• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prof. Dr. dr. Jusuf Sulaeman Effendi, SpOG(K) Pendahuluan

Penyakit jantung dalam kehamilan merupakan penyebab penting terjadinya morbiditas dan mortalitas ibu yang terus meningkat kejadiannya dalam duapuluh tahun terakhir ini. Dengan berkembangnya kesehatan reproduksi dan semakin banyaknya ibu dengan penyakit jantung kongenital mengalami kehamilan maka semakin banyak kejadian penyakit jantung dalam kehamilan.

Yang menjadi permasalahan yang timbul adalah bagaimana dan dimana sebaiknya ibu hamil dengan penyakit jantung harus menjalani persalinan. Keadaan ini harus ditangani secara multidisiplin dari mulai saat kehamilan sampai persalinan ddan masa nifas.

Persalinan harus diantisipasi sejak masa antenatal dengan mempertimbangkan juga kemungkinan terjadinya persalinan prematur. Tim multidisiplin yang akan terlibat adalah selain dari obstetri, juga anestesi dan kardiologist.

Persiapan persalinan

Persalinan diupayakan terjadi secara spontan, sementara ibu hamil dengan penyakit jantung yang berat mutlak harus melahirkan di pusat pelayanan kesehatan tersier. Perlu dipikirkan juga bagaimana wanita hamil tersebut dapat mencapai tempat pelayanan tersier dengan cepat meliputi akomodasi dan transportasi nya. Rencana persalinan adalah tetap terjadi secara spontan meskipun tidak tertutup kemungkinan kondisi ibu memburuk sehingga harus melahirkan bayi lebih awal.

Pada keadaan ini kita akan berhadapan dengan persoalan bagaimana melakukan induksi persalinan dan behadapan dengan permasalahan prematuritas. Pada keadaan ini perlu diberikan pengobatan untuk pematangan paru janin dan juga pencegahan terjadinya gangguan neurodevelopment pada bayi. Induksi dengan prostaglandin dapat dilakukan meski kemungkinan berhadapan dengan hiperstimulasi uterus. Dapat pula dilakukan dengan pemasangan Foley kateter atau pemberian oksitosin 2 mIU/menit.

Persalinan pervaginam

Panduan dari European Society of Cardiology (ESC) mengenai pengelolaan ibu hamil dengan penyakit jantung mengatakan bahwa persalinan sebaiknya dilakukan per vaginam sebagai pilihan. Perlu diketahui bahwa pada persalinan terjadi peningkatan cardiac output.

Pada awal persalinan peningkatan terjadi sebanyak 15% dibandingkan periode antnatal lanjut, kemudian meningkat sampai 25% pada saat ada kontraksi. Peningkatan ini mungkin juga diengaruhi oleh rasa sakit dan takut dari si ibu, dan hal ini dapat diatasi dengan pemberian analgesia. Pada masa mengejan,cardiac output meningkat sampai 50% dibanding dengan masa sebelum masuk persalinan. Maka perlu diperhitungkan berapa lama masa mengejan harus dipertimbangkan dengan baik. Sesudah bayi lahir akan terjadi autotransfusi dari uteroplacentar bed sehingga terjadi peningkatan cardiac output.

Pada persalinan pervaginam posisi ibu harus posisi duduk tegak atau posisi lateral dekubitus untuk mengindarkan penekanan aortocaval, menurunkan venous return dari tungkai bawah dan meminimalkan naiknya tungkai yang dapat meningkatkan venous return, jadi intinya adalah untuk menjaga stabilitas kardiovaskuler. Penanganan persalinan untuk tiap individu bisa berbeda, tapi intinya pembatasan ibu mengejan pada kala dua dengan dibantu persalinan dengan menggunakan alat. Pada ibu dengan penyakit jantung berat bahkan selain dibatasi mengejan pada kala dua bahkan sebaiknya dihindarkan mengejan. Pemberian anlgesia cukup membantu terutama apabila akan dilakukan persalinan pervaginam buatan.

Persalinan dengan Sectio Caesarea (SC)

ESC merekomendasikan persalinan SC dilakukan apabila memang ada indikasi. SC akan meningkatkan perdarahan, infeksi pascasalin dan perubahan pada masa nifas lainnya. Beberapa studi menunjukkan bahwa tindakan SC pada ibu hamil dengan penyakit pulmonary vascular disease dan iskemi miokard akan meningkatkan kematian maternal sampai dua kali.

Ada beberapa pertimbangan kita akan melakukan tindakan SC pada ibu hamil dengan dasar penyakit jantung yaitu sindroma Marfan dengan aortic root>45 mm, acute or chronic aortic dissection, gagal jantung yang berat, mechanical heart valve prosthese.

Manajemen kala tiga

Pada kala 3 akan terjadi dua hal penting yaitu begitu plasenta lahir dan uterus berkontraksi akan terjadi peningkatan volume intravaskuler sebesar 500 ml. Pada saat bersamaan akan terjadi perdarahan yang mencakup

sejumlah 500 ml darah. Efek hemodinamik akan menurun bila selama plasenta lahir ibu posisi duduk tegak dan jangan sampai kaki naik.

Pada ibu dengan penyakit yang berat mungkin pemberian furosemide dibutuhkan untuk mencegah edema paru. Oksitosin pada wanita sehat pemberiannya akan menurunkan tekanan darah 30 detik sesudah 10 IU bolus IV, diikuti dengan peningkatan cardiac output (60 detik sesudah pemberian 5-10 IU dan 120 detik sesudah pemberian 5 IU). Mula mula perubahan terjadi karena vasodilatasi perifer dengan peningkatan CO sekunder dari autotransfusi.

Oksitosin juga berefek langsung pada jantung menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung dan denyut jantung. Hal ini tentu berbahaya pada ibu dengan penyakit jantung, tapi dapat diminimalisisr dengan pemberian intravena lambat. Sebaliknya ergometrin menyebabkan konstriksi pembuluh darah perifer dan vasospasme arteri koronaria sehingga dihindarkan pemberiannya pada penderita hipertensi dan iskemi miokard.

Carboprost dan misoprostol merupakan sintetis prostaglandin yang efektif untuk menimbulkan kontraksi rahim. Keduanya merupakan kontraindikasi diberikan pada iskemi miokardium. Perlu dipertimbangkan juga efek samping prostaglandin khususnya pada penderita penyakit jantung.

Pencegahan perdarahan pascasalin cukup efektif dilakukan secara mekanik seperti kompresi bimanual, kompresi dengan penjahitan uterus, pemasangan balon. Pemberian tromboprofilaksis seperti heparin juga tidak dianjurkan.

Penatalaksanaan pasien penyakit jantung dalam masa nifas Perencanaan multidisiplin

Yang terpenting buat perencanaan persalinan dan perawatan nifas yang aman sesudah diagnosis lengkap. Untuk pasien yang mendapat koreksi/perbaikan penyakit jantung kongenital, penting mendapat informasi dari dokter atau rumah sakit yang pernah merawatnya, pemeriksaan echocardiografi terbaru dan bila memungkinkan MRI jantung. Ini akan memudahkan perkembangan kearah hal yang buruk (PH, ventrikel hipertrofi, dilatasi aortic root) untuk diawasi, dan penilaian ini untuk respon intervensi (seperti vasodilatasi pulmonal) dilakukan.

Akan menjadi persoalan jantung serius pada kasus yang pernah reparasi lesi kongenital pada masa anak- anak dan pada saat ini tidak ada gejala. Diskusi mengenai risiko yang spesifik pada nifas dan pilihan penatalaksanaan termasuk obgyn, kardiolog, anestesi, intensivis dan hematolog.

Hal ini akan disiskusikan lebih rinci dengan pasien dan keluarga untuk menentukan rencana perawatannya.

Hal-hal ini yang perlu didiskusikan:

- Risiko khusus apa pada wanita ini yang didapat dari kondisi jantung nya dan masalah2 obstetrik/ medis lain.

- Apa yang harus dipantau untuk menentukan stabilitas kondisi jantungnya. Apakah harus termasuk pemantauan hemodinamik secara invasif dan adakah bahaya bila dilakukan.

- Berapa lama serangan terdahulu? Berapa lama harus dipantau secara intensif/ high dependence care - Rencanakan penatalaksanaan pemberian cairan

- Adakah risiko trombotik? Bagaimana tingkat tromboprofilaktik atau antikoagulan yang digunakan. - Pilihan analgesia terbaik

- Adakah dibutuhkan cardiac rate atau kontrol irama jantung, obatnya yang diberikan? - Posisi tertentu (duduk tegak, lateral recumbence) mana yang lebih menguntungkan. Perawatan multidisiplin selama masa nifas

Untuk wanita yang jelas mempunyai penyakit jantung, perawatan selama beberapa hari pertama masa nifas memerlukan dasar intensive care atau high dependency unit. Masukan multidisiplin dibutuhkan untuk memenuhi semua kebutuhan dan risiko, komunikasi yang baik antara spesialis sangat penting.

Hal penting juga untuk kewaspadaan dengan pemikiran bahwa perubahan besar pada CO dan volume plasma akan berlanjut paling sedikit 2 minggu sesudah persalinan.

Pemantauan kardiovaskuler

Pemantauan non invasif untuk denyut nadi, respirasi, tekanan darah, saturasi oksigen dan keseimbangan cairan merupakan hal minimal yang harus dilakukan. Untuk pasien dengan risiko aritmia, EKG harus dilakukan. Pemantauan invasif bisa dilakukan untuk systemic arterial pressure dan central venous pressure atau termasuk pemeriksaan cardiac output.

Sekarang yang jarang dilakukan adalah metode termodifikasi menggunakan kateter arteri pulmonal karena risiko pneumotoraks, aritmia ventrikel, ruptur arteri pulmonalis, trombosis lokal, infark paru, perlukaan pada katup jantung dan pembentukan koil/knotting pada kateter didalam rongga jantung. Yang lebih baru, kurang invasif teknik adalah metode inert gas rebreathing atau arterial pulse wave analysis (PWA).

Pemeriksaan PWA untuk cardiac output memperlihatkan adanya kesalahan yang besar dibanding dengan teknik termodilusi khususnya selama hemodinamik tidak stabil seperti operasi, tapi dapat berguna untuk dilakukan.

Ekokardiografi Doppler bisa digunakan pada situasi critical care obstetri untuk mengukur indeks dari performans jantung. Korelasi yang baik antara invasif dan teknik ekokardiografi dilaporkan pada beberapa studi critical ill pasien obstetri.

Menaksir cardiac output terlalu rendah ditemukan pada teknik Doppler transesofagus pada pasien muda pada preeklamsi, walaupun besar dan arah perubahan pada cardiac output tercatat akurat. Yang lebih mudah digunakan alat portabel continuous wave Doppler yang dikembangkan dapat digunakan untuk menentukan output ventrikel kiri dengan insonasi melalui notch suprasternal. Studi terbaru memperlihatkan bahwa terjadi kecenderungan menaksir cardiac output lebih besar pada keadaan hiperdinamik kehamilan. Yang penting teknik non invasif EKG dapat menyediakan informasi krusial tentang kecenderungan hemodinamik khususnya sebagai respons intervensi terapuitik

Tromboprofilaksis dan antikoagulasi

Tromboprofilaksis dapat dicapai dengan pemberian suntikan Low Molecular-Weight Heparin. Dosis yang diberikan dapat diatur sesuai rujukan untuk menilai aktifitas anti factor Xa untuk memastikan profilaksis yang mencukupi ataupun bahkan antikoagulasi penuh.

Pada beberapa kasus (mis. mechanical heart valves, episode tromboemboli yang baru terjadi) unfractioned heparin intravena bisa dipilih untuk antikoagulan karena kecepatan infus dapat diubah untuk diatur tingkat antikoagulasi jam demi jam.

Pengelolaan farmakologi untuk masalah jantung spesifik

Tergantung dari patologi jantung yang mendasari, intervensi dapat dibutuhkan pada masa nifas untuk mengobati overload volume yang akut dengan diuretik, pemberian suport inotropik (angiotensin-converting enzyme inhibitor, digoxin, dopamine, dobutamine), menurunkan preload (dengan venodilator atau diuretik), atau menurunkan afterload (dengan vasodilator). Kontrol denyut jantung membutuhkan beta-blockade, aritmia yang lain harus diatasi sesuai dengan gambaran spesifif EKG.

Pada masa nifas tidak perlu khawatir dengan obat yang diberikan sehubungan dengan kemungkinan dampak pada janin. Mungkin diperlukan menurunkan resistensi pembuluh darah pulmonal, tanpa disertai penurunan SVR ( sebagai maksud memulihkan intracardiac shunt blood flow dari kiri ke kanan). Pengalaman bertambah dengan penggunaan nitrik oksid inhalasi, prostasiklin inhalasi atau intravena dan inhalasi iloprost untuk pengobatan hipertensi pulmonal.

Donor nitrik oksid (sildenafil dan L-arginine) juga sudah digunakan untuk tujuan tersebut. Pemberian antibiotik standar untuk mencegah bakterial endokarditis harus diikuri pada mana hal ini merupakan isu rsisko yang khusus.

Mengatasi nyeri, oksigen dan postur

Nyeri yang terus timbul disertai cemas dan peningkatan sirkulasi katekolamin, dapat memperburuk keadaan jantung (seperti dijelaskan terdahulu), sehingga analgesia merupakan prioritas pada masa nifas. Anestesi regional saat ini sudah berhasil digunakan dengan baik pada persalinan operatif, hal ini dapat dilanjutkan.

Opiat sering dimasukkan pada blok analgesi regional dan menyebabkan sedikit vasodilatasi sistemik dibandingkan dengan obat anestesi lokal. Opiat juga dapat diberikan per oral atau infus. Bersamaan antikoagulasi dapat menghindari penggunaan analgetik nonsteroid. Hipoksia meningkatkan resistensi pembuluh darah pulmonal. Pemberian oksigen harus diberikan selama masa nifas awal pada wanita sianosis, kegagalan ventrikel atau intracardac shunt. Efek dari postur untuk fungsi jantung sering terlewatkan daripada hindarkan posisi telentang sebelum persalinan.

Posisi miring merupakan posisi yang paling nyaman karena posisi ini menghindarkan aortocaval compression. Ini adalah posisi terbaik yang dapat dilakukan pada masa persalinan dan beberapa jam sesudahnya bagi wanita yang rawan mengalami perubahan preload. Pada wanita dengan risiko edema pulmonal, duduk tegak lurus akan menurunkan tekanan pada atrium kiri.

Daftar Pustaka

1. Alexander D, Langford K, Dressner M. Pregnancy and cardiac disease: Peripartum aspects. In: Phillip J Steer, Michael A Gatzoulis. (eds). Heart Disease and Pregnancy, second ed,208-217, 2016

2. Ramsay M. Management of puerperium in women with heart disease. In: Phillip J Steer, Michael A Gatzoulis. (eds). Heart Disease and Pregnancy, second ed,218-226, 2016