BIDANG STUDI BAHASA INDONESIA PADA SISWA KELAS IX-I
MTs NEGERI I BALIKPAPAN TAHUN PELAJARAN 2018/2019 Roihanun
Guru Bahasa Indonesia MTs. Negeri 1 Balikpapan
ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan dengan latar belakang rendahnya hasil belajar siswa kelas IX-1 MTs Negeri I Balikpapan Tahun Pelajaran 2018/2019 pada mata pelajaran Bahasa Indonesia khususnya dalam menulis puisi, hal ini ditunjukkan oleh nilai hasil tes awal dimana sekitar 77,5% siswa belum mencapai batas nilai Ketuntasan belajar yang telah ditetapkan yaitu 78. Dari hasil refleksi yang dilukukan oleh penulis kurangnya mendapat perhatian. siswa dalam membuat hasil karya sendiri di bidang kesusastraan khususnya puisi. Pembelajaran menulis puisi di MTs Negeri I Balikpapan di hadapkan pada beberapa masalah, yaitu kemampuan siswa dalam menulis puisi masih rendah, pembelajaran masih berpusat pada guru, hal ini di sebabkan karna siswa tidak siap untuk mengikuti pelajaran, sehingga mengakibatkan guru cenderung mengambil metode ceramah untuk menjelaskan kepada siswa, sarana prasarana yang tersedia masih minim sekali. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang di angkat dalam penelitian ini adala apakah pembelajaran kontekstual dengan inspirator gambar peristiwa dapat meningkatkan kemampuan menulis puisi siswa kelas IX-1 MTs Negeri I Balikpapan tahun pelajaran 2018-2019. Penelitian ini bertujuan untuk meningktakan mutu pembelajaran puisi. Khususnya dalam menulis puisi. Berdasarkan hasil penelitian ini adalah bahwa hasil penelitian menulis puisi dengan model pembelajaran kontekstual dengan inspirator gambar pada siswa kelas IX-1 MTs Negeri I Balikpapan dapat meningkat, ini dapat dilihat dari peningkatan nilai rata-rata yang diperoleh siswa pada tes awal (pre test) jumlah rata-rata 60,37 dengan kategori “kurang”, pada siklus I mengalami peningkatan nilai rata-rata 69,90 dengan kategori hampir “cukup”, siklus II mengalami peningkatan nilai rata-rata siswa menjadi 88,8 dengan kategori “baik”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui penggunaan model pembelajaran kontekstual dengan inspirator gambar peristiwa dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IX-1 MTs Negeri I Balikpapan Tahun 2018/2019 pada Kompetensi Dasar Menulis Inspiratif.
BORNEO, 98 Volume XI, Nomor 2, Desember 2017)BORNEO, Volume XIV, Nomor 1, Juni 2020 PENDAHULUAN
Kemajuan dan perkembangan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh faktor pendidikan, karna pendidikan yang akan menghasilkan sumber daya manusia atau SDM. Dan disamping itu bahwa pendidikan merupakan suatu kebutuhan manusia,Oleh karena demikian maka suatu bangsa harus berupaya untuk menciptakan pendidikan yang bermutu sebagai mana yang dijelaskan dalam Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003:7 yang berbunyi: ”Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak Mulia,sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Siswa sebagai subyek belajar, harus ditempa atau dibentuk dengan berbagai macam pengetahuan dan skill.Keterampilan menulis cerita merupakan aspek penting dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Melalui kemampuan menulis inspiratif, siswa dapat menuangkan gagasan dan ide yang dimilikinya. Dalam menuangkan ide dan gagasan, siswa dapat menuangkannya dalam berbagai bentuk tulisan. Selain itu, menulis juga merupakan kegiatan yang mampu mengembangkan kreativitas.Menurut Roekhan (1991: 5-6) hal yang harus diperhatikan agar siswa menghasilkan karya sastra (inspiratif) yang kreatif adalah: 1) kemampuan berpikir kritis; 2) kepekaan emosi; 3) bakat (bakat ini dapat dilatih); dan 4) daya imajinasi yang mampu mengasosiasikan apa yang ditangkap indera.Kegiatan menulis inspiratif menurut Roekhan (1991:1) merupakan bagian dari penulisan kreatif sastra. Sebagai kegiatan kreatif, inspiratif dapat dikembangkan secara bertahap, kontinyu, terarah, dan terintegrasi. Proses kreatif tentunya diperlukan dalam menulis cerita inspiratif.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan rasional tindakan-tindakan mereka (pendidik) dalam melaksanakan tugas, memperdalam pedalaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukannya itu, serta memperbaiki dimana praktik-praktik pembelajaran itu dilakukan (Depdikbud, 1999:6). Tujuan PTK bukan hanya mengemukakan penyebab dari berbagai permasalahan pembelajaran yang dihadapi, tetapi yang lebih penting adalah memberikan solusi berupa tindakan untuk mengatasi permasalahan belajar yang dihadapi.
Begitu pentingnya menulis dikalangan siswa, khususnya menulis inspiratif maka dipandang perlu untuk diadakan penelitian tentang hal tersebut. Oleh karena itu penulis tergerak untuk melakukan penelitian tindakan kelas yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Menulis Cerita Inspiratif melalui Model Pembelajaran Kontekstual Bidang Studi Bahasa Indonesia pada Siswa Kelas IX-1 MTsN I Balikpapan Tahun Pelajaran 2018/2019.
Berdasarkan uraian tersebut, muncul permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: “Apakah melalui penggunaan Pembelajaran Kontekstual Learning dapat Meningkatkan Kemampuan Menulis cerita inspiratif Dalam Bidang Studi Bahasa Indonesia Siswa Kelas IX-1 MTsN 1 Balikpapan Tahun Pelajaran 2018/2019.
99
BORNEO, Volume XIV, Nomor 1, Juni 2020 KAJIAN PUSTAKA
Pengertian Cerita Inspiratif
Kegiatan bersastra juga mengasah kemampuan siswa untuk memahami pikiran, perasaan, dan pendapat yang disampaikan oleh orang lain melalui bahasa. Salah satu tujuan pengajaran kesusastraan ialah menanamkan apresiasi seni pada anak didik. Dengan mengapresiasi sastra, siswa dapat secara langsung menikmati sebuah karya sastra, dari teori-teori tentang sastra sampai penerapan teori tersebut untuk memahami sebuah karya sastra.
Salah satu cara untuk mengembangkan apresiasi sastra pada anak didik ialah dengan pembelajaran menulis inspiratif. Pembelajaran inspiratif merupakan kegiatan bersastra yang berisi luapan ekspresi pikiran, gagasan, dan pengalaman hidup dalam bentuk kata-kata yang memiliki makna dan unsur estetis inspiratif. Metode yang digunakan penyair untuk mengungkapkan sesuatu dengan jelas dan seluas mungkin tetapi dengan kata sesedikit mungkin, antara lain sebagai berikut: 1. Diksi (diction). Diksi berarti pilihan kata yang biasanya diusahakan oleh
penyair secermat dan seteliti mungkin. Kata-kata yang digunakan oleh penyair dalam inspiratifnya tidaklah seluruhnya bergantung pada makna denotatif, tetapi lebih cenderung bergantung pada makna konotatif. Nilai konotatif inilah yang justru lebih banyak memberi efek bagi para penikmatnya. Dengan demikian, kecakapan menggunakan kata-kata, penyair dapat membangkitkan imajinasi pembacanya.
2. Imajinasi (imageri). Imajinasi adalah bayangan atau khayalan yang timbul akibat kata-kata yang digunakan oleh penyair sehingga pembaca tergugah untuk menggunakan kemampuannya, melihat, mendengar perasaan secara fantasi yang dilakukan oleh penyair dengan inspiratif-inspiratifnya. Pilihan kata dalam suatu inspiratif hendaknya dapat melakukan imajinasi tentang suasana pada waktu itu (Waluyo, 1991: 97). Dengan menarik perhatian pada beberapa perasaan jasmaniah, sang penyair berusaha membangkitkan pikiran dan perasaan para penikmat sehingga mereka menganggap bahwa merekalah yang benar-benar mengalami peristiwa perasaan jasmaniah tersebut.
3. Kata-kata Nyata (the concrete word). Kata-kata nyata adalah kata-kata yang digunakan penyair untuk melukiskan dan menyatakan sesuatu dengan setepat-tepatnya dan secermat-cermatnya sehingga meningkatkan imaji (daya bayang) pembaca, maka kata harus diperkonkret. Maksudnya adalah bahwa kata-kata itu dapat mengarah kepada arti yang menyeluruh, seperti halnya pengimajian. Kata yang diperkonkret ini juga erat hubungannya dengan penggunaan kata-kata kiasan dan lambang-lambang. Apabila seorang penyair mahir dalam memperkonkret kata-kata, maka pembaca seolah-olah dapat melihat, mendengar, atau merasa seperti apa yang dilukiskan oleh penyair. Dengan demikian pembaca akan terlibat penuh secara lahir dan batin ke dalam inspiratif tersebut (Waluyo, 1991: 81).
4. Majas (figurative language). Untuk membangkitkan daya imajinasi, penyair menggunakan berbagai macam cara, salah satu diantaranya yaitu dengan memanfaatkan majas atau gaya bahasa. Penyair menggunakan bahasa yang
BORNEO, 100 Volume XI, Nomor 2, Desember 2017)BORNEO, Volume XIV, Nomor 1, Juni 2020
bersusunsusun atau berpigura sehingga disebut bahasa figuratif. Bahasa figuratif menyebabkan inspiratif menjadi prismatis artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna.
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu model pembelajaran yangmenekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapatmenemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasikehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk.dapat menerapkannya dalamkehidupan mereka.
Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami. Pertama, CTL menekankankepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalamkonteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya mener.ima pelajaran, akantetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.
Kedua, CTL mendorong siswa agar dapat menemukan hubungan antara materiyang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapatmenangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupannyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yangditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermaknasecara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalammemori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.
Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat rnemahami materi yang dipelajarinya,akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalamkehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam kontek CTL, bukan untuk ditumpukdiotak dan kemudian dilupakan, akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata. Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yangsudah ada (activiting knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepasdari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yangakan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitansatu sama lain.
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong pesertadidik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa (Depdiknas, 2002:1).
Dalam konteks ini, peserta didik perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan demikian mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya kelak. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upayaitu, mereka memerlukan guru sebagai
101
BORNEO, Volume XIV, Nomor 1, Juni 2020
pengarah dan pembimbing. Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah sebagai berikut:
1. Membimbing peserta didik mencapai tujuannya
2. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi 3. Mengelola kelas sebagai sebuah timyang bekerja bersama untuk
menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas. Sesuatu yang baru baik pengetahuan maupun keteampilan datang dari menemukan sendiri bukan dari guru itu sendiri.
METODE PENELITIAN