proses terjadinya biogas, akhirnya MUI menganggap itu halal. Hal itu cukup memberi rasa aman pada masyarakat sehingga mulai banyak yang mau menggunakan biogas hasil digester IPAL Sanimas untuk kepenngan memasak.
Ada lokasi Sanimas di pasar yang ramai. Biogasnya bagus sekali dan kuat energinya. KSM di sana bisa menarik minat rumah makan di sana untuk mau menggunakan biogas guna kepenngan memasak makanan yang akan mereka jual. Akan tetapi hal itu diurungkan. Pemiliknya sebenarnya dak lagi menganggap itu
bermasalah, tapi dia masih berpikir dua kali karena khawar para pengunjungnya dak akan menerima hal itu.
Harus
dijelask
an
d
d
d
d
d
agi pada
l
l
ldaaaaajelaskaskana
wa
rga
w
w
w
bah
wa sani
b
b
b
b
b
b
b
warga
-
tasi D
AK
dak sama
deng
an
Sanimasdengden
an
Sejak menjabat sebagai Walikota Pekalongan, Anda banyak sekali memberikan perhaan kepada persoalan lingkungan, kesehatan lingkungan, sampah sampai persoalan sanitasi. Apa yang sebenarnya melatari kepedulian Anda di bidang-bidang itu tadi?
Kebetulan saya seorang dokter. Sebelum menjadi walikota, saya adalah seorang dokter umum. Anda tahu seper apa bidang yang digelu dan menjadi concern seorang dokter, bukan? Kira-kira soal kesehatan, kebersihan lingkungan, perilaku hidup sehat dan yang sejenis dengan itu kira-kira.
Dalam pengalaman saya sebagai seorang dokter itulah saya tahu ada ga soal penng dan mendasar dalam soal kesehatan. Pertama, faktor layanan. Kedua, faktor lingkungan. Kega, faktor perilaku manusianya sendiri.
Faktor layanan itu penng dan memang harus ada dan dilakukan dengan kualitas yang baik dan maksimal. Akan tetapi, layanan itu bukan pencegahan, tapi diperlukan terutama setelah ada penyakit, setelah seseorang sakit. Nah, apa yang membuat penyakit berkembang atau seseorang sakit? Kebanyakan, apalagi dalam konteks kota Pekalongan yang cukup padat, faktor kedua dan kega yaitu lingkungan dan perilaku warga yang dak sehat.
Apa yang sudah Anda lakukan selama menjabat sebagai Walikota Pekalongan untuk memperbaiki dua aspek itu tadi yaitu lingkungan dan perilaku warga yang dak sehat?
Salah satu program unggulan di Pekalongan adalah memperbaiki kawasan pemukiman yang kumuh. Namanya
Program Pekalongan Bebas Lingkungan Kumuh. Program sudah dimulai sejak 2005 yaitu dengan
pengumpulan data sehingga
tahun 2006 data mengenai lingkungan dan rumah yang dak begitu sehat sudah terkumpul. Sejak itu program rehabilitasi lingkungan kumuh dimulai. Dananya ada dari pemerintah provinsi, dari Menteri Perumahan Rakyat, Departemen Pekerjaan Umum dan dari APBD Pekalongan sendiri.
Lingkungan dan rumah-rumah itu ditata lingkungannya melalui plesterisasi sehingga jalan dak lagi becek kalau hujan. Juga kita membantu pembenahan fasilitas MCK- nya. Sumur-sumur juga kita perbaiki. Satu lagi, kita juga membantu membangun sekat dalam rumah sehingga antara ruangan anak dengan orang tua itu terpisah.
Kapan kira-kira target Pekalongan bebas lingkungan dan perumahan kumuh itu bisa dipenuhi?
Setelah berjalan sejak 2006, sudah lebih dari seribu rumah yang berhasil dibenahi. Targetnya, pada 2012 nan, Pekalongan sudah benar-benar bebas dari lingkungan dan perumahan yang kumuh dan dak sehat.
Itu sebabnya kami juga menyediakan sistem kredit pengganan renovasi dan rehabilitasi rumah dengan biaya yang rendah, terutama bagi masyarakat yang dak mampu namun masih produkf. Angsurannya sangat murah, kok. Sementara untuk rumah yang dihuni orang- orang tua atau jompo, pemerintah dak akan minta pengganan dananya.
Salah satu aspek yang dibenahi dari program rehabilitasi lingkungan dan perumahan yang kumuh itu adalah juga membenahi fasilitas MCK. Apakah Sanimas merupakan bagian dari program rehabilitasi itu?
Kalau rehabilitasi rumah itu kan satu per satu, jadi kita benahi fasilitas kamar mandi, jamban dan sumur di ap-ap rumah. Sedangkan untuk Sanimas kan sifat dan
DOK. PRI
HM Basyir Ahmad
(Walikota Pekalongan)
Sanimas dan
Konsep
Pemberdayaan
di Pekalongan
u
u
u
u
u
u
u
usssssssssssss
W
W
W
Waawwwaannncaarraa KKhhuus
cakupannya komunal, prosesnya pun dak sesederhana bangun MCK.
Pekalongan sudah mengembangkan program Sanimas sejak ga tahun lalu. Apa yang membuat Anda tertarik dengan Sanimas dan akhirnya mengembangkan Sanimas di wilayah yang Anda pimpin?
Sanimas memang sudah diterapkan di kota Pekalongan sejak ga tahun lalu. Kami tertarik dengan konsepnya yang mengajak dan mensyaratkan adanya pemberdayaan dan parsipasi warga. Terus terang saja, kami dak mungkin sendirian mengurusi aspek sanitasi yang merupakan kebutuhan yang betul-betul riil ini. Warga sendiri harus mau terlibat dan memang harus dilibatkan.
Pada tahap pembangunannya, parsipasi warga sudah terlihat karena Sanimas memang mensyaratkan warga juga ikut sharing penda naan. Sementara saat Sanimas sudah beroperasi, warga juga terlibat dan memang harus ikut serta dalam soal pengelolaannya. Ini jelas amat mem- bantu dari segi pendanaan, karena anggaran untuk pera- watan bisa dihemat, dan yang terpenng warga sendiri yang akan merawat dan menjaganya. Kalau warga sudah mau merawat dan menjaga, itu akan sangat bagus sekali. Itu sudah jadi jaminan fasilitasnya akan lebih tahan lama.
Bagaimana dari aspek pendanaan untuk membangun Sanimas?
Itu tadi, kami bisa menghemat. Mungkin angkanya dak begitu besar untuk per lokasi, tapi itu sangat berar jika Sanimas terus dikembangkan sebanyak mungkin. Sekarang memang jumlahnya belum begitu banyak. Tapi itu sudah sangat membantu, terutama di kawasan utara yang merupakan daerah pantai.
Jadi, bisa dibilang, aspek pemberdayaan dan membangun parsipasi warga dalam Sanimas itu yang dianggap menonjol?
Terus terang, iya. Kebetulan kami sendiri bukannya dak punya pengalaman sama sekali dengan konsep pemberdayaan atau parsipasi warga. Sejak awal masa kepemimpinan, ada dana hibah atau block grant untuk masyarakat. Untuk mendapatkan dana itu, masyarakat harus menyusun sendiri apa program yang ingin mereka ajukan, konsepnya bagaimana, strategi pengelolaannya seper apa. Pendeknya, warga sudah diajak berpikir dan memikirkan kebutuhan mereka sendiri. Dari situ aspek pemberdayaan dan parsipasi warga itu dilah.
Ada keinginan untuk mengadopsi konsep
pemberdayaan dan parsipasi warga dalam Sanimas ke dalam program-program pemerintah yang lain?
Begini, salah satu problem di Pekalongan itu adalah sampah. Selama ini, kami masih cukup bergantung kepada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sebagai muara sampah-sampah di Pekalongan. Kami sudah melaksanakan program pengelolaan sampah berbasis komunal,
dimulai dari rumah tangga lebih dulu. Dari situlah nan akan dibangun tempat pengelolaan sampah berskala lingkungan, ngkat kelurahan atau RW. Konsep yang kami kembangkan juga pemberdayaan dan parsipasi warga sehingga mereka bisa mengelolanya sendiri atau swakelola.
Itu kan hampir sama dengan Sanimas?
Memang demikian. Sanimas memberi kami semacam ide bahwa pengelolaan sampah itu juga bisa dan
sebaiknya memang melibatkan parsipasi warga.
Apa hasilnya yang sejauh ini sudah bisa dicapai? Sejauh ini sudah cukup opmal. Pekalongan sudah mendapat penghargaan dari pemerintah sebagai kota dengan pengolahan sampah terbaik dengan diberikannya Inovasi Manajemen Perkotaan Award di bidang
pemberdayaan masyarakat dengan bidang manajemen pengelolaan sampah.
Anda opmis Sanimas dan program-program pemerintah lain terkait penataan lingkungan, sanitasi dan rehabilitasi kawasan kumuh itu bisa memenuhi target menghilangkan kebiasaan Buang Air Besar Sembarangan (BABS)?
Sangat opmis, terutama untuk soal BABS, dak perlu menunggu sampai 2014 untuk bisa dipenuhi di Pekalongan. Saya cukup opmis, 2013 target itu sudah bisa dipenuhi. Apalagi program-program pemerintah kota Pekalongan terus berjalan, sehingga 2013 sudah bebas BABS itu masih opmis bisa tercapai.
Masih soal sanitasi, apa lagi yang sudah atau sedang dirancang oleh Pemerintah kota Pekalongan? Sudah ada
blue print untuk mengatasi persoalan sanitasi ataukah masih bersifat sporadis saja?
Kami sudah merancang ini sejak lama. Untuk ling kung- an kumuh kan sudah sejak 2005, untuk sanitasi kita sudah membentuk Pokja Sanitasi. Pokja ini bahkan strukturnya sampai ngkat kelurahan. Pokja inilah yang berperan be- sar dalam pengentasan persoalan sanitasi di Pekalongan. Mengenai road map strategi sanitasi di Pekalongan, kami juga sudah punya Strategi Sani tasi Kota (SSK).
Baru saja itu jadi, belum satu bulan jadinya. Dari situlah kami me nyusun target, meran- cang program.
Pada 2009 saya membaca pernyataan Anda tentang adanya 45 perusahaan yang sudah terlibat dalam penanganan persoalan air dan sanitasi. Benarkah ada 45 perusahaan itu?
Sebenarnya dak terlalu persis begitu. Angka 45 perusahaan itu, kan, merujuk kisaran jumlah perusahaan yang sudah berpartner dengan kami pada saat itu. Mereka minatnya berbeda-beda dan itu terkait dengan karakter bisnis masing-masing. Begitu juga dalam soal CSR. Isu yang menjadi concern mereka juga beragam. Khusus yang sudah terlibat atau mau mulai terlibat dalam soal air dan sanitasi kira-kira sekitar 50 persen dari angka itu.
Bisa Anda berikan gambaran perusahaan-perusahaan seper apa yang punya minat untuk ikut andil dalam mengentaskan persoalan air dan sanitasi ini?
Mereka beragam sekali. Tapi kalau boleh digambarkan polanya, kebanyakan adalah perusahaan di bidang mining, oil dan gas. Biasanya terkait dengan daerah operasi mereka sendiri. Kemudian ada juga beberapa yang lini bisnisnya manufaktur.
Khusus untuk air, perusahaan yang tertarik biasanya memang berkaitan dengan soal air, baik mereka sebagai produsen atau konsumen. Misalnya, untuk menyebut beberapa nama saja, adalah Nestle, Danone, Aqua, dan beberapa yang lain. Jangan juga dilupakan perusahaan yang lini usahanya itu memang berkaitan dengan kesehatan, baik berkaitan langsung atau dak.
Keterlibatan itu bisa dimenger karena isu sanitasi itu, kan, terkait dengan soal kesehatan, tepatnya soal perilaku hidup sehat. Ini, kan sesuatu yang riil, persoalan sehari- hari. Itu sebabnya perusahaan-perusahaan yang terkait dengan soal kesehatan punya concern dalam soal ini.
Tapi kenapa sepernya gaungnya dak terlalu terdengar. Apa
sebenarnya kendala yang dihadapi?
Saya dak menganggapnya kendala, anggap itu tantangan. Salah satunya soal informasi. Banyak yang ingin berparsipasi, tapi terkadang dak tahu harus memulai dari mana, masuk lewat mana, mes menghubungi dan bekerjasama dengan siapa. Ini soal informasi, tentu saja, terkait data-data yang dibutuhkan, terutama data-data di lapangan. Kekurangan informasi yang dibutuhkan itulah yang menjadi salah satu tantangannya.
Apa yang sudah dilakukan oleh Indonesia Bussines Link (IBL) untuk mengatasi tantangan-tantangan itu?
Sejak 2003, kami sudah mulai membangun komunikasi antara perusahaan-perusahaan yang menjadi partner kami. Kami berdialog satu sama lain, mencoba saling menjajaki, saling percaya. Jika sudah terbentuk, baru dicoba mencari acon plan yang bisa dilakukan. Dari situlah, kami mencoba menjajaki dengan siapa lagi kira- kira bisa bekerjasama.
Sejak 2008, kami sudah menjalin kerjasama dengan pemerintah, terutama Dirjen Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, dengan Bappenas, dengan ISSDP dan Pokja AMPL. Itu dalam konteks persoalan air dan sanitasi. Bersama pemerintah diharapkan ada satu acon plan yang benar-benar riil. Dengan bekerjasama dengan pemerintah, apa yang dilakukan itu dak lagi dari nol.
Sebentar lagi kami akan membuat forum di Denpasar, Bali. Tagline untuk kerjasama itu adalah Kemitraan Mulsektor untuk Air, Sanitasi dan Kesehatan. Forum ini diinisiasi oleh IBL, Dirjen Cipta Karya dan terutama oleh Danone. Rencananya, ada sekitar enam daerah yang akan menjadi pilong untuk program ini.
Bagaimana dengan perusahaan-perusahaan lokal? Sebenarnya perusahaan-perusahaan lokal justru yang perlu lebih didorong, karena mereka punya keterkaitan