• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM RUJUKAN PADA ADHESI PLASENTA dr Christoffel L Tobing, M.Ked(OG), Sp.OG.K

Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU / RSUP Haji Adam Malik Medan

Sistem rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan, asuransi kesehatan nasional, dan seluruh fasilitas kesehatan.

Sistem rujukan pada layanan kesehatan merupakan hal yang berpengaruh dalam menentukan kapan dan jenis akses layanan kesehatan. Tujuan dari sistem rujukan adalah untuk mempermudah akses pasien terhadap pelayanan kesehatan, mempersingkat waktu penerimaan layanan kesehatan bagi pasien, dan mencegah terlambatnya pemberian tatalaksana awal.

Di Indonesia, pelayanan kesehatan perorangan terbagi menjadi tiga tingkatan yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama, kedua, dan ketiga. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar yang diberikan oleh layanan kesehatan pertama seperti puskesmas dan bidan. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis. Pelayanan kesehatan tingkat sub spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis.

Banyak komplikasi kehamilan yang tidak dapat ditangani pada layanan kesehatan tingkat pertama. Dalam menjalankan pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan. Rujukan terbagi menjadi dua yaitu rujukan horizontal dan vertikal. Rujukan horizontal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan bila perujuk tidak dapat memberikan layanan akibat adanya keterbatasan fasilitas, peralatan, dan atau tenaga. Rujukan vertikal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan yang dapat dilakukan dari tingkat pelayanan rendah ke tingkat pelayanan tinggi ataupun sebaliknya.

Sistem rujukan yang efektif membutuhkan komunikasi efektif antar staf, transportasi ke layanan kesehatan tingkat lanjutan, pelayanan yang terkoordinasi dan berkualitas antar pemberi layanan pada tiap tingkatan.

Dalam kondisi mortalitas maternal yang meningkat, terdapat tiga kondisi keterlambatan yang dapat meningkatkan angka mortalitas maternal yaitu, terlambat mencari layanan kesehatan, terlambat untuk tiba di layanan kesehatan, dan terlambat untuk mendapatkan tatalaksana awal.

Plasenta adhesi

Kelainan plasenta adhesi merupakan kelainan akibat implantasi abnormal jaringan trofoblas melewati desidua basalis hingga miometrium, serosa uterus, hingga organ pelvis terdekat. Insidensi adhesi plasenta meningkat secara progresif sekitar 1 dalam 500 kehamilan akibat meningkatnya angka operasi seksio sesarea. Terdapat tiga klasifikasi adhesi plasenta yaitu :

1. Akreta : villi korialis menginvasi myometrium (< 50%), terdiri dari 80% kasus. 2. Perkreta : villi korialis menginvasi myometrium ( > 50%), terdiri dari 15% kasus. 3. Inkreta : villi korialis menginvasi hingga ke organ pelvis terdekat, terdiri dari 5% kasus.

Beberapa faktor risiko dari adhesi plasenta adalah riwayat seksio sesarea, riwayat plasenta previa, multiparitas, usia tua, riwayat kuretase, riwayat operasi uterus seperti miomektomi, dan riwayat infeksi endometrium.

Adhesi plasenta dapat diidentifikasi melalui ultrasonografi, ultrasonografi Doppler, Magnetic Resonance Imaging (MRI). Beberapa kriteria ultrasonografi untuk memprediksi adhesi plasenta adalah ketebalan miometrium < 1 mm, dan terdapat lakuna intraplasenta yang besar. Pada pencitraan dengan MRI, beberapa kriteria yang dapat digunakan adalah penonjolan uterus, intensitas heterogen pada plasenta, dan gambaran intraplasenta yang gelap pada T2. Hasil laboratorium untuk membantu diagnosis adhesi plasenta adalah peningkatan kadar serum α-

fetoprotein dan β-hCG pada trimester dua.

Pada pemeriksaan antenatal di layanan kesehatan tingkat dasar, perlu ditanyakan faktor-faktor risiko adhesi plasenta. Jika ditemukan faktor risiko dari adhesi plasenta, pasien dapat dirujuk untuk pemeriksaan ultrasonografi secara berkala, dan perencanaan kelahiran pada layanan kesehatan tingkat lanjut. Pasien yang didiagnosis dengan adhesi plasenta saat antenatal, direkomendasikan untuk dirujuk ke layanan kesehatan tersier untuk perencanaan seksio sesarea. Tatalaksana adhesi plasenta memerlukan pendekatan multidisiplin yaitu konsultan obstetri yang memiliki keahlian dalam adhesi plasenta, dokter anestesi, perawat dan bidan di ruang High Dependent Unit (HDU) untuk perawatan paskaoperasi, dokter radiologi, dan dokter spesialis anak.

Penentuan waktu kelahiran dapat dilakukan dengan melihat adanya perdarahan pervaginam, faktor risiko maternal, ataupun janin. Jika tidak ada perdarahan aktif, maka terminasi dapat dilakukan pada usia kehamilan 36- 37 minggu, tetapi jika ada perdarahan aktif maka terminasi dapat dilakukan lebih awal.

Tatalaksana dapat dilakukan dengan konservatif atau histerektomi. Tatalaksana konservatif dilakukan dengan menggunakan insisi klasik untuk melahirkan janin tanpa mengganggu plasenta, bekas insisi ditutup dengan

meniggalkan plasenta di dalam uterus. Cara lain adalah dengan embolisasi arteri pelvis, prosedur ―Triple P‖, dan

oklusi dengan kateter balon intraarteri. Hal ini dilakukan untuk mencegah kerusakan organ dan mempertahan fertilitas. Tatalaksana lain dapat dilakukan dengan histerektomi jika perdarahan tidak terkontrol.

Kesimpulan

Diperlukan sistem rujukan yang terkoordinasi dimulai dari layanan kesehatan primer saat pemeriksaan antenatal, kemudian pemeriksaan ultrasonografi, MRI, ataupun laboratorium terkait adhesi plasentadan perencanaan kelahiran pada layanan kesehatan tingkat sekunder, serta tatalaksana adhesi plasenta pada layanan kesehatan tingkat tersier.

Daftar Pustaka

1. BPJS. Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang. BPJS Kesehatan:4-8.

2. WHO. Clinical Management and Referral Guidelines in Kenya Vol III. WHO;2009: 501-503.

3. Amoah AP,& Phillips DR. Strenghtening the Referral System Through Social Capital : a Qualitative Inquiry in Ghana. 2017;5(80):1-2.

4. Merck. Referral Communication : Technology Opportunity Assesment. 2012: 3-4.

5. Singh S, Pat D, Oona MC, Manu M, Murthy GVS. Referrals between Public Sector Health Institution for Woman with Obstetric High Risk, Complications, or Emergencies in India : a Systematic Review. PlosOne. 2016;10(1371):1-2.

6. Jauniaux ERM, Amar B, Jason DW. Placenta Accreta in Obstetrics : Normal and Problem Pregnancies. Elsevier. 2017:456-64.

7. Cunningham, Leveno, Bloom, Spong, Dashe, et al. Williams Obstetrics 24th Edition. McGraw Hill.2014 : 804-08.

8. Carillo AP, Edwin C. Management of Morbidly Adherent Placenta. Elsevier. 2016;26(10):283-9.

9. Belfort M, Gary AD. Postpartum Hemorrage and Other Problems of the Third Stage in High Risk Pregnancy : Management Options 4th Edition. Elsevier. 2011:1288-93.

10. Oztas E, Sibler O, Ali TC, Aykan U. Analysis of First and Second Trimester Maternal Serum Analytes for the Prediction of Morbidly Adherent Placenta Requiring Hysterectomy. Kaohsiung Journal of Medical Sciences.2016;10(1016):579-84.

11. Elena R, Patricia CD, Devine CMD, Sherelle LLN, Panella F. Case Scenario : Perioperative Management of a Multigravida at 34 week Gestation Diagnosed with Abnormal Placentation. Anesthesiology: 2011;115:852-7.