• Tidak ada hasil yang ditemukan

TIPE STAD PADA KELAS XI – IPA 2 SEMESTER 1 SMA NEGERI 4 BALIKPAPAN

Dalam dokumen BORNEO, Volume XIV, Nomor 1, Juni 2020 ISSN (Halaman 155-164)

Tati Supriyatin Guru SMAN 4 Balikpapan

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan ketuntasan belajar peserta didik melalui penerapan model pembelajaran kooperatif STAD. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas sebanyak tiga siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Teknik pengumpulan data melalui tes, dan observasi. Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif. Data yang dianalisis ini adalah nilai tes prestasi belajar kimia pada kompetensi senyawa hidro karbon dan minyak bumi, data pengamatan aktivitas guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar, serta pengamatan keterampilan guru dalam pengelolaan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif STAD dapat meningkatkan ketuntasan belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan angka persentase ketuntasan belajar peserta didik pada kondisi awal yang hanya 30 persen meningkat menjadi 41,2 persen pada siklus I dan mencapai angka 73,5 persen pada siklus II dan 88,2 persen pada akhir siklus III. Hasil capaian rata-rata nilai pada tahap pra siklus sebesar 60 meningkat menjadi 63,8 pada siklus I dan menjadi 79 pada siklus II serta 83,2 pada siklus III. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD diterapkan untuk mengelompokkan kemampuan yang berbeda sehingga memungkinkan terjadinya interaksi antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa secara aktif sehingga diharapkan siswa yang pandai akan membantu siswa yang kurang pandai karena dalam STAD siswa harus mempunyai tanggung jawab secara individu dan secara kelompok sehingga akan memperbaiki kualitas pembelajaran dan meningkatkan hasil belajarnya.

Kata Kunci: Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD, keaktifan

151

BORNEO, Volume XIV, Nomor 1, Juni 2020 PENDAHULUAN

Pendidikan mempunyai arti yang sangat penting dalam kehidupan kita, baik dalam kehidupan individu, bangsa maupun negara. Oleh karena itu pendidikan harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, sehingga sesuai dengan tujuan. Keberhasilan suatu bangsa terletak pada mutu pendidikan yang dapat meningkatkan kualtias sumber daya manusianya.

Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar terencana dimana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebaga sumber belajar, sesuai dengan karakreristik kurikulum 2013

Ilmu kimia merupakan bagian dari IPA yang mempelajari fenomena dan hukum alam.Ilmu kimia mempelajari materi yang meliputi susunan, sifat, dan perubahannya serta perubahan energy yang menyertainya (Nugroho dan Irwan, 2008).

Tiga aspek penting yang merupakan karakteristik dari ilmu kimia adalah kimia sebagai produk yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori; kimia sebagai proses; dan kimia sebagai sikap (BSNP,2006). Ketiga aspek kimia ini sama pentingnya, sebab tidak ada pengetahuan kimia tanpa proses yang menggunakan pikiran dan sikap ilmiah. Oleh karena itu setiap pembelajaran kimia haruslah didasarkan pada ketiga karakteristik ilmu kimia tersebut(Fadiawati,2011).

Pembelajaran kimia yang didasarkan pada karakteristik ilmu kimia telah diamanatkan dalam Permendikbud No.65 Tahun 2013 tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah yang menyatakan bahwa esensi dari kurikulum 2013 mengamanatkan keseimbangan antara sikap atau perilaku, keterampilan, dan pengetahuan(Tim Penyusun, 2013e), yang artinya proses pembelajaran kimia tid-ak hanya untuk menguasai pengetahuan kimia sebagai produk, tetapi juga untuk menguasai sikap ilmiah, proses ilmiah dan penerapan kimia dalam kehidupan sehari-hari(Semiawan, 1992).

Pembelajaran kimia dalam kurikulum 2013 menuntut adanya kesesuaian antara materi yang diajarkan dengan pengalaman-pengalaman atau contoh-contoh yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Namun pada kenyataannya, pembelajaran kimia di sekolah cenderung hanya menyajikan konsep-konsep, hukum-hukum dan teori-teori tanpa memberikan pengalaman dan contoh dalam kehidupan sehari-hari.

Proses pembelajaran kimia di sekolah hanya mempelajari kimia sebagai produk sedangkan bagaimana produk-produk kimia tersebut diperoleh ( kimia sebagai proses) jarang diterapkan(Salirawati, 2010).

Guru juga dominan menyampaikan materi dengan metode ceramah sehingga menyebabkan siswa pasif dalam pembelajaran. Pendapat Halter tersebut diperkuat oleh penelitian Liliasari(2007) yang mengemukakan bahwa pembelajaran sains(khususnya kimia)di Indonesia umumnya masih menggunakan pendekatan tradisional,yaitu siswa dituntut lebih banyak untuk mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip sains.

BORNEO, 152 Volume XI, Nomor 2, Desember 2017)BORNEO, Volume XIV, Nomor 1, Juni 2020

Fakta serupa juga terlihat pada pengamatan yang dilakukan di SMA Negeri 4 Balikpapan . Berdasarkan pengamatanyang dilakukan terlihat bahwa dalam pembelajaran di kelas guru belum optimal dalam mengaitkan materi yang diajarkan dengan fakta, contoh dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, siswa hanya diminta untuk mempelajari materi yang belum diajarkan dengan mengerjakan soal-soal sendiri tanpa dibimbing oleh guru; sedangkan demonstrasi dan eksperimen dilakukan untuk membuktikan konsep bukan untuk menemukan konsep dan hanya sesekali pada materi-materi tertentu. Akibatnya, sikap ilmiah tidak tumbuh dalam dirisiswa

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pengajaran kimia harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sehingga memperoleh hasil yang diharapkan. Dalam mempelajari konsep kimia, siswa kurang bisa mengaitkan konsep yang ada ke dalam kehidupan sehari-hari apalagi kimia merupakan ilmu baru yang dipelajari oleh siswa sehingga siswa akan mengalami kesulitan bila siswa dihadapkan kepada bahan pengajaran baru yang menghendaki penalaran intelektual sedangkan ilmu kimia sangat berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan akan lebih mudah dipahami siswa berdasarkan pengalaman yang mereka temui di lingkungan sendiri.

Untuk mengatasi masalah tersebut di atas, perlu diupayakan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk membuat pembelajaran lebih aktif. Salah satunya adalah dengan menerapkan pendekatan Contextual Teaching dan Learning (CTL) yang merupakan konsep belajar untuk membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan kehidupan sehari-hari siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan awal siswa dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Blanhard, 2001). Dengan konsep itu hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Dalam upaya itu, siswa memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing.

Pendekatan kontekstual hanya sebuah strategi pembelajaran seperti halnya strategi pembelajaran yang lain, kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran lebih aktif. Pendekatan kontekstual dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada.

Dari kenyataan tersebut, digunakan model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD karena model kooperatif tipe STAD merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana sehingga siswa dapat lebih mudah dalam memahami dan melakukan belajar dalam kelompok. Pembentukan kelompok kooperatif yang heterogen dilakukan dengan cara melihat hasil belajar siswa terdahulu.

Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD diterapkan untuk mengelompokkan kemampuan yang berbeda sehingga memungkinkan terjadinya interaksi antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa secara aktif sehingga diharapkan siswa yang pandai akan membantu siswa yang kurang pandai karena dalam STAD siswa haru mempunyai tanggung jawab secara individu dan secara kelompok sehingga akan memperbaiki kualitas pembelajaran dan meningkatkan hasil belajarnya.

153

BORNEO, Volume XIV, Nomor 1, Juni 2020

dengan judul Upaya Peningkatan Ketuntasan Belajar Siswa pada Bidang Studi Kimia Pokok Bahasan Senyawa Hidro Karbon dan Minyak Bumi Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Kelas XI – IPA 2 Semester 1 SMA Negeri 4 Balikpapan Tahun Pelajaran 2019 2020

Berdasarkan latar belakang masalah di atasmaka penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut : Bagaimana kemampuan guru dalam mengolah KBM melalui penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD?; Bagaimana aktivitas guru dan siswa selama Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD?; Bagaimana ketuntasan belajar siswa setelah menerapkan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD?

Batasan masalahnya adalah Peneliti hanya membahas tentang ketuntasan belajar siswa dan pengelolaan guru dalam menerapkan model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD. Materi pembelajaran dibatasi pada komptensi dasar Senyawa Hidrokarbon dan Minyak Bumi Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dibatasi pada 3 siklus, yaitu Siklus 1 tentang Senyawa Hidro Karbon; Siklus 2 tentang Keisomeran dan Reaksi- reaksi Senyawa Hidrokarbon; dan Siklus 3 :tentang Minyak Bumi. Dengan Sasaran penelitian adalah siswa kelas XI -IPA 2 Semester 1 SMA Negeri 4 Balikpapan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : Kemampuan guru dalam mengolah KBM melalui penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD,

aktivitas guru dan siswa selama Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD, dan ketuntasan belajar siswa setelah menerapkan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD.

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : bagi siswa, dapat memupuk budaya membaca, berdiskusi/bekerja kelompok dan menggali informasi sendiri sehingga dapat belajar mandiri;. bagi guru, dapat dijadikan sebagai contoh model pembelajaran kimia yang berorientasi pada model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk membantu siswa dalam memahami konsep-konsep kimia. Dan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, khususnya dapat meningkatkan nilai akademis siswa

KAJIAN PUSTAKA

Keefektifan belajar terjadi bila siswa secara aktif dilibatkan dalam mengorganisasikan dan menemukan hubungan informasi. Kegiatan belajar yang efektif tidak hanya meningkatkan pemahaman dan daya serap siswa pada materi pembelajaran, tetapi juga melibatkan ketrampilan berpikir.

Menurut Slavin (dalam Agus S. 2004:24) keefektifan pembelajaran ditentukan empat aspek sebagai berikut : Kualitas pembelajaran yaitu seberapa besar informasi atau ketrampilan yang disajikan sehingga siswa dapat dengan mudah mempelajarinya, kualitas pembelajaran sebagian besar merupakan hasil dari kemampuan guru dan mengelola kelas.Kesesuaian tingkat pembelajaran yaitu sejauhmana guru memastikan tingkat kemajuan siswa untuk mempelajari informasi baru.Intensif yaitu seberapa besar usaha guru memotivasi siswa untuk mengerjakan tugas-tugas belajar dan mempelajari materi yang disajikan.Waktu

BORNEO, 154 Volume XI, Nomor 2, Desember 2017)BORNEO, Volume XIV, Nomor 1, Juni 2020

yaitu banyaknya waktu yang diberikan kepada siswa untuk mempelajari materi yang disajikan.

Dari uraian tersebut, pembelajaran yang efektif menghendaki guru agar melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran sehingga siswa mampu menemukan hubungan antara informasi baru dengan informasi awal dan akhirnya mampu memahami informasi yang diberikan guru.

Untuk mengetahui efektivitas pembelajaran maka pemahaman ini dapat ditinjau dari beberapa aspek, antara lain : Aspek ketrampilan mengelola pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual dengan model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dikatakan efektif bila ketrampilan guru telah mencapai kriteria baik dan sangat baik. Aspek aktivitas guru dikatakan efektif jika pencapaian waktu ideal yang telah ditetapkan dalam penyusunan silabus sesuai dengan pendekatan kontekstual dengan model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD.Aspek ketuntasan hasil belajar dikatakan tuntas jika memperoleh nilai > KKM. Sedangkan ketuntasan belajar secara klasikal dicapai jika terdapat > 85% siswa telah tuntas belajar pada kelas tersebut.

Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. CTL juga merupakan suatu reaksi terhadap teori yang pada dasarnya behavioristik yang telah mendominasi pendidikan selama puluhan tahun (Nur; 2002). Pendekatan CTL mengakui bahwa pembelajaran merupakan suatu proses kompleks dan banyak fase berlangsung jauh melampaui drill oriented dan metodologi stimulus dan response yang dikembangkan oleh pembelajaran berorientasi pada psikologi behaviorisme. Berdasarkan teori tersebut belajar terjadi hanya jika siswa memproses informasi atau pengetahuan baru sehingga dirasakan masuk akal sesuai dengan kerangka berfikir yang dimilikinya (Nur; 2001).

Pola pendekatan kontekstual berbeda dengan pendekatan konvensional yang kita kenal selama ini. Menurut teori CTL pembelajaran terjadi hanya apabila siswa memproses informasi dan pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga informasi itu bermakna bagi mereka dalam kerangka acuan mereka sendiri (Nur; 2001). Pendekatan kontekstual mengasumsikan bahwa otak secara alami mencari makna dalam konteks yaitu dalam hubungan dengan lingkungan mutakhir tersebut dan bahwa otak melakukan pencarian itu dengan mencari hubungan yang bermakna dan tampak berguna. Orang dapat belajar secara baik dalam konteks, dalam suatu yang terkait dengan kebutuhannya. Belajar terbaik dapat dikatakan dengan mengerjakan pekerjaan itu sendiri dalam proses penyelaman kembali (refleksi).

Untuk menentukan apakah lingkungan pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa, diperlukan strategi penilaian yang beragam. Hal yang berkaitan dengan hasil belajar meliputi penilaian apakah dengan pembelajaran kontekstual dapat membangun dan memperluas pengalaman siswa dibandingkan sebelumnya. Apakah pembelajaran kontekstual dapat membantu siswa dalam menyelesaikan atau memecahkan persoalan dalam kehidupan

sehari-155

BORNEO, Volume XIV, Nomor 1, Juni 2020

hari, atau siswa mengalami peningkatan dalam mengekspresikan apa yang mereka ketahui termasuk bagaimana menggunakan pengetahuannya di dalam dan luar sekolah.

Vigotsky (dalam Nur, 2000) menyatakan bahwa konstruktivis adalah suatu pendapat yang menyatakan bahwa siswa membangun pemahaman oleh diri sendiri dari pengalaman-pengalaman awal. Pengalaman awal selalu merupakan dasar atau tumpuan yang digabung dengan pengalaman baru untuk mendapatkan pemahaman baru. Pemahaman yang mendalam dikembangkan melalui pengalaman yang bermakna.

Pengertian pembelajaran kooperatif (Nur dan Wikandari : 1999) adalah metode pengajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok yang heterogen kemampuannya. Pada pembelajaran kooperatif siswa yakin bahwa tujuan mereka tercapai jika dan hanya jika siswa lain akan mencapai tujuan tersebut (Ibrahim dkk, 2000). Siswa belajar untuk bersepakat dalam memutuskan suatu masalah dan lebih bertoleransi atau menghargai pendapat dan perasaan orang lain. Hubungan dengan teman sebaya membuat siswa semakin senang menikmati bagian dari proses belajar.

Tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik-teknik pembelajaran kooperatif lebih banyak meningkatkan hasil belajar daripada pembelajaran kooperatif dan kelompok pembelajaran tradisional

STAD (Student Team Achivement Division) merupakan salah satu metode pembelajaran kelompok yang paling awal ditemukan. Metode ini sangat populer dikalangan para ahli pendidikan. Dalam metode STAD siswa dipasangkan secara merata yang memiliki kemampuan tinggi dan rendah dalam suatu kelompok sebanyak 4 – 5 orang. Skor kelompok diberikan berdasarkan atas prestasi anggota kelompoknya. Ciri-ciri yang penting dalam STAD adalah bahwa siswa dihargai atas prestasi kelompok dan juga terhadap semangat kelompok untuk bekerjasama. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD terdiri dari lima komponen utama, yaitu : pengajaran kelas, belajar tim, tes atau kuis, scor peningkatan individu dan pengakuan kelompok (Slavin, 1995) :

METODE

Subyek penelitian tindakan kelas ini adalah peserta didik kelas XI_IPA SMAN 4 Balikpapan , dengan jumlah peserta didik 34 peserta didik yang terdiri dari 11 peserta didik laki-laki daan 23 peserta didik perempuan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, dan tes

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Action Researh Classroom) karena penelitian ini bertujuan menganalisis atau memecahkan suatu masalah yang nyata dalam pendidikan. Hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum melakukan penelitian adalah memilih model pembelajaran yang dinilai sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Dalam hal ini peneliti memilih menerapkan model kooperatif tipe STAD yang kemudian membuat satuan pelajaran, rencana pelajaran dan perangkat pembelajaran (LKS, buku siswa, dll).

BORNEO, 156 Volume XI, Nomor 2, Desember 2017)BORNEO, Volume XIV, Nomor 1, Juni 2020

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilakukan dalam 3 siklus, sesuai dengan waktu yang telah direncanakan, yakni 4 jam pelajaran untuk pokok bahasan sebagai berikut : Materi pembelajaran siklus 1 senyawa hidrokarbon ; siklus 2 tentang keisomeran dan reaksi –reaksi senyawa hidrokarbon, siklus 3 tentang minyak Bumi Pada tiap putaran terdiri atas 4 tahap, yaitu : Rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi dan Revisi .Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: silabus, rpp, lembar kegiatan siswa, lembar observasi kegiatan belajar mengajar dan tes formatif

Metode Pengumpulan Data yang digunakan adalah a. Observasi: Observasi penelitian ini dilakukan secara langsung pada saat Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD di kelas XI- IPA 2 semester 1 pada Kompetensi Senyawa Hidrokarbon, Keisomeran dan reaksi-reaksi Senyawa Hidrokarbon dan Minyak Bumi; b.Metode Tes : Dalam penelitian ini digunakan tes setelah mendapat perlakuan (postest) untuk mengetahui sejauh mana tingkat ketuntasan belajar siswa terhadap materi yang disampaikan melalui model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD; dan dokumentasi

Data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif. Data yang dianalisis ini adalah nilai tes prestasi belajar kimia pada kompetensi dasar senyawa khidro karbon dan minyak bumi, data pengamatan aktivitas guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar, serta pengamatan keterampilan guru dalam pengelolaan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Data hasil ketuntasan belajar siswa

Secara individual, siswa telah tuntas belajar jika mencapai skor 75 % atau nilai 75 dengan perhitungan sebagai berikUt (Sesuai dengan KKM sekolah untuk kelas XI adalah 75) :

% 100 x maksimum Skor diperoleh yang Skor Siswa Skor

Suatu kelas dinyatakan tuntas belajar jika terdapat > 85% dari jumlah siswa telah tuntas belajar. Perhitungan untuk menyatakan ketuntasan belajar siswa secara klasikal :

% 100 x seluruhnya siswa jumlah tuntas yang siswa jumlah

b. Data hasil pengamatan aktivitas guru dan aktivitas siswa

Menurut Supardi Suhardjono (2012;65) untuk menganalisis hasil observasi dengan berpedoman pada kategori bahwa aktifitas siswa dan guru baik. Guru / Peneliti dapat memberikan kreteria dengan ketentuan

(a) < 26 % pada kategori tidak ada aktifitas/pasif (b) 26 % - 50 % kurang aktif mengikuti pelajaran ,

157

BORNEO, Volume XIV, Nomor 1, Juni 2020

(d) > 75 % aktifitas baik.

Perumusan indicator ketercapaian tujuan penelitian mengacu kepada masalah apa yang menjadi pusat perhatian dalam PTK ini. Masalah penelitian akan tampak pada rumusan masalah (focus masalah) penelitian. Masalah-masalah (vareabel) apa saja yang akan diatasi dalam penelitian yang bersangkutan itulah yang peneliti akan munculkan dalam kreteria/ indicator ketercapaian tujuan penelitian. Ketuntasan belajar individu sesuai KKM yaitu 75 dan ketuntasan belajar secara klasikal adalah 85%

Berdasarkan data berikut: Rekapitulasi Ketuntasan Hasil Belajar Siswa dan Proses Pembelajaran

No Indikator Keberhasila

n dalam % Ob aktifitas

siswa

Rata – rata observasi aktifitas siswa siklus III 85,0 Rata – rata observasi aktifitas siswa siklus II 80,0 Rata – rata observasi aktifitas siswa siklus I 69,0 Ob aktifitas

guru

Rata – rata observasi aktifitas guru siklus III 87,2 Rata – rata observasi aktifitas guru siklus II 82,2 Rata – rata observasi aktifitas guru siklus II 76,0

Observasi

Rata – rata observasi siklus III 86,4 Rata – rata observasi siklus II 81,4 Rata – rata obsevasi siklus I 73,6

Nilai

Rata –rata nilai Siklus III 83,2

Rata – rata nilai Siklus II 79

Rata – rata nilai Siklus I 63,8

Rata – rata nilai Sebelum PTK 60 Ketuntasan

Belajar

Ketuntasan Belajar siklus III 88,2 Ketuntasan Belajar siklus II 73,5 Ketuntasan Belajar siklus I 41,2  Pelaksanaan model pembelajaran STAD

Bahwasannya peneilitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran STAD memiliki pengaruh positif dalam meningkatkan Hasil Belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari sebelum diadakan penerapan model pembelajaran STAD ,siklus I, siklus II, dan siklus III) yaitu masing-masing 73,6 %, 81,4 %, dan 86,4 %. Maka dapat disimpulkan dengan penggunaan model pembelajaran STAD maka dapat meningkatkan hasil prestasi belajar siswa ,hal ini ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam tiap-tiap KD/Siklus.

BORNEO, 158 Volume XI, Nomor 2, Desember 2017)BORNEO, Volume XIV, Nomor 1, Juni 2020

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses model pembelajaran STAD dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berpengaruh positif terhadap Hasil Belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata penilaian observasi terhadap keaktifan siswa pada setiap proses pembelajaran pada tiap siklus / KD yang terus mengalami peningkatan dari siklus I 69 % kategori cukup aktif, siklus II 80 % kategori aktivitas baik, dan siklus III 85 % kategori aktivitas baik.  Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran

Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah metode pembelajaran kooperatif model pembelajaran STAD dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan LKS / menemukan konsep, menjelaskan, memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar.

Dalam dokumen BORNEO, Volume XIV, Nomor 1, Juni 2020 ISSN (Halaman 155-164)