• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lembaga Negara Terkait

Dalam dokumen HUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG (Halaman 107-111)

C. PEMBENTUK UU DAN

3. Lembaga Negara Terkait

Di samping Presiden dan DPD sebagai co-

legislator perlu dikemukakan pula kedudukan dan

peranan lembaga-lembaga negara lainnya yang terkait dengan undang-undang yang bersangkutan. Pada po- koknya, lembaga pelaksana undang-undang adalah setiap lembaga yang mendapatkan delegasi kewe - nangan dari pembentuk undang-undang untuk melak- sanakan ketentuan undang-undang itu sendiri. Sebagai contoh, baik Mahkamah Konstitusi maupun Mah - kamah Agung masing-masing diatur dengan undang-

103 Lihat Pasal 22C Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945

dan Undang-Undang tentang Susunan Kedudukan MPR, DPR, DPD, UU No. 22 Tahun 2003, LN No. 92 Tahun 2003, TLN No 4310.

undang yang menentukan hal-hal yang berkenaan dengan organisasi dan prosedur hukum acara untuk melaksanakan kewenangan konstitusional yang di- milikinya.

Sepanjang menyangkut undang-undang tersebut, kedua lembaga kekuasaan kehakiman ini sama -sama dapat disebut sebagai pelaksana undang -undang atau

executing the law. Karena itu, kedua lembaga ke-

kuasaan kehakiman itu juga mempunyai sifat-sifat lembaga eksekutif dalam arti melaksanakan undang - undang. Demikian pula dengan keberadaan lembaga - lembaga negara yang lain yang dibentuk dengan undang-undang, seperti Komisi Pemilihan Umum , Komisi Penyiaran Indonesia, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan sebagainya, semuanya da - pat disebut sebagai pelaksana undang -undang.

Tentu saja derajat hirarkis lembaga -lembaga negara dimaksud berbeda-beda satu sama lain, tergan- tung sumber kewenangan berdasarkan norma hukum yang menentukannya. Lembaga negara yang sumber kewenangannya adalah UUD tentu lebih tinggi ke- dudukannya daripada lembaga yang sumber kewe- nangannya ditentukan oleh pembentuk undang-un- dang. Dengan demikian, kedudukan organ-organ kons- titusional seperti Presiden/Wapres, DPR, DPD, MPR, BPK, MK, MA, dan Komisi Yudisial104 lebih tinggi daripada Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),105 dan sebagainya.

104 Indonesia, Undang-Undang Tentang Komisi Yudisial, UU No. 22 Tahun 2004, LN No. 89 Tahun 2004, TLN No. 4415.

Komisi-komisi yang dibentuk dengan undang- undang, misalnya, dapat dipanggil untuk didengarkan keterangannya dalam rapat-rapat Dewan Perwakilan Rakyat, sedangkan untuk lembaga-lembaga seperti Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, yang dapat dipanggil untuk didengar keterangannya oleh DPR hanya Sekretaris Jenderalnya masing -masing. Namun, sekiranya pimpinan dan anggota Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi menganggap perlu datang sendiri menyampaikan pandangan -pandangan- nya tentang undang-undang yang akan mengatur lem- baganya, maka tak ada salahnya pula pimpinan dan anggota kedua mahkamah ini datang sendiri meng- hadiri rapat Dewan Perwakilan Rakyat untuk pem - bahasan rancangan undang-undang yang bersang- kutan.

Oleh karena itu, meskipun kewenangan mem- bentuk suatu undang-undang sepenuhnya merupakan kewenangan lembaga legislatif, tetapi jika sekiranya undang-undang yang mengatur lembaga-lembaga pe- laksana undang-undang seperti Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung tersebut akan diubah oleh pem - bentuk undang-undang, sudah sepantasnya dan seyog- yanya kedua lembaga dimaksud dilibatkan dalam proses perubahan undang-undang yang mengaturnya itu. Kedua lembaga kehakiman ini, begitu juga Badan Pemeriksa Keuangan dan Komisi Yudisial sudah se- harusnya didengarkan pendapatnya baik oleh Peme rin- tah maupun oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam

Tindak Pidana Korupsi, UU No. 30 Tahun 2002, LN No. 137 Tahun 2002, TLN No. 4250.

perancangan, pembahasan, dan pengesahan undang - undang yang berkaitan dengan lembaga-lembaga yang bersangkutan, sehingga pelaksanaan undang-undang itu kelak dapat dijalankan dengan sebaik -baiknya.

Sudah tentu, karena fungsi legislasi berada di tangan Dewan Perwakilan Rakyat, sifat informasi atau pendapat yang disampaikan oleh lembaga-lembaga ini tidak mengikat bagi DPR dalam mengambil keputusan. Tetapi, sebagai lembaga politik yang menampung dan menyalurkan aspirasi rakyat, sudah seharusnya Dewan Perwakilan Rakyat mendengarkan pula aspirasi dari lembaga-lembaga yang nantinya akan menjalankan un - dang-undang yang bersangkutan.

Semua lembaga negara yang merasa kepen - tingannya terkait dengan undang-undang yang sedang diuji di Mahkamah Konstitusi, dapat terlibat dalam proses pemeriksaan perkara pengujian undang -undang yang bersangkutan. Keterkaitan atau keterlibatan lembaga negara lain sebagai pihak terkait dalam prose s persidangan di Mahkamah Konstitusi, dapat dibedakan ke dalam empat kategori, yaitu:

1. Lembaga negara pembentuk undang-undang; 2. Lembaga negara pelaksana undang -undang; 3. Lembaga negara pengawal hak asasi manusia; 4. Lembaga negara lainnya.

Pertama, lembaga negara pembentuk undang- undang yang terdiri atas (i) DPR; (ii) DPD; dan (iii) Pemerintah. Inisiatif rancangan UU dapat datang dari Pemerintah atau dari DPR, ataupun dari DPD. Akan te - tapi, pengesahan materiil disahkan oleh DPR dan pengesahan formil dilakukan oleh Presiden. Yang saya

maksud dengan pengesahan materiil adalah penge - sahan sebagai tanda persetujuan bersama antara DPR dengan Pemerintah dalam rapat paripurna DPR. Se - dangkan pengesahan formil adalah pengesahan oleh Presiden setelah rancangan undang-undang yang ber- sangkutan mendapat persetujuan bersama antara DPR dengan Pemerintah/Presiden. Pengesahan dilakukan dengan penandatanganan rancangan undang-undang itu oleh Presiden disertai perintah untuk peng - undangannya dalam Lembaran Negara oleh pembantu Presiden yang secara khusus ditugaskan untuk itu.

Keterlibatan DPD dalam proses pembentukan undang-undang terbatas kepada undang-undang ter- tentu saja seperti yang ditentukan dalam UUD 1945. Karena itu, hanya undang-undang yang proses pem- bentukannya melibatkan peran DPD saja yang apabila diuji di Mahkamah Konstitusi, pemeriksaannya perlu melibatkan pula peran DPD. Dalam praktek, meskipun undang-undang yang diuji adalah undang-undang yang terbentuk sebelum DPD ada, oleh mahkamah selalu diusahakan untuk melibatkan peran DPD sebagai representasi kepentingan daerah. Karena bagaimana - pun, proses pengujian di Mahkamah Konstitusi atas undang-undang yang menyangkut kepentingan daerah harus pula memperhatikan sungguh-sungguh adanya kepentingan daerah itu. Untuk itu, daripada harus memanggil pemerintahan daerah untuk bersidang di Mahkamah Konstitusi, tentu lebih baik jikalau DPD saja yang dilibatkan, karena pada hakikatnya DPD itu - lah yang mewakili kepentingan daerah dalam proses pengambilan keputusan politik dan hukum di tingkat pusat.

Lembaga-lembaga negara yang termasuk kategori pertama ini, perlu didengar keterangannya (i) me - nyangkut proses pembentukan; dan (ii) materi kebi- jakan yang tertuang dalam rumusan undang-undang yang sedang diuji. Oleh karena itu, pada pokoknya, lembaga negara pembentuk undang-undang ini tidak perlu mengajukan ahli ataupun saksi -saksi dalam proses pembuktian di dalam persidangan sebagai

counter-bukti terhadap dalil-dalil para pemohon. Ke- terlibatannya hanya sebagai pemberi keterangan saja .

Kedua, lembaga negara pelaksana undang - undang. Dalam hal ini, Pemerintah di samping ter - masuk kategori pertama, juga dapat dimasukkan ke dalam kategori kedua ini, yaitu pelaksana undang - undang. Demikian pula lembaga-lembaga negara lain- nya ataupun lembaga pemerintah yang secara langsung memang merupakan lembaga pelaksana undang-un- dang yang bersangkutan, mempunyai kepentingan langsung terhadap materi perkara pengujian undang - undang yang bersangkutan. Meskipun lembaga yang bersangkutan bukan lembaga pembentuk undang- undang, tetapi karena kepentingannya bersifat lang - sung terkait, maka keterlibatannya dalam proses peme - riksaan di Mahkamah Konstitusi adalah wajib. Karena itu, keterangan dan pendapatnya wajib didengar oleh majelis hakim Mahkamah Konstitusi.

Misalnya, status Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perkara pengujian undang-undang ten- tang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.106 KPK

106 Perkara Nomor 069/PUU-I/2003 tentang Pengujian UU No- mor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap UUD Negara RI Tahun 1945, yang diajukan oleh

adalah lembaga pelaksana berbagai ketentuan UU tentang Tindak Pidana Korupsi. Karena KPK itu mem- punyai kepentingan langsung dengan materi perkara pengujian undang-undang yang mengatur dirinya tersebut, sehingga statusnya dalam persidangan se - akan-akan adalah pihak yang memang berperkara. Oleh karena itulah, KPK diizinkan oleh majelis hakim untuk mengajukan ahli dan saksi-saksi sebagai counter-bukti terhadap pembuktian yang diajukan oleh pemohon. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa keterkaitan KPK dalam perkara tersebut bersifat langsung.

Lembaga-lembaga lain pun jika terkait langsung dengan materi perkara pengujian undang -undang di Mahkamah Konstitusi, juga harus diakui dengan status yang sama. Misalnya, jika UU tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diuji, atau UU tentang Susunan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD diuji di Mah- kamah Konstitusi, maka keempat lembaga terse but, yaitu MPR, DPR, DPD, dan DPRD di seluruh Indonesia tentunya berkepentingan langsung dengan materi per - kara yang bersangkutan, sehingga harus dianggap ber - hak ikut serta dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi. Sifat keterangan yang diberi kannya itupun harus dipertimbangkan oleh majelis hakim, meskipun penilaian terhadap isinya sepenuhnya merupakan kewenangan hakim.

Ketiga, lembaga negara dengan kategori keter - kaitan fungsional seperti Komnas HAM.107 Kita me-

Bram Manoppo.

107 Komnas HAM untuk pertama kalinya dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tanggal 7 Juni 1993, atas rekomendasi Lokakarya I Hak Asasi Manusia yang

mang perlu mencatat secara khusus adanya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) ini sebagai lembaga pengawal hak asasi manusia yang dibentuk secara tersendiri dengan undang -undang. Perlu diketahui bahwa salah sat u fungsi Mahkamah Konstitusi, di samping sebagai pengawal dan penafsir konstitusi, adalah juga sebagai pelindung hak-hak konstitusional warga negara. Karena itu, sering dikata - kan bahwa tujuan dibentuknya lembaga mahkamah konstitusi ini adalah untuk melindungi hak -hak konstitusional warga negara. Karena itu, fungsinya ber - himpitan dengan fungsi Komnas HAM. Tentu saja, tidak semua constitutional rights adalah human rights. Ada juga hak-hak warga negara yang tidak termasuk kategori human rights tetapi juga dijamin dalam konstitusi, sehingga dapat disebut constitutional rights

dari subjek hukum yang disebut eksplisit dalam undang-undang dasar.

Demikian juga mengenai obyek undang-undang yang dimohonkan untuk dilakukan pengujian di Mah- kamah Konstitusi juga tidak semuanya bersangkut paut dengan persoalan hak asasi manusia. Misalnya, peng - ujian atas undang-undang tentang Pemekaran Provinsi Sulawesi Barat sama sekali tidak berkaitan dengan persoalan hak asasi manusia. Akan tetapi, dala m hal undang-undang yang diuji memang berkaitan erat dengan persoalan hak asasi manusia, maka sudah tentu pihak Komnas HAM sebagai lembaga negara yang memang khusus ditugaskan oleh undang-undang untuk diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri RI dengan sponsor dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.

melindungi hak-hak asasi manusia, dapat dikatakan juga mempunyai kepentingan.

Oleh karena demikian, berkenaan dengan per kara yang menyangkut undang-undang yang berkaitan dengan persoalan hak asasi manusia, Komnas HAM diminta keterangan dan pendapatnya oleh Mahkamah Konstitusi secara resmi dalam persidangan, atau Kom- nas HAM sendiri yang berinisiatif untuk melibatkan diri dalam proses pemeriksaan perkara yang ber - sangkutan. Jika Komnas HAM yang berinisia tif, maka statusnya adalah sama dengan pihak terkait lainnya yang ikut serta dalam proses pemeriksaan. Jika yang berinisiatif adalah Mahkamah Konstitusi, maka ter - gantung kepada Mahkamah Konstitusi untuk menen - tukan keterangan ataupun keterlibatan seperti apa yang diharapkan dari Komnas HAM.

Kecuali apabila undang-undang yang diuji adalah UU tentang Hak Asasi Manusia dimana Komisi Nasi- onal HAM sendiri merupakan lembaga pelaksana nya, kedudukan Komnas HAM sebagai lembaga terkait cukup diperlukan keterangan dan pendapatnya. Kom - nas HAM tidak dapat mengajukan ahli atau saksi -saksi, baik dalam rangka memperkuat atau melawan dalil pe- mohon. Namun, jika undang-undang yang diuji adalah undang-undang tentang Komnas HAM sendiri, maka tentu saja kedudukan Komnas HAM dalam hal ini termasuk kategori kedua sebagaimana telah diuraikan di atas. Sifat keterangan dapat saja dip ertimbangkan oleh majelis hakim, apabila menurut hakim hal itu dapat dijadikan pegangan.

Keempat adalah lembaga negara yang kepen - tingannya bersifat tidak langsung dengan perkara

pengujian undang-undang. Lembaga-lembaga negara atau lembaga pemerintahan yang termasuk kategori keempat ini, tidak akan dilibatkan oleh majelis hakim Mahkamah Konstitusi dalam pemeriksaan sesuatu per - kara pengujian undang-undang. Namun demikian, dalam praktek, dapat saja terjadi bahwa lembaga - lembaga negara atau lembaga pemerintah an yang ber- sangkutan berinisiatif sendiri untuk melibatkan diri dalam perkara yang sedang diperiksa di Mahkamah Konstitusi. Misalnya, pimpinan lembaga yang ber - sangkutan menyangka atau beranggapan bahwa lem - baganya mempunyai kepentingan langsung dengan ma- teri perkara yang terkait. Dalam hal demikian, maka lembaga negara dimaksud dapat saja mengajukan permohonan untuk ikut serta sebagai pihak terkait. Jika demikian, keterangan yang akan diberikan oleh lembaga yang bersangkutan hanya merupakan ad

informandum yang bersifat tidak mengikat.

Dalam dokumen HUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG (Halaman 107-111)