan Allah bagi mereka, terkadang masih ada batu sandungan di bawah beban agama. Pada abad terakhir ini perempuan sudah diundang untuk berbicara dalam pertemuan yang dihadiri laki-­laki dan perempuan. Banyak perempuan dan gereja masih berjuang untuk menerima kebebasan itu. Ini sungguh benar begitu bagi saya.

Saya tidak takut ketika berbicara kepada anak-­anak perempuan Allah. Tetapi ketika ada laki-­laki di sana, saya mulai berkeringat, secara

KDUÀDK6D\DPHUDVDJXJXSGDQWDNXWNDODXPHPEXDWNHVDODKDQ6D\D

membuat kekeliruan terhadap diri saya sendiri sampai pada satu pagi ketika pendeta yang mengundang saya dan satu teman saya yang tidak takut, memaksa saya berhenti bersikap seperti itu. “Mengapa kamu tidak bisa bersikap sama di depan para laki-­laki dan perempuan?” tantang mereka.

Saya menjawab yang sebenarnya, “Jujur, saya juga tidak tahu kenapa…”

“Kalau begitu, bisa kamu cari tahu kenapa sebabnya? Kami harus berhenti bersikap ragu-­ragu!”

Kata-­kata mereka kena bagi saya. Saya percaya bahwa agar gereja-­ gereja menjadi sehat, diperlukan dua suara baik dari laki-­laki dan perempuan. Keraguan saya sebenarnya meruntuhkan kepercayaan ini! Saya tidak mengangkat suara saya dalam kekuatan. Yang terjadi sebenarnya, saya nyaris bersikap seolah meminta maaf di depan para pria, bukan karena Kitab Suci tetapi berkenaan dengan gender. Sekali keraguan ini ditunjukkan kepada saya, saya mulai terdorong untuk mengatasinya.

Saya lebih suka berbicara kepada perempuan. Tetapi saya tidak lagi meminta maaf kalau saya diminta untuk melayani pria. Dalam pengalaman saya, jika seorang laki-­laki meminta seorang perempuan berbicara, dia menginginkan perempuan itu memberikan yang terbaik. Anda akan tahu Anda sedang bersama dengan teman sejati ketika mereka mengangkat, memberi semangat, mengoreksi, dan lalu memacu Anda untuk berjalan terus. Sayang, yang sebaliknya justru yang sering terjadi.

bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya. (Matius 23:4)

Para pemimpin agama di zaman Yesus suka bila mereka melihat orang lain bekerja di bawah peraturan-­peraturan. Menurut Anda, mengapa mereka berpikir seperti ini? Saya mengira bahwa mereka merasa terangkat atau menjadi lebih hebat ketika mereka melihat orang lain berjuang di bawah hukum-­hukum yang mereka ciptakan. Dengan begitu merasa puas dengan diri sendiri dan sepertinya merasa lebih dekat kepada Allah.

Pasal di atas memberikan poin penting. Hukum Tuhan seharusnya seperti sebuah perjamuan. Bukannya malah jadi beban. Makanan akan memberi kekuatan, sedangkan bekerja akan bikin kita lelah. Kita dipanggil untuk menjadi wakil Allah, dalam hal apa yang Dia kerjakan dan tawarkan, ketika sebuah pesta melibatkan setiap orang. Kita melayani orang lain dari kelimpahan kebaikan Allah. Hal ini kadang-­ kadang meminta kita untuk menghilangkan hal-­hal agama yang sudah dibebankan pada pundak anak-­anak laki-­laki dan perempuan Allah.

Mungkin sekarang Anda berpikir, Maksud Anda, saya melayani bahkan jika saya laki-­laki atau perempuan lajang? Ya! Mari kita buang tas yang menggantung yang bertuliskan bahwa Anda harus menikah dulu untuk dapat melayani tubuh Kristus. Paulus tidak menikah. Ayo bungkus tas yang mengatakan bahwa perempuan tidak dapat dipercaya untuk membantu anak-­anak. (Bukankah kita seharusnya lebih peduli tentang siapa yang bekerja dengan anak-­anak kita?) Dapatkah juga kita singkirkan kopor besi yang mengatakan bahwa kita harus sempurna sebelum kita berbicara tentang janji-­janji Allah? Tidak seorang pun sempurna. Dan keterdesakan kita atas kepura-­purasan ini membuat dunia sekeliling kita terasa memuakkan. Tanpa tedeng aling-­ aling. Mari kita mengaku kesalahan-­kesalahan kita sendiri, belajar dari semua kesalahan itu, dan melangkah maju, dan mengangkat Yesus tinggi-­tinggi.

Relakah kita menggunakan kebebasan kita untuk mengangkat beban yang sudah ditanggungkan dengan cara salah oleh agama ke atas bahu-­bahu saudara-­saudara kita? Kapan pun Allah memanggil kita untuk melakukan sesuatu yang baru, melindungi tanah yang baru atau mengurus wilayah yang tidak terbiasa, kita cenderung untuk terselip dan kesandung. Gereja sudah melakukan banyak kemajuan selama sepuluh tahun belakangan, dan itu menyenangkan, tetapi belum setiap

orang bergerak cepat. Namun Allah tetap bekerja, berjalan di depan membuka pintu-­pintu yang tertutup dan membuat hati-­hati orang lapar sehingga mereka dapat mengatasi ketakutan-­ketakutan mereka.

Baru-­baru ini saya menerima email dari seorang perempuan yang tiga atau empat tahun lalu sudah mendengar dari saya tentang perempuan yang kudus dan diurapi dapat dan harus memiliki suara di dalam rumah Allah. Konsep ini pada awalnya membuat dia tergugah karena kenyataan itu menyerang semua orang yang dia kenal. Dia merasa bingung dan bersusah hati dengan apa yang saya katakan. Waktu berlalu. Dia terus belajar dan berdoa. Lalu Allah mulai menegaskan kembali tentang pengajaran saya kepadanya dan membuka pintu yang

VDPD GL KDGDSDQQ\D 3DGD WLWLN LWX GLD PHQ\DGDUL EDKZD NRQÁLN NRQÁLN\DQJGLDUDVDNDQNHWLNDGLDPHQGHQJDUVD\DEHUELFDUDDGDODK

dari Allah. Ketidaknyamanan dia adalah akibat dari perkataan Allah kepadanya tentang masalah tersebut. Kata-­kata yang saya katakan bertahun lalu sebelumnya telah bertindak sebagai benih dalam kehidupan perempuan ini dan sekarang sedang menuju masa panen.

Kita dituntut oleh membicarakan kebenaran dalam kasih dan hidup dalam cara sedemikian yang mengundang orang lain untuk melakukan perjalanan dengan kita. Kita tak akan meninggalkan mereka yang lemah dan lapar dalam keadaan kita bangkit.

Yehezkiel 19:2 mengajukan pertanyaan ini: “Siapakah ibumu? Seekor singa betina di antara singa-­singa jantan!”

Ketika saya membacanya pertama kali, saya berpikir, apa maksudnya? Untuk mendapatkan masukan, saya menyelidiki seluruh konteks dalam Yehezkiel 19. Pasal itu melukiskan gambaran seekor singa betina yang membesarkan anak-­anaknya untuk menjadi singa yang kuat dan hebat. Saya berpikir, saya mau belajar untuk menjadi singa betina di antara singa-­singa! Siapa yang tidak ingin menjadi semacam perempuan yang hidup dan pilihan-­pilihannya mempunyai kekuasaan untuk membesarkan anak-­anak laki-­laki dan perempuan yang kuat? Saya merasa terhormat diterima di dunia begitu banyak perempuan, tetapi saya ingin menjadi aset bagi laki-­laki juga. Saya ingin mengangkat semua yang takut, lemah, dan sedang bergumul. Dan Anda tahu? Anda juga seharusnya demikian. Allah telah menenun kain anak-­anak perempuan-­Nya keinginan untuk membesarkan orang lain.

Dalam dokumen Singa betina bangkit (LISA BEVERE) (Halaman 83-86)