• Tidak ada hasil yang ditemukan

Percayai Perjumpaan Dengan Singa Anda

Dalam dokumen Singa betina bangkit (LISA BEVERE) (Halaman 192-195)

Ketika saya masih kecil, saya diberi hadiah Natal berupa satu set buku Narnia. Setiap judul seperti harta terpendam. Ketika saya selesai membaca serial itu, saya menangis. Bukan saja karena ceritanya habis tetapi karena saya kehilangan hubungan dengan tempat yang menakjubkan dan bukan di dunia ini. Saya memahami Aslan mewakili Yesus, tetapi saya tidak dapat berdamai Yesus yang sudah saya kenal dengan singa yang liar, tak dapat dijinakkan tetapi dapat disentuh. Saya bertumbuh dan menyukai serial itu.

Dia berjalan di antara anak-­anak-­Nya. Saya tidak mau kembali diam, menjadi ikon orang kudus dengan lingkaran rahmat di atas kepala, dan air suci yang dingin. Saya ingin singa yang hidup dan bernapas itu kembali. Saya ingin sebuah perjumpaan dengan Allah begitu mendalam, hangat dan hidup, bahwa keberadaannya yang nyata itu tak dapat disangkal. Saya ingin cinta yang begitu kuat yang menakutkan saya. Saya ingin keadilan yang murni yang membuat saya tak bisa bernapas.

Saya ingin menjadi Lucy di satu dunia di mana binatang-­binatang dan pohon-­pohon dapat berbicara. Di mana kebajikan dan kebenaran diberi ganjaran. Di mana kesalah-­kesalahan dimaafkan tanpa hukuman untuk menebusnya.

Allah mengundang kita untuk datang ke hadirat-­Nya seperti anak kecil, dengan mata polos yang terbuka lebar dan memeluk keajaiban kasih dan penebusan-­Nya. Tetapi peraturan-­peraturan agama dan perjalanan waktu menyebabkan banyak dari kita tersesat. Dan kita kehilangan penglihatan dari Singa Jantan semasa kita muda.

Dengan konsep ini dalam pikiran, mari kita mengunjungi Lucy dalam halaman-­halaman Pangeran Kaspian, buku keempat dari seri Narnia. Ketika kami bergabung, anak-­anak merasa letih, kehilangan, dan baru akan mengambil belokan yang salah lagi ketika Lucy melihat Aslan, Singanya.

“Lihat! Lihat! Lihat!” jerit Lucy.

“Di mana? Apa?” tanya setiap orang.

Wajahnya berubah total dan matanya bercahaya. “Maksud kamu—?” kata Peter memulai.

“Di mana kamu pikir kamu melihatnya?” tanya Susan. “Jangan ngomong seperti orang dewasa,” kata Lucy, membersihkan kakinya.

“Saya tidak berpikir saya melihatnya. Saya melihatnya.” “Di mana, Lu?” tanya Peter.

“Di sana di antara debu-­debu gunung-­gunung itu. Bukan, di sisi jurang ini. Dan di atas, bukan di bawah. Pas di seberang jalan kamu mau pergi. Dan dia mau kita pergi ke tempat dia

– di atas sana.”

“Bagaimana kamu tahu itu yang dia inginkan?” tanya Edmund. “Dia …Ak ..aku tahu saja,” jawab Lucy, “dari wajahnya.” Yang lain hanya diam saling memandang penuh

tatapan bingung.1

Ketika Singa Jantan muncul, akan tercermin dari air muka Anda. Dengan penglihatan, muncul pengertian.

Saya ingat melihat pengertian ini dalam wajah Addison ketika dia berkata kepada saya bahwa dia percaya Julianna adalah calon pengantin perempuannya. Saya baru saja tiba di rumah dari satu konferensi wanita di Kiev. Enam hari saya tidak ada di rumah dan anak saya bertemu dengan cinta dalam hidupnya. Dia ingin saya bergabung dengan mereka untuk makan siang hari itu juga. Kami duduk di kursi, dan saya mendengarkan dia berkata dialah ”perempuan itu.”

Ketika saya tanya bagaimana dia tahu tentang hal itu, dia menatap saya dan menjelaskan, “Ya, aku tahu saja, Bu.” Pada saat itu saya tahu juga. Saya tahu bahwa anak saya sudah melihat sesuatu yang lebih pada diri perempuan muda ini, sesuatu yang memberinya kekuatan untuk mengikuti jalan yang dia tidak dapat jelaskan. Sebagai ibunya, saya akan mendukungnya melewati perjalanan ini. Sebelum saya melewatkan waktu dengan Julianna, saya percaya dia adalah seorang untuk anak saya, bahkan ketika saya tidak paham.

Ketika kita sudah mempunyai perjumpaan dengan Singa ini, kita harus memercayai pengetahuan ini, bahkan jika yang lain tertinggal pada apa yang jelas bagi kita. Meski anak-­anak lain tidak percaya, Lucy percaya bahwa dia sudah melihat tahu dan tahu itu benar.

Setelah Lucy mengatakan kepada mereka arah yang ditunjuk oleh Aslan, anak-­anak lain mempertanyakan Lucy. Mereka tidak hanya ragu apakah Lucy melihat Aslan atau tidak, juga mereka bertanya-­tanya, mengapa Aslan menunjukkan dirinya hanya kepada Lucy. Mereka memutuskan untuk mengambil suara, apakah akan mengikuti Lucy dan Singanya atau mengambil rute yang lebih langsung. Lucy kalah. Anak-­anak itu berbelok dan mengambil jalan lain. Lucy pun mengikuti kelompok itu, menangis karena mereka mengejar dari tempat yang berlawanan.

Saya pikir kita semua tahu bagaimana perasaanya saat itu.

Ketika Anda melihat seekor singa, atau tanda dari Allah, yang orang lain tidak lihat, akan ada banyak pertanyaan. Mereka ingin tahu mengapa Anda diperlihatkan sesuatu yang tidak bisa mereka lihat. Saya belajar bahwa Allah sendiri yang dapat menjawab pertanyaan ini. Dia dapat melakukan semua yang Dia inginkan. Allah menyatakan diri-­Nya dalam cara-­cara yang berbeda kepada orang yang berbeda pula. Dinamika ini seharusnya menciptakan saling ketergantungan dalam seluruh tubuh Kristus, daripada mempertanyakannya. Jika masing-­masing kita memiliki satu bagian, para pemimpin akan memperkuat dan menantang yang lain. Sungguh tidak menyenangkan disalahmengertikan dan kemudian memimpin pada arah yang salah. Rasanya mengerikan bila mereka di sekeliling Anda tidak menilai penglihatan yang Allah berikan kepada Anda. Ingatlah, bahkan ini, Allah sedang bekerja menuju tujuan yang lebih besar. Jangan izinkan penolakan dan kesalahmengertian menjadikan penghakiman dan kepahitan bagi jiwa Anda. Selesaikan masalah itu.

Kembali ke Pangeran Kaspian. Setelah seharian dipenuhi dengan belokan yang salah dan nyaris perjumpaan yang fatal, anak-­anak itu akhirnya kembali ke tempat asal mereka pertama pergi. Merasa sakit dan kepenatan, mereka jatuh tertidur. Aslan tahu Lucy sedih. Agar mencegah kesalahan lebih lanjut, Aslan mengunjungi Lucy lagi.

Dari bayangan di luar tenda mereka, Aslan memanggil Lucy, yang dengan anehnya tetap terjadi meski telah letih seharian berjalan. Karena sangat senang mendengar suara Aslan dan diliputi kegembiraan, Lucy mendatangi Aslan. Dalam proses menggambarkan harinya waktu itu, Lucy mengritik saudara-­saudaranya yang tidak mendengarkan nasihatnya. Dari hati Singa yang terdalam muncullah “kesan suara

geram.” Karena terkejut, Lucy bertanya kepadanya apakah dia sudah melakukan sesuatu yang salah.

“Tetapi itu bukan salah saya, kan?”

Singa itu memandang tepat ke matanya.

“Oh, Aslan,” kata Lucy.… “Saya tidak dapat meninggalkan yang lain dan bertemu denganmu sendirian.

Bagaimana saya mampu?…”

Aslan tidak menjawab sesuatu pun.2

Singa itu memandang tepat ke matanya. Apakah itu tentang kehadiran Allah yang sangat jelas kepada penglihatan manusia yang sering terdistorsi? Saya sering mendatangi hadirat-­Nya, berpikir saya adalah

NRUEDQ \DQJ VXGDK GLVDODKPHQJHUWLNDQ GDQ GLÀWQDK KDQ\D XQWXN

menyadarkan pilihan-­pilihan tertentu yang hanya milik saya sendiri. Namun di dalam hadirat Singa kita, saya tak merasa malu. Saya merasa diberdayakan, diposisikan, dan disiapkan untuk terus maju.

Pada satu kali atau lain kali, kita menemukan diri kita sendiri pada keadaan yang begitu sulit. Anda sudah memiliki kecondongan hati dari Allah untuk pergi melewati satu jalan dan tekanan dari teman-­teman atau keluarga, Anda harus mengejar cara lain. Mungkin Anda tergoda untuk memberi toleransi pada iman atau moral Anda, dengan pergi begitu saja dan diam. Tanpa menghiraukan tekanan, Anda menuju Singa Anda, tak lagi ada alasan. Alasan-­alasan itu tak bersuara. Saya sering mendengar bahwa jika Allah diam, tinjau kembali apa yang Dia katakan kepada Anda untuk dilakukan. Apakah Anda menerimanya, melakukannya, mengatakannya, atau memberikannya? Kalau tidak, Dia masih menunggu respons Anda.

Dalam dokumen Singa betina bangkit (LISA BEVERE) (Halaman 192-195)