• Tidak ada hasil yang ditemukan

POHON PADA MATERI FOTOSINTESIS UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KOGNITIF

Dalam dokumen Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 (Halaman 105-108)

Afrida Husniati 1)

Suciati 2)

Maridi 3)

1),2),3)Universitas Sebelas Maret Surakarta E-mail: afridahusniati1@gmail.com

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan modul pembelajaran berbasis Problem Based Learning (PBL) disertai diagram pohon pada materi fotosintesis terhadap hasil belajar kognitif. Desain uji coba menggunakan one group pretest posttest design. Subjek peneliian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 1 Sawoo sebanyak 32 siswa. Instrumen yang digunakan adalah tes kognitif. Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan N-Gain ternormalisasi dan dilanjutkan dengan analisis Paired Sample t-test.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan modul pembelajaran berbasis Problem Based Learning

(PBL) disertai diagram pohon pada materi fotosintesis berpengaruh terhadap hasil belajar kognitif dengan perolehan N-Gain sebesar 0,41 dan signifikasi 0,00.

Kata Kunci:Modul, Problem Based Learning (PBL), Fotosintesis, Hasil Belajar Kognitif.

80

ISBN 978-602-72071-1-0

PENDAHULUAN

Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan. Banyak hal yang harus dilakukan sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan.Hal terpenting terletak pada proses belajar mengajar di dalam kelas yang melibatkan guru dan siswa karena proses belajar mengajar yang tidak hanya berpatokan pada penguasaan prinsip-prinsip yang fundamental, melainkan juga mengembangkan sikap yang positif terhadap belajar, penelitian, dan penemuan serta pemecahan masalah. Permasalahan pembelajaran sains antara lain berhubungan dengan tiga hal, yaitu kreativitas, bahan ajar/bahan kajian, dan keterampilan proses sains (Wenno, 2010).

Paradigma pendidikan abad 21 dapat dirumuskan sebagaiberikut: 1) Menghadapi abad 21 yang makin sarat dengan teknologi dan sains dalam masyarakat global, pendidikan dituntut berorientasipada ilmu pengetahuan matematika dan sains alam disertai dengan sains sosial dan kemanusiaan (humaniora) dengan keseimbangan yang wajar;2) Pendidikan ilmu pengetahuan, bukan hanya membuat seorang siswa berpengetahuan, melainkan juga menganut sikap kelilmuan dan terhadap ilmupengetahuan, yaitu kritis, logis, inventif dan inovatif, serta konsisten, namun disertai pula dengan kemampuan beradaptasi;3) Di samping memberikan ilmu pengetahuan, pendidikan harus disertai dengan menanamkan nilai-nilai luhur dan menumbuh kembangkan sikap terpuji untuk hidup dalam masyarakat yang sejahtera dan bahagia di lingkup nasional maupun di lingkup antar bangsa dengan saling menghormati dan saling dihormati (Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), 2010).

Dewasa ini tuntutan dalam dunia pendidikan sudah mengalami banyak perubahan, sehingga paradigma lama di mana guru memberikan pengetahuan dan siswa hanya diam, mendengar, mencatat, dan memahami tidak dapat lagi dipertahankan. Hal tersebut sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai di dalamKurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran IPA di SMP (Depdiknas,2006), diantaranya: 1) melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap, dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi;2) meningkatkan pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya; 3) menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai potensi yang dimiliki; 4) menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari- hari.Namun data penguasaan sains pelajar Indonesia masih belum menggembirakan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil studi TIMSS (The ThirdInternational Mathematics and Science Study) dan PISA (Programe forInternational Student Assessment). Framework

kegiatan TIMSS meliputi:content, performance expectation, dan perspectives, dan literasi sains dalam studi PISA mencakup kemampuan menggunakan pengetahuan, mengidentifikasi masalah dalam kehidupan dalam rangka memahami fakta-fakta dan membuat

keputusan tentang alam dan perubahan yangterjadi pada kehidupan (Tjalla, 2011).

Data TIMSS (2007) menunjukkan, kemampuan anak Indonesia berada pada posisi ke 35 dari 49 negara peserta. Rata-rata pencapaian skor sains siswa Indonesia menurut cakupan materi adalah: Biologi 422 (4,0) untuk perempuan dan 425 (4,3) untuk laki-laki (Tjalla, 2011). Perolehan nilai tersebut menunjukkan bahwa siswa Indonesia rata-rata hanya mampu mengingat fakta, terminology dan hukum-hukum sains, tetapi menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki untuk mengevalusi, menganalisis, dan memecahkan permasalahan kehidupan masih sangat kurang.

Berdasarkan data PISA (2006) menunjukkan bahwa kemampuan literasi sains siswa Indonesia berada pada peringkat ke-50 dari 57 negara. Skor rata-rata sains yang diperoleh siswa Indonesia adalah 393.Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar (41,3%) siswa Indonesia memiliki pengetahuan ilmiah terbatas yang hanya dapat diterapkan pada beberapa situasi yang familiar. Mereka dapat mempresentasikan penjelasan ilmiah dari fakta yang diberikan secara jelas daneksplisit. Sebanyak 27,5% siswa Indonesia memiliki pengetahuan ilmiah yang cukup untuk memberikan penjelasan yang mungkin di dalam konteks yang familiar atau membuat kesimpulan berdasarkan pengamatan sederhana. Siswa- siswa dapat memberikan alasan secara langsung dan membuat interpretasi seperti yang tertulis berdasarkan hasil pengamatan ilmiahyang lebih mendalam atau pemecahan masalah teknologi (Tjalla, 2010).

Berdasarkan hasil analisis proses pembelajaran di SMP Negeri 1 Sawoo melalui Standar Nasional Pendidikan (SNP), menunjukkan bahwa standar proses memiliki ketercapaian terendah dengan nilai persentase 66,67%. Rendahnya nilai persentase ketercapaian standar proses tentunya dipengaruhi oleh proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas. Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa proses pembelajaran belum mengarahkan siswa pada proses pembelajaran berdasarkan proses penemuan, sikap ilmiah, dan produk yang menjadi hakikat sains. Siswa hanya mendengarkan guru menyampaikan materi, mencatat materi yang diperintahkan oleh guru, melakukan percobaan sesuai petunjuk yang tertera di dalam LKS yang beredar dipasaran, tanpa melakukan proses sains seperti merumuskan masalah, berhipotesis, dan merancang percobaan.

Berdasarkan data hasil Ujian Nasional (UN) IPASMP Negeri 1 SawooTahun Pelajaran 2013/2014mengalami penurunan khususnya pada materi Fotosintesis sebesar 63,31%, sedangkan pada Tahun Pelajaran 2010/2011 sebesar 93,61%. Hal tersebut terkait dengan karakteristik materi Fotosintesis yang sulit, cenderung pada penguasaan analisis yang kurang dipahami siswa, sehingga nilai yang diperoleh belum optimal. Hasil analisis nilai UTS, hasil belajar yang selayaknya mencapai KKM 75, namun diperoleh hasil kurang memuaskan. Nilai rata-rata UTS IPA 37,54 dengan nilai tertinggi 82,50 dan nilai terendah 17,50. Perolehan nilai rata-rata siswa yang masih di bawah

ISBN 978-602-72071-1-0

standar menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan yang menyebabkan siswa belum tuntas dalam pencapaian hasil belajar.

Berdasarkan masalah tersebut, perlu dicari pemecahan masalah dalam menentukan bahan ajar yang tepat, yaitu bahan ajar mandiri berbasis konstruktivis yang melatih siswa dalam memecahkan masalah, dan mengaitkan konsep-konsep yang relevan dengan kehidupan di sekitar siswa. Penggunaan modul yang dikembangkan dengan model Problem Based Learning

(PBL) disertai diagram pohon pada materi Fotosintesis.

Modul merupakan bahan ajar mandiri yang memberikan keleluasaan pada siswa, baik secara individu maupun kelompok. Siswa dapat aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip dari suatu pengetahuan yang harus dikuasainya sesuai dengan perkembangannya. Diharapkan model PBL lebih baik untuk meningkatkan keaktifan siswa jika dibandingkan dengan model konvensional. Model ini mampu menuntutsiswa lebih aktif dalam berpikir dan memahami materi secara berkelompok dengan melakukan investigasi dan inkuiri terhadap permasalahan yang nyata di sekitarnya sehingga mereka mendapatkan kesan yang mendalam dan lebih bermakna tentang apa yang mereka pelajari. Penerapan model PBL pada pembelajaran IPA

diharapkan siswaakan mampu menggunakan dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan berbagai strategi penyelesaian.Diagram pohon mampu melatih siswa menemukan konsep-konsep penting dalam materi yang disajikan, dan mengaitkannya konsep-konsep tersebut menjadi pengetahuan yang utuh dan bermakna, sehingga pemahaman siswa terhadap konsep yang terdapat dalam materi lebih mendalam dan utuh.

Modul berbasis PBL disertai diagram pohon memiliki prinsip mendorong siswa untuk lebih baik dalam belajar, diawali dengan penyajian masalah yang perlu dicari solusinya sampai menemukan konsep baru dan mengaitkan konsep tersebut menjadi pengetahuan yang utuh, serta adanya pantuan proses belajar siswa melalui umpn balik dari modul yang mendorong siswa mengevaluasi diri. Tuntutan terhadap siswa untuk mampu memecahkan masalah, diharapkan dapat mengembangkan cara berpikir atau tingkat kognitif siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajar aspek kognitif.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan dengan menggunakan one group pretest-posstest design. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Sawoo sebanyak 32 siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah lembar tes untuk hasil belajar kognitif. Tes dilakukan sebelum proses pembelajaran (pretest) dan setelah proses pembelajaran (Posttest). Instrumen yang dibuat sebelumnya dilakukan validasi. Instrumen pelaksanaan penelitian terdiri dari silabus, RPP, modul guru, modul siswa, dan instrumen penilaian pengetahuan. Instrumen pengambilan data terdiri Instrumen tes kognitif dilakukan uji coba untuk mengetahui validitas, realibilitas, daya beda, dan taraf kesukaran dari soal tes pengetahuan. Data dianalisis secara kualitatif. Analisis data yang diperoleh menggunakan analisis N-gain, kemudian dihitung dengan paired sample t-test

HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL

Perbandingan nilai rata-rata hasil belajar kognitif pretest dan posttest dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Deskripsi Data Hasil Belajar Kognitif Pretest

dan Posttest.

Berdasarkan data pada Tabel 1, rata-rata nilai

pretestadalah 64,41 dengan standar deviasi 7,89; nilai minimum 60; dan nilai maksimum 87. Sedangkan rata- rata nilai posttestadalah 79,91dengan standar deviasi 9,78; nilai maksimum 93; dan nilai minimum 60.

Nilai pretestdan posttest tersebut kemudian dihitung tingkat kenaikan hasil belajar siswa dengan rumus N-gain ternormalisasi. Hasil perhitungan N-gain

ternormalisasi diperoleh rata-rata kenaikan hasil belajar dari 32 orang siswa adalah 0, 41. Berdasarkan kriteria Hake, menunjukkan bahwa kenaikan hasil belajar siswa

dalam kategori “Sedang “. Setelah dilakukan perhitungan

N-gain ternormalisasi, hasil belajar selanjutnya diuji

S

t

a

n

d

a

r

D

e

v

i

a

s

i

7

,

8

9

9

,

7

8

82

ISBN 978-602-72071-1-0

prasyarat sebelum dilakukan uji lanjut. Ringkasanhasil analisis nilai pretest dan posttest disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Ringkasan Analisis Uji T Nilai Pretest dan

Posttest

Uji

Jenis Uji

Hasil

Keputu

Dalam dokumen Prosiding Seminar Nasional Tahun 2016 (Halaman 105-108)