• Tidak ada hasil yang ditemukan

MASALAH PADA KEHAMILAN KEMBAR: “APAKAH PENENTUAN KORIONISITAS LEBIH PENTING DIBANDING PENENTUAN ZIGOSITAS?”

dr. Dudy Aldiansyah, M.Ked(OG), SpOG(K) Abstrak

Angka kehamilan kembar pada populasi dunia berkisar antara 3,5-4 per 1000 kelahiran. Angka ini diperkirakan akan meningkat seiring dengan meningkatnya kualitas pelayanan infertilitas. Meskipun seringkali dianggap sebagai suatu berkah atau keajaiban, kehamilan multifetal ini sebenarnya menjadi suatu potensi yang berat bagi sang ibu dan anaknya di dalam kandungan.

Pemeriksaan pada kehamilan kembar yang paling dikenal adalah penentuan zigositas dan korionisitas. Penentuan zigositas dapat berguna dalam kepentingan transplantasi, donor darah, penentuan resiko penyakit dan pencegahannya, untuk kepentingan penelitian genetika modern dan uji klinis, dan kepentingan psikologis pasien. Sedangkan penentuan korionisitas mempunyai manfaat yang lebih terarah dalam bidang obstetrik karena bayi kembar monokorionik memiliki mortalitas dan morbiditas yang lebih tinggi dan resiko ini dapat dicegah hingga hampir nihil dengan penatalaksanaan dini yang didasarkan dari diagnosis dini. Maka dari itu, dalam bidang obstetrik, penentuan korionisitas dianggap jauh memiliki kegunaan yang lebih tinggi dibandingkan zigositas Kata kunci: kehamilan kembar, korionisitas, zigositas

Pendahuluan

Kehamilan kembar dapat terjadi dari adanya dua atau lebih peristiwa fertilisasi, atau dimulai dari suatu

fertilisasi tunggal diikuti oleh ―kesalahan‖ pembelahan zigot ataupun dari kombinasi keduanya. Kehamilan seperti

ini berhubungan dengan peningkatan resiko pada ibu dan anak, dan resiko ini semakin meningkat dengan jumlah keturunannya. Meskipun seringkali dianggap sebagai suatu berkah atau keajaiban, kehamilan kembar sebenarnya menjadi suatu potensi yang berat bagi sang ibu dan anaknya di dalam kandungan. Mortalitas anak kembar juga lima kali lipat daripada kehamilan tunggal.1

Angka kehamilan kembar pada populasi dunia berkisar antara 3,5-4 per 1000 kelahiran. Pada negara maju, seiring dengan perkembangan teknik penatalaksanaan infertilitas, angka kembar meningkat drastis sebesar 76% sejak tahun 1980 dari 18,9 menjadi 32,1 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan pada negara berkembang angka ini rata-ratanya adalah 13,1 per 1000 kelahiran. Di Asia Tenggara termasuk Indonesia angka ini dibawah 9 per 1000 kelahiran. Angka ini diperkirakan akan meningkat seiring dengan meningkatnya kualitas pelayanan infertilitas. 1,2

Zigositas

Janin kembar biasanya berasal dari fertilisasi dua ovum yang berbeda dan terpisah yang disebut kembar dizigotik atau kembar fraternal. Pada kasus yang jarang, kembar berasal dari ovum tunggal yang telah dibuahi yang kemudian membelah, yang disebut dengan kembar monozigotik atau kembar identik. Pembelahan suatu zigot menjadi dua tidak memastikan bahwa keduanya mendapat isi protoplasma yang setara. Kembar monozigot juga lebih rentan terhadap mutasi postzigotik atau kemungkinan memiliki penyakit genetik yang sama namun dengan ekspresi yang berbeda. Kembar monozigot juga memiliki insidensi malformasi yang lebih tinggi.1

Meski ada istilah kembar identik, kembar dizigotik yang memiliki jenis kelamin yang sama kadang justru lebih identik saat lahir dibanding kembar monozigotik. 1Oleh karena itu, zigositas tidak dapat ditentukan dari penampilan fisik saja pada kembar dengan jenis kelamin yang sama.3 Ada 3 alasan mengapa perlu ditentukan zigositas, yakni alasan medis, ilmu pengetahuan, dan personal.3

Alasan medis diperlukannya zigositas terutama dalam hal transplantasi organ dan bawaan penyakit spesifik.3 Diketahuinya zigositas dapat mempengaruhi penanganan transplantasi. Contoh paling nyata adalah kasus dimana seorang yang menerima transplantasi organ dari kembarnya yang diberi imunosupresan selama 15 tahun. Namun pada kenyataannya adalah kembar monozigot yang mana terapi imunosupresan tidak diperlukan dan justru menambah resiko yang tidak diperlukan. Pada kasus seperti kanker payudara, dengan mengetahui bahwa seseorang kembar monozigotik dari seorang penderita kanker payudara, pemeriksaan dini dapat menyelamatkan nyawa orang tersebut.4Karena tingginya angka kematian perinatal pada bayi kembar, pemeriksaan harus dilakukan sesegera mungkin setelah lahir karena bila satu atau lebih bayi yang meninggal dan pada kemudian hari dicurigai kelainan pada kembar yang masih hidup, pemeriksaan zigositas tidak dapat lagi dilakukan. 3

Untuk bidang ilmu pengetahuan, zigositas memberikan sumbangan yang sangat berarti. Pada era pengetahuan modern, para peneliti zaman ini lebih menitikberatkan peran genetik dan lingkungan pada suatu kondisi pada manusia. Penelitian semacam ini, para peneliti biasanya menggunakan kembar monozigotik dan

dizigotik sebagai perbandingan. Selain itu, banyak dapat dipelajari dengan mengeliminasi sifat bawaan yang tidak diperlukan yang dapat menjadi perancu pada penelitian dengan menggunakan sampel kembar. 3

Untuk alasan pribadi seperti alasan identitas dan pendidikan, jawaban atas zigositas sangatlah berarti bagi kembar. Alasan yang sering dikemukakan oleh kembar dengan status zigositas adalah sebagai berikut: untuk kepentingan pribadi; untuk menghindari situasi memalukan saat ditanya ―apakah mereka kembar identik?‖; untuk

mengetahui arti dan seberapa pentingnya bila ada persamaan atau perbedaan dalam pertumbuhan dan perkembangan mereka; untuk penguatan personal untuk mendapat perlakuan yang berbeda bila mereka identik; untuk mengetahui kemungkinan memiliki anak kembar juga.3

Untuk menentukan zigositas, ada beberapa metode. Pertama dengan jenis kelamin, dimana kembar berjenis kelamin beda hampir selalu dizigotik. Namun pada kasus yang jarang, karena adanya mutasi somatik atau adanya aberasi kromosom, kariotipe dan fenotipe kembar monozigotik. Cara kedua adalah dengan menentukan perbedaan golongan darah. Bila golongan darah berbeda, maka hampir dapat dipastikan bahwa kembar tersebut dizigotik. Umumnya kembar monozigotik memiliki golongan darah yang identik, namun golongan darah yang sama tidak dapat menjadi patokan. Cara yang lain adalah dengan menentukan korionisitas dari janin ataupun bayi yang dilahirkan. Bila ditemukan monokorionik maka hampir dapat dipastikan bahwa kembar tersebut monozigotik. Namun metode ini memerlukan pengalaman dan ketelitian yang tinggi. Cara yang paling akurat untuk memeriksa zigositas adalah dengan menggunakan pemeriksaan DNA.1,3

Korionisitas

Korionisitas terbagi atas 4 yakni: dikorionik diamniotik, monokorionik diamniotik, monokorionik monoamniotik, dan monokorionik monoamniotik dengan kembar siam. 1 Penentuan korionisitas penting ditentukan saat hamil karena sepertiga dari keseluruhan kembar merupakan monokorionik yang memiliki mortalitas dan morbiditas yang tinggi bagi janin. Sepertiga dari kehamilan kembar monokorionik akan melahirkan minimal satu bayi dengan keterlambatan pertumbuhan dalam rahim, 10-15% diantaranya mengalami sindroma transfusi antar kembar (TTTS), Studi tahun 2015 memperkirakan kejadian kembar akardiak 2,6 persen kehamilan kembar monokorionik dan 1 pada 9500 sampai 11.000 kehamilan, Kehamilan kembar dengan IUGR selektif terjadi pada sekitar 12% kehamilan kembar dan kejadian TAPS berkisar antara 2 sampai 13% tergantung pada kriteria dan definisi yang digunakan, dan resiko kegugurannya sebesar 12%. Resiko lainnya mencakup pembagian plasenta yang tidak merata, lilitan dan kompresi tali pusat yang sangat berbahaya bagi sang janin. Namun pasien yang dirawat inap dan dimonitor secara rutin dengan persalinan dini memiliki mortalitas perinatal hampir mencapai 0%.5,6

Korionisitas dapat ditentukan secara teliti dengan tingkat kebenaran >99% pada trimester pertama. Ada beberapa cara untuk menentukan korionisitas beserta amniositasnya. Jenis kelamin yang berbeda dapat menjadi patokan dikorionisitas. Suatu membran pemisah yang tebal pada insersio plasenta yang tampak berbentuk segitiga (tanda lambda atau puncak kembar), dapat divisualisasikannya 4 lapisan membran, dan adanya plasenta yang terpisah dapat menjadi penanda dikorionisitas. Membran kembar monokorionik tampak secara subjektif setipis sehelai rambut, sedangkan membran dikorionik dapat dilihat dengan mudah dengan ketebalan diatas 2 mm. berbeda dengan tanda lambda pada kembar dikorionik, insersio pada membran monokorionik berbentuk seperti

huruf ―T‖.5,6

Waktu pemeriksaan yang optimal untuk menentukan korionisitas dengan USG adalah pada trimester pertama dentgan watu paling dini 10 minggu dengan akurasi hampir mencapai 100% dan dapat diperiksa seakurat ini sampai usia kehamilan 14 minggu. Pada usia kehamilan 16-20 minggu tanda lambda ini sudah lebih sulit terlihat dengan akurasi hanya 75% pada plasenta terpisah dan 93% pada plasenta tunggal. Namun perlu diingat, pada trimester kedua, tidak ditemukannya tanda lambda tidak menyingkirkan dikorionisitas begitu juga dengan plasenta yang terpisah. Pada trimester ketiga, pemeriksaan ini telah sangat tidak akurat, untuk menentukan korionisitas pada masa ini, paling tepat dengan menentukan jenis kelamin. Jika berbeda, hampir dapat dipastikan dikorionik, sedangkan bila sejenis dan massa plasenta hanya tunggal, belum boleh ditentukan sebagai monokorionik. Tetapi, sesuai dengan kesepakatan, pada kasus seperti ini, meski tidak dapat dipastikan sebagai monokorionik, janin tetap harus diperlakukan seperti monokorionik sebagai pencegahan kemungkinan terburuk. Kesimpulan

Penentuan zigositas dan korionisitas sama-sama penting. Namun dalam segi obstetrik, tidak diragukan lagi bahwa penentuan korionisitas memiliki nilai diagnostik yang lebih tinggi karena berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas intrapartum dan antenatal. Dengan penentuan korionisitas secara dini, dapat diterapkan penatalaksanaan dini yang dapat mengurangi resiko tersebut hingga hampir menjadi nihil. Namun penentuan zigositas tidak juga dapat diabaikan karena juga dapat menjadi sesuatu yang dapat berguna di kemudian hari.1, 3, 4, 6, 7

Referensi:

1. Chunningham FG, Levono KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilatrap III LC, Wenstrom KD. Multifetal Pregnancy. In: Williams Obstetrics. 24th eds. MC Graw-Hill. New York: 2014.

2. Smits J, Monden C. Twinning across the Developing World. PLoS One. 2011; 6(9): e25239.

3. Derom R, Bryan E, Derom C, Keith L, Vlletinck R. Twins, Chorionicity and Zygosity. Twin Research. 2001 4(3): 134-6

4. Craig JM, Brown R. Re: Zygosity testing should beencouraged for all same-sex twins.AGAINST: The benefit of thisknowledge should be weighedagainst the potential pitfalls. RCOG: BJOG Exchange. 2016. 1560-1

5. Constantine S, Wilkinson C. Double trouble: The importance of reporting chorionicity and

amnionicity in twin pregnancy ultrasound reports. Journal of Medical Imaging and Radiation Oncology. 2015.59: 66–69

6. Holzman et al. Ultrasound of the Placenta. Donald School Journal of Ultrasound in Obstetric and Gynecology. 2007. 1(4):47-60

7. Dubé J, Dodds L, Armson BA. Does chorionicity or zygosity predict adverse perinatal outcomes in twins? 2002. 186(3):579–83.