• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebutuhan Pada Tujuan Ilah

Dalam dokumen Singa betina bangkit (LISA BEVERE) (Halaman 106-110)

Dengarkan undangan yang terdengar putus asa dari pemimpin feminitas ilahi, Marianne Williamson dalam bukunya, A Woman’s Worth:

Bila saya berkata, “Pergi, bicara dengan Maria,” yang saya maksudkan “Pergi, bicara dengan Maria”, seperti, pergi ke gereja, nyalakan lilin, duduk di bangku gereja, dan biarkan diri Anda serius. Katakan kepadanya, “Maria, saya berharap mengenal diri saya, sebagai seorang istri atau pacar atau ibu atau anak perempuan. Saya berharap saya menjadi perempuan yang cakap. Saya berharap memiliki kemurnian seperti dirimu dan kejernihan dan pencerahan. Kiranya jatidiri saya sebagai perempuan menjadi lebih berkilau daripada penampilan luar diri saya.”3

Tidak salah untuk berdoa dan meminta menjadi perempuan yang cakap. Isunya di sini adalah kepada siapa dia mengusulkan kita mengarahkan doa-­doa kita. Williamson membuat kelonggaran bagi mereka yang tidak nyaman dengan ajaran Katolik.

Jika Maria tak merasa nyaman kepada Anda, hal itu tidak masalah juga. Temukan seorang dewi Yunani atau avatar perempuan India yang Anda dapat berhubungan atau simbol ilahi lain, dan mulailah berhubungan dengannya.4

Sebuah hubungan dengan Maria? Setelah mengusulkan ini dia berbagi alasan kemarahannya.

Dunia ini kurang menggunakan sudut pandang dari keperempuanan. Anda dianggap makhluk berjenis kelamin yang lebih lemah dan dianggap sebagai objek seks belaka. Anda

sepenuhnya tak penting selain untuk melahirkan anak-­anak. Perempuan yang masih muda dianggap bernilai dan semakin berumur, Anda makin tidak bernilai. Jangan memandang dunia soal makanan atau identitas sebagai perempuan, karena Anda tak akan mendapatkankannya di sana. Dunia memandang rendah diri Anda. Namun Allah memuja Anda.5

Saya bersyukur karena pengarang mengakhiri kalimatnya dengan kebenaran bahwa Allah memuja Anda. Tetapi tak ada yang menyalahkan rasa sakitnya. Dia mengusulkan untuk menangkap hubungan nyata dari sisi kesucian feminitas. Lalu jauh dia mengusulkan dewi Yunani, dengan harapan bahwa dengan memohon kepada gambar suci ini, akan mengabadikan kekuasaan dan kecantikan feminitas yang telah hilang, dan akan ditangkap kembali. Saya hanya berdoa bahwa dia akan menemukan kebenaran yang dia cari.

Sebagai mantan penganut Katolik, saya memahami apa yang disarankan Marianne. Saya tidak mengusulkan penyembahan kepada Maria pada tingkat apa pun. Tetapi kaum Protestan yang tidak membuat Maria sebagai manusia suci /dewi (Marianne tidak melakukan ini!), dengan demikian Maria tidak dapat dijasikan sebagai teladan untuk perempuan.

Maria bukanlah dewi atau dewa. Tetapi dia seorang yang saleh. Dia bukanlah patung yang harus dinyalakan lilin seperti memberi nazar, tetapi dia adalah satu contoh yang menyinari jalan kita. Dia memberi tanda apa yang akan datang: anak-­anak perempuan yang menjadi berpasangan dengan Allah dan menyatakan Yesus.

Apa saya berkata Yesus? Poin yang menarik. Saya mencari-­cari pada buku Nilai Seorang Perempuan dan nyaris tidak menemukan kata Yesus, Anak Maria. Bagaimana Maria menjadi sah tanpa Yesus? Jadi, apa maksud sebenarnya undangan di sini?

7LGDNVHFDUDKDUÀDKWHQWDQJ0DULD$WKHQDDWDX$IURGLWH,WXDGDODK

roh yang tidak mempunyai nama dan diciptakan sendiri!

Para pengarang konsep feminitas ilahi ini berbicara tentang Allah dan dewa-­dewi, agama dan manusia, tetapi tidak menyebutkan Juruselamat kita yang indah, Anak Allah, Yesus Kristus. Mereka berbicara tentang ratu-­ratu, perempuan yang memesona, dan induk kura-­kura tetapi tidak tentang seorang Putra yang bangkit dari kematian. Mengapa

ibu-­ibu menghindari wahyu tentang seorang putra? Kata-­kata mereka menari di sekitar Yesus, bahkan meminjam kata-­kata-­Nya, tetapi tidak menyebutkan nama-­Nya.

Lagi pula, tidak akan ada kejutan. Jika saya dapat mengangkat diri sebagai orang suci, mengapa saya butuh seorang juruselamat?

Kedudukan seorang dewi bukanlah satu kekuasaan sederhana. Seorang dewi memerlukan sebuah penyembahan. Tetapi kita tidak boleh menyembah laki-­laki, perempuan atau ciptaan lainnya. Kita harus menyembah Allah sendiri. Tak perlu menciptakan dewi perempuan yang menambah nilai kepada perempuan jika gereja akan berbicara tentang kebenaran dan maksud yang sebenarnya.

Allah surga dan dunia, Tuhan yang Mahatinggi, secara terbuka menyatakan nilai perempuan dalam rencana penebusan-­Nya. Allah mengaruniakan Putra-­Nya tanpa benih seorang laki-­laki. Yusuf diminta untuk melindungi Maria dan putra kudus yang sedang dikandungnya. Roh Allah mempercepat kehidupan dalam rahim seorang perawan yang belia, gadis Ibrani yang masih malu-­malu. Namun dia sendiri tidak menyanyi dan menyebut dirinya seorang dewi. Maria rela, dan bahkan dalam keraguannya, dia mampu menerima perintah Allah! Biarlah kita menggemakan kata-­kata pujian Maria dan membuatnya menjadi milik kita sendiri. Jadilah kami seperti janji-­Mu, Bapa di surga. Kami percaya Kau bersabda dan akan melakukannya. Angkatlah tekanan di bumi dan nyatakan Putra-­Mu melalui hidup kami.

Permohonan kita akan kehendak ilahi tidak didapat dengan cara meninggikan diri sendiri atas keberadaan laki-­laki dalam rangka menyatakan diri sendiri sebagai dewi. Laki-­laki tidak menemukan kekuatan atau kebebasan sejati dengan cara menguasai perempuan. Dan perempuan tidak efektif bila mengizinkan kekuatan mereka dirampas oleh kekuasaan doktrin yang berlebihan. Kedua gender adalah sekutu dan saling melindungi, bukan musuh dan dewa.

Keinginan untuk disembah adalah sebuah ujian bagi laki-­laki dan perempuan. Itulah kegagalan Lucifer. Ingin berkuasa bukanlah keinginan yang tidak saleh, namun baik laki-­laki dan perempuan bertugas melayani dengan ukuran iman, kekuasaan, dan pengaruh.

Kemanusiaan tidak pernah tercipta untuk kekuasaan absolut. Peran itu terlalu sulit bagi malaikat-­malaikat untuk mengurusnya, dan Yesus, Putra Allah, tak dengan serta-­merta mengambil perannya sebagai

Allah. Dalam surat Paulus kepada orang-­orang Filipi, kita diminta agar tidak mengikuti kedudukan kekuasaan orang non-­Yahudi.

Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus, yang walau pun dalam dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-­Nya sendiri, dan telah mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia! Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-­Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.

Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-­Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: ”Yesus Kristus adalah Tuhan”, bagi kemuliaan Allah, Bapa. (Filipi 2:5–11)

Dunia ini memerlukan orang yang bersikap sebagai hamba. Saya tak dapat membayangkan bila Yesus, yang menundukkan diri-­Nya agar setiap orang dapat diangkat, menuntut hal yang sama seperti kita. Sedihnya, saya khawatir kita telah salah mengartikan Raja kita. Kenapa pemimpin-­pemimpin dunia mengatakan, “Jika bukan untuk orang Kristen, saya mau menjadi Kristen.” Dan, “Saya suka Kristus Anda. Saya tidak suka Kristen Anda. Mereka tidak seperti Kristus Anda,” kata Mahatma Gandhi.6

Apakah Anda mendengar rintihan dan rasa putus asa yang membutuhkan agar Anda bangkit sebagai pencari kebenaran yang tak gentar? Kita dituntut untuk mencintai tanpa pamrih, untuk menggapai orang di luar sana dari kemandulan kita mencari orang yang terhilang dan terluka.

Jika gereja tidak memberi ruang bagi Anda untuk bergerak, bawalah kasih-­Nya ke jalan-­jalan raya, ke jalan-­jalan kecil. Ada banyak orang di luar dinding rumah dan gereja kita yang patah hati dan terluka, dan akan menyambut keterlibatan Anda untuk menolong hidup mereka. Gapailah komunitas Anda sekitar Anda, tunawisma Anda, profesi Anda, sistem sekolah Anda. Ciptakan sebuah kehidupan yang agung

dan terang. Hal seperti takkan seorang pun yang dapat menahannya. Inilah waktunya untuk mengangkat Kristus tinggi-­tinggi sehingga orang banyak dapat melihat-­Nya.

Apa yang kita lakukan sekarang? Apakah kita melemparkan isu-­isu di luar rencana yang Allah rancang? Dapatkah kita menyeimbangkan pikiran kita dalam rangka menghindari tunduk dan feminitas ilahi secara ekstrem? Dapatkah kita menghargai laki-­laki? Marilah kita mengikuti contoh singa jantan dan singa betina dalam bekerja sama untuk mensejahterakan kehidupan kelompok mereka. Bangkitlah bersama laki-­laki, bukan sebagai bawahan yang patuh atau sebagai dewi yang marah.

Dalam dokumen Singa betina bangkit (LISA BEVERE) (Halaman 106-110)