• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberitahuan

Dalam dokumen HUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG (Halaman 74-78)

B. OBJEK PENGUJIAN

3. Pemberitahuan

Apabila suatu permohonan pengujian undang - undang terhadap UUD secara resmi telah diregis - trasikan oleh Panitera dengan diberi nomor perkara dalam Buku Register Perkara Konstitusi sebagaimana mestinya, berarti telah resmilah berkas permohonan perkara pengujian undang-undang yang bersangkutan terdaftar sebagai perkara konstitusi di Mahkamah Konstitusi. Setelah pendaftaran atau registrasi dimak - sud diselesaikan, maka selain pemberitahuan yang ber- kaitan dengan kelengkapan administrasi per mohonan seperti diuraikan di atas, berkas permohonan tersebut juga harus segera diberitahukan kepada pihak -pihak yang berkaitan kepentingan dengan perkara tersebut. Untuk itu, diatur pula bahwa perkara yang telah diregistrasi itu harus ditentukan jadwal sidangnya dan diumumkan secara terbuka agar dapat diketahui oleh masyarakat luas.

Pasal 34 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mah- kamah Konstitusi78 menentukan:

(1) Mahkamah Konstitusi menetapkan hari sidang per-

tama, setelah permohonan dicatat dalam Buku Regis- trasi Perkara Konstitusi dalam jangka waktu paling lambat 14 hari kerja;

78 Indonesia, Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi,

(2) Penetapan hari sidang pertama sebagaimana di - maksud pada ayat (1) diberitahukan kepada para pi- hak dan diumumkan kepada masyarakat;

(3) Pengumuman kepada masyarakat sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menempel- kan salinan pemberitahuan tersebut di papan peng - umuman Mahkamah Konstitusi yang khusus diguna - kan untuk itu.

Dalam Pasal 34 tersebut di atas nampak bahwa yang lebih diutamakan untuk diberitahukan kepada khalayak ramai adalah soal penetapan hari sidang. Na - mun, apabila pasal tersebut dibaca secara substantif keseluruhannya, maka sebenarnya, isi materi peng - umuman itu sudah mencakup pula mengenai kebera- daan perkara itu sendiri yang sudah seharusnya diketahui oleh masyarakat luas. Artinya, hakikat pemberitahuan itu adalah untuk kepentingan trans - paransi atau keterbukaan, karena itu setiap perkara yang telah diregistrasikan harus diumumkan secara terbuka, berikut jadwal sidang pertamanya. Dengan demikian, siapa saja yang berkepentingan dapat ikut serta menurut ketentuan yang berlaku dalam proses pemeriksaan persidangan yang bersifat terbuka untuk umum.

Mengenai tempat pengumuman seperti ditentu - kan pada ayat (3) sifatnya hanya formalitas belaka. Sebab, di masa sekarang, pengumuman semacam itu sama sekali tidak efektif untuk maksud memberitahu - kan kepada masyarakat luas. Oleh karena itu, di sam - ping ditempelkan di papan pengumuman yang ter- sendiri di kantor Mahkamah Konstitusi, pengumuman

dimaksud juga dilakukan melalui media internet yang dapat diakses oleh siapa saja dan darimana saja. Alamat internet Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id. Jika ingin le-

bih ideal, pengumuman dapat pula dilakukan dengan cara menerbitkan pengumuman res mi di berbagai media cetak dan elektronik. Akan tetapi, karena biayanya mahal, maka pengumuman melalui internet dapat dianggap paling realistis.

Selain itu, Pasal 52 UU tentang Mahkamah Konstitusi79 juga menentukan:

“Mahkamah Konstitusi menyampai- kan permohonan yang sudah dicatat da- lam Buku Registrasi Perkara Konstitusi kepada (i) Dewan Perwakilan Rakyat, dan (ii) Presiden untuk diketahui, dalam jang- ka waktu paling lambat 7 hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Regis- trasi Perkara Konstitusi.

Di samping itu, Pasal 53-nya menentukan pula:

“Mahkamah Konstitusi memberita- hukan kepada Mahkamah Agung adanya permohonan pengujian undang-undang dalam jangka waktu paling lambat 7 hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi”.

79 Indonesia, Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi,

Dari berbagai ketentuan tersebut di atas, dapat diketahui bahwa terhadap setiap permohonan perkara pengujian undang-undang yang telah resmi diregistrasi, ditentukan adanya kewajiban Mahkamah Konstitusi untuk memberitahukannya kepada (i) masyarakat luas, (ii) Presiden, (iii) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan (iv) Mahkamah Agung (MA). Di samping itu, tentu saja pihak-pihak lain yang terkait secara langsung dengan undang-undang yang diuji juga perlu diberitahu akan adanya permohonan yang bersangkutan.

Misalnya, jika yang diuji adalah undang -undang tentang Pemilihan Umum, dengan sendirinya Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara pemilihan umum juga perlu diberitahu oleh Mahkamah Konsti - tusi, meskipun undang-undang sendiri tidak menentu- kan keharusan semacam itu. Namun, karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) merupakan pihak yang terkait kepentingannya secara langsung, Mahkamah Konstitusi dapat menafsirkannya dengan i’tikad baik semata -mata untuk memberi kesempatan yang adil kepada pihak yang terkait langsung untuk turut serta dalam proses pemeriksaan terhadap perkara yang bersangkutan.

Yang secara khusus disebut dalam ketentuan di atas adalah Presiden, DPR dan Mahkamah Agung. Pertama, pemberitahuan kepada DPR dan Presiden. Karena pembentukan undang-undang melibatkan pe- ranan DPR dan Presiden yang secara bersama -sama membahas dan menyetujui diundangkannya undang- undang yang bersangkutan, maka tidaklah fair jika hakim konstitusi untuk menilai undang-undang yang bersangkutan tanpa melibatkan dan tanpa mendengar -

kan keterangan dari pihak yang membuatnya, yaitu DPR bersama Presiden.

Oleh sebab itu, begitu suatu undang-undang diperkarakan oleh sesuatu pihak, sudah dengan sen diri- nya dalam waktu segera pihak yang membuat atau membentuk undang-undang tersebut diberitahu se- bagaimana mestinya. Bahkan, jika dikaitkan dengan ketentuan Pasal 54 tentang permintaan keterangan oleh Mahkamah Konstitusi dan Pasal 59 tentang penyam - paian putusan perkara pengujian undang -undang oleh Mahkamah Konstitusi juga kepada Dewan Perwaki lan Daerah, maka seharusnya Dewan Perwakilan Daerah pun sejak awal telah diberitahu akan keberadaan permohonan perkara pengujian undang-undang ter- sebut.

Dengan demikian, di samping DPR dan Presiden, DPD juga perlu diberitahu akan keberadaan perkara pengujian undang-undang dimaksud. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa setiap permo - honan perkara pengujian undang-undang yang telah resmi diregistrasi harus diberitahukan oleh Kepanitera - an Mahkamah Konstitusi kepada (i) masyarakat luas melalui pengumuman resmi; (ii) Dewan Perwakilan Rakyat; (iii) Presiden; (iv) Dewan Perwakilan Daerah; (v) Mahkamah Agung; dan (vi) Pihak yang terkait se- cara langsung.

Kedua, pemberitahuan kepada Mahkamah Agung. Setiap perkara pengujian undang -undang wajib di- beritahukan kepada Mahkamah Agung. Pemberita huan semacam ini sebenarnya berkaitan dengan dua keper - luan, yaitu: (i) keperluan yang terkait dengan ketentuan Pasal 55 UU tentang Mahkamah Konstitusi ; dan (ii)

keperluan lain yang terkait dengan perkara yang sedang diperiksa oleh pengadilan dalam lingkungan Mahka - mah Agung yang menggunakan ketentuan undang- undang yang terkait. Di berbagai nega ra yang memiliki Mahkamah Konstitusi di samping Mah kamah Agung, kedua hal ini lazim diatur atau pal ing tidak berkembang dalam praktek pengujian undang-undang, sehingga hubungan di antara kedua mahkamah ini dapat ber - jalan seiring tanpa menim bulkan komplikasi dalam penyelenggaraan proses peradilan yang menjadi juris- diksi masing-masing.

Namun, dalam UU Mahkamah Konstitusi, soal yang kedua itu belum diatur sama sekali. Yang ada baru soal yang pertama, yaitu sebagaimana ditentukan pada Pasal 55 yang berbunyi:

“Pengujian peraturan perundang-un- dangan di bawah undang-undang yang se- dang dilakukan oleh Mahkamah Agung wajib dihentikan apabila undang-undang yang menjadi dasar pengujian peraturan tersebut sedang dalam proses pengujian Mahkamah Konstitusi sampai ada putusan Mahkamah Konstitusi”.

Ketentuan ini penting untuk mencegah jangan sampai timbul kesimpangsiuran norma hukum akibat adanya dualisme kewenangan pengujian norma umum, yaitu pengujian konstitusionalitas undang-undang (constitutional review of law atau judicial review on the constitutionality of law) oleh Mahkamah Konsti- tusi, dan pengujian legalitas peraturan perundang-

undangan di bawah undang-undang oleh Mahkamah Agung (judicial review on the legality of regulation) oleh Mahkamah Agung. Jika tidak diadakan penghen - tian pemeriksaan seperti yang ditentukan oleh Pasal 55 tersebut, dapat saja terjadi adanya perkara yang diuji bersamaan oleh Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung yang saling berkaitan satu sama lain.

Misalnya, undang-undang yang diuji oleh Mah- kamah Konstitusi berakhir dengan dinyatakan tidak mengikat untuk umum alias dibatalkan, tetapi pada saat yang sama dapat saja terjadi bahwa Peraturan Pemerintah yang mengacu kepada undang-undang yang bersangkutan dinyatakan sah berlaku karena tidak bertentangan dengan undang-undang dimaksud. Kedua putusan itu tentunya tidak bersifat saling melengkapi. Untuk menghindari terjadinya hal-hal seperti itulah maka Pasal 55 tersebut diadakan.

Akan tetapi, mengenai hal yang kedua, yaitu jika suatu perkara sedang diperiksa di pengadilan dalam lingkungan Mahkamah Agung (misalnya Pengadilan Negeri) dengan menggunakan undang-undang yang sedang diuji di Mahkamah Konstitusi, secara mutatis

mutandis perkara tersebut sudah seharus nya dapat

pula dihentikan sesuai dengan semangat yang terkan - dung dalam ketentuan Pasal 55 tersebut. Di negara - negara lain seperti Amerika Serikat, penghentian per - kara semacam ini disebut stay atau injunction. Ada pula yang menyebutnya freeze atau freezing yang ber- arti membekukan (perkara). Idealnya, pengaturan me - ngenai hal ini ditegaskan secara eksplisit dalam un - dang-undang seperti halnya ketentuan Pasal 55 ter - sebut.

Namun, sambil menunggu upaya revisi atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mah- kamah Konstitusi80 yang disadari memang dibuat secara tergesa-gesa dan diundangkan pada tanggal 13 Agustus 2003, pada saat-saat menjelang tanggal 17 Agustus 2003 sebagai tanggal tenggat waktu terakhir pembentukan Mahkamah Konstitusi seperti tercantum dalam Aturan Peralihan Pasal III Undang-Undang Dasar 1945, kiranya penerapan prosedur stay atau

injuction tersebut dapat dilakukan apabila dapat

disepakati dan diatur bersama oleh Mahkamah Konsti - tusi dan Mahkamah Agung.

Penghentian pemeriksaan itu penting untuk men- cegah jangan sampai putusan di pengadilan negeri telah dijatuhkan dan lebih tidak fair lagi apabila sanksinya telah pula dilaksanakan tetapi tiba -tiba undang- undangnya dinyatakan batal oleh putusan Mahkamah Konstitusi. Ketentuan yang diberlakukan dewasa ini ha- nya mengacu kepada prinsip yang diatur dalam Pasal 58 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konsti- tusi81 yang menyatakan:

“Undang-undang yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi tetap berlaku, se- belum ada putusan yang menyatakan un- dang-undang itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

80 Indonesia, Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi,

UU No. 24 Tahun 2003, LN Tahun 2003 No. 98, TLN No. 4316.

81 Indonesia, Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi,

UU No. 24 Tahun 2003, LN Tahun 2003 No. 98, TLN No. 4316.

Namun, menurut pendapat saya, semangat yang terkandung dalam Pasal 55 hendaklah dapat pula diperluas sehingga dapat di-pahami mencakup pula pengertian stay atau injuction, asalkan disepakati dan diatur bersama oleh Mahkamah Konstitusi bersama Mahkamah Agung.

Dalam dokumen HUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG (Halaman 74-78)