• Tidak ada hasil yang ditemukan

Susunan Keanggotaan

Dalam dokumen HUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG (Halaman 190-194)

E. PENERBITAN PUTUSAN

3. Susunan Keanggotaan

a. Pimpinan Mahkamah Konstitusi

Pimpinan Mahkamah Konstitusi dapat kita beda - kan ke dalam dua pengertian. Pertama adalah pimpin - an mahkamah sebagai institusi; dan Kedua, pimpinan mahkamah dalam proses peradilan, yaitu pimpinan dalam persidangan atau permusyawaratan. Dalam arti pertama, pimpinan Mahkamah Konstitusi terdiri atas (i) seorang Ketua Mahkamah Konstitusi ; (ii) seorang Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi; (iii) seorang Sekre-

196 Indonesia, Undang-Undang Tentang Mahkamah Konstitusi,

taris Jenderal Mahkamah Konstitusi ; dan (iv) seorang Panitera Mahkamah Konstitusi.

Sebagaimana layaknya ketua lembaga (tinggi) ne- gara lainnya seperti Ketua DPR, DPD, dan MPR, atau - pun MA dan BPK, Ketua Mahkamah Konstitusi juga adalah ketua lembaga (tinggi) negara yang men dapat perlakuan protokoler sebanding dengan Presiden dan Wakil Presiden. Misalnya, dalam setiap upacara resmi tempat duduk semua ketua lembaga (tinggi) negara tersebut, dengan tetap mengutamakan tempat duduk Presiden dan Wakil Presiden, haruslah berada dalam jajaran yang sama. Demikian pula dengan nomor ken - daraan jabatan, yang apabila mobil jabatan Presiden dan Wakil Presiden diberi nomor seri RI-1 dan RI-2 atau B-1 dan B-2, Ketua BPK B-7, Ketua MA B-8, maka nomor seri mobil jabatan Ketua MK adalah B -9.

Di samping itu, jabatan ketua juga adalah sim bol institusi atau mempunyai fungsi simboli s atas nama lembaga, dan sekaligus sebagai juru bicara dalam hal - hal tertentu yang memerlukan publisitas atau pe - nerangan resmi dari lembaga. Kalaupun di antara hakim dapat diberi tugas juru bicara, tanggung jawab - nya tetap berada di pundak ketua Mahkamah Konsti- tusi. Sekretaris Jenderal, Panitera dan juga pejabat Kepala Biro yang menangani urusan kehumasan ber- tindak sebagai petugas yang memfasilitasi hal itu.

Tentu saja, sejauh menyangkut bidang tugasnya masing-masing, Sekretaris Jenderal dan Panitera jug a dapat bertindak sebagai juru bicara untuk memberikan informasi mengenai segala sesuatu yang menjadi ling - kup tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan keten - tuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Keterbukan tersebut diterapkan dalam ling kungan Mahkamah Konstitusi sesuai dengan prinsip trans - paransi dan akuntabilitas yang memang seharus nya diterapkan di lingkungan Mahkamah Konstitusi sesuai ketentuan Undang-Undang tentang Mahkamah Kon- stitusi.

Di samping itu, sebagai ketua lembaga (tinggi) negara, Ketua Mahkamah Konstitusi juga berhak untuk dan atas nama lembaga mahkamah menandatangani peraturan (interne regeling), keputusan-keputusan yang bersifat administratif (aspek administrasi umum non-yustisial) ataupun ketetapan yang bersifat ad- ministratif (aspek administrasi yustisial). Produk- produk internal regelingen dan peraturan-peraturan lainnya yang dimaksudkan sebagai penjabaran ketentuan dan atas perintah Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi, diatur leb ih lanjut dalam Peraturan Mah-kamah Konstitusi (PMK) yang ditanda- tangani oleh Ketua. Misalnya, peraturan tentang kode etika, peraturan tentang hukum acara perselisihan hasil pemilihan umum, dan lain-lain dituangkan dalam ben- tuk Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) yang di - tandatangani oleh Ketua MK.

Keputusan dan ketetapan yang bersifat adminis - tratif dapat dibedakan antara yang berkaitan dengan administrasi yustisial atau perkara yang terkait dengan lingkup tugas Panitera, dan yang berkaitan dengan administrasi non-yustisial yang terkait dengan lingkup tugas Sekretaris Jenderal. Yang dikatakan berkaitan dengan administrasi justisial, misalnya, penetapan administratif yang berisi persetuj uan pencabutan per- kara oleh pemohon, dan penetapan penunjukan hakim

panel. Penetapan semacam ini selalu dituangkan dalam bentuk keputusan yustisial oleh ketua yang secara resmi dinamakan Ketetapan Ketua Mahkamah Kon - stitusi.197

Sementara itu, keputusan atau penetapan admi- nistratif yang berkaitan dengan, misalnya, peng ang- katan sementara pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Jen - deral dituangkan dalam bentuk keputusan ketua yang disebut Keputusan Ketua Mahkamah Konstitusi. Sebe - lum ditetapkannya Sekretaris Jende ral Mahkamah Konstitusi secara resmi berdasarkan Keputusan Presi - den, Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal dan demikian pula para pemangku sementara jabatan -jabatan dan staf-staf di lingkungan Mahkamah Konstitusi ditetap - kan sendiri oleh Ketua Mahkamah Konstitusi dengan surat keputusan yang bersifat administratif (beschik- king).

197 Di lingkungan pengadilan biasa, istilah yang lazim dipakai untuk ini adalah “Penetapan”. Saya menolak penggunaan istilah ini di lingkungan Mahkamah Konstitusi, karena dapat dinilai secara gramatikal keliru. Jika kegiatan mengatur atau pengaturan menghasilkan aturan dan peraturan, kegiatan penetapan seharusnyalah menghasilkan “Ketetapan”, sehing- ga kita dapat membedakan antara istilah Keputusan, Ke- tetapan, dan Peraturan, masing-masing sebagai hasil dari suatu tindakan pengambilan keputusan di bidang adminis- trasi non yustisial, tindakan penetapan di bidang adminis- trasi yustisial, dan tindakan pengaturan (regeling). Saya bersyukur bahwa kedelapan hakim konstitusi lainnya ber- setuju dengan saya dalam rangka penggunaan istilah -istilah keputusan, ketetapan, peraturan tersebut di lingkungan Mahkamah Konstitusi.

b. Ketua dan Anggota Sidang dan Rapat

Dalam pelaksanaan tugas mahkamah ini, perlu dibedakan secara jelas antara jabatan kepemimpinan kelembagaan dari kedudukan pimpinan persidangan atau permusyawaratan. Pimpinan lembaga Mahkamah Konstitusi terdiri atas seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua, didukung atau dibantu oleh seorang Sekretaris Jenderal dan seorang Panitera. Keempat pejabat itulah yang menurut ketentuan yang terkait dengan bidang tugas dan kewenangannya masing-masing relevan untuk disebut sebagai pimpinan lembaga Mahkamah Konstitusi.

Namun, dalam proses pengambilan keputusan melalui proses rapat permusyawaratan ataupun melalui proses persidangan, pimpinan pertemuan tidak mesti harus Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi. Dalam setiap sidang (pemeriksaan persidangan) atau rapat (forum permusyawaratan), baik yang bersifat pleno ataupun bukan (panel), jika dihadiri oleh Ketua Mahkamah Konstitusi, maka otom atis sidang atau rapat tersebut dipimpin oleh Ketua Mahkamah Konsti - tusi. Jika Ketua tidak hadir, tetapi Wakil Ketua Mah - kamah Konstitusi hadir, maka sidang atau rapat itu dipimpin oleh Wakil Ketua yang akan bertindak sebagai ketua sidang atau ketua rapat.

Jika dalam suatu rapat ataupun sidang, baik Ketua maupun Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi sama-sama tidak hadir, maka terdapat dua kemung kin- an prosedur yang harus ditempuh. Apabila rapat ter - sebut dimaksudkan untuk mengadakan pemilihan Ketua dan/atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi,

maka rapat tersebut secara otomatis harus dipimpin oleh anggota yang usianya paling tua di antara sesama anggota yang hadir. Jika rapat atau sidang tersebut bersifat panel, maka Ketua Panel yang bersangkutan itulah yang secara otomatis akan memimpin rapat atau sidang panel tersebut. Namun, apabila rapat per - musyawaratan ataupun sidang pemeriksaan tersebut bersifat pleno, maka yang akan memimpin adalah salah seorang hakim yang dipilih untuk bertindak sebagai ketua khusus untuk rapat atau sidang yang ber- sangkutan.

Dengan demikian, dapat dibedakan secara jelas antara jabatan Ketua dan Wakil Ketua lembaga dari status ketua sidang dan ketua rapat yang tidak mutlak harus melekat dalam pribadi orang yang sama. Dalam situasi dan kondisi-kondisi tertentu, setiap hakim Mah - kamah Konstitusi dapat memperoleh kesempatan un - tuk memimpin rapat ataupun sidang, baik yang ber sifat pleno maupun yang bersifat panel.

c. Ketua dan Anggota Panel

Seperti dikemukakan di atas, persidangan atau permusyawaratan dapat diselenggarakan secara pleno atau panel. Dalam hal diadakan secara panel, maka sejak semula terhadap setiap perkara yang telah dire - gistrasi oleh Panitera selalu ditentukan ketua dan anggota panel yang akan ditugaskan melakukan peme- riksaan. Penentuan ketua dan anggota panel ini diten - tukan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi atas usul dan saran dari Panitera. Penentuan ketua dan anggota

panel oleh Ketua Mahkamah Konstitusi tidak menutup kemungkinan apabila para hakim sendiri berinisiatif untuk mengusulkan orang yang tepat untuk duduk atau tidak duduk menjadi ketua atau anggota panel yang terkait.

Faktor-faktor yang biasanya dijadikan bahan per - timbangan dalam menentukan alokasi dan distri busi perkara di antara para hakim, adalah (a) fakto r pe- merataan kuantitatif jumlah perkara yang ditangani ; (b) faktor keseimbangan beban kualitatif substansi per - kara; (c) faktor kesesuaian substansi dengan bidang keahlian hakim yang bersangkutan; (d) faktor kondisi subyektif hakim terhadap perkara, seper ti potensi konflik dengan kepentingan pribadi hakim (conflict of

interest), dan (e) faktor kondisi kemampuan atau kon-

disi kesehatan hakim untuk menangani perkara yang bersangkutan. Panitera biasanya menyiapkan rekapi tu- lasi menyeluruh mengenai alokasi dan distribusi pem- bagian tugas penanganan perkara di antara para hakim. Khusus Ketua Mahkamah Konstitusi, kecuali da - lam hal memang diperlukan, lazimnya tidak menjadi ketua ataupun anggota panel. Pengecualian terhadap hal ini terjadi dalam penanganan perkar a perselisihan hasil pemilihan umum. Karena banyaknya perkara yang ditangani maka Ketua Mahkamah Konstitusi selalu menjadi ketua salah satu panel yang dibentuk dalam rangka pemeriksaan dan penyelesaian perkara perse - lisihan hasil pemilu, seperti dalam kas us pemilihan umum tahun 2004 yang lalu.

B. KUORUM PERSIDANGAN DAN

Dalam dokumen HUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG (Halaman 190-194)